Part 17 - Reunion and Ex
"Kenalin ini Thania," kata Nathan kepada setiap teman yang menyapanya. Tangannya merangkul pinggang Thania protektif.
Nathan melihat pandangan itu. Pandangan sangsi dan ragu dari teman-temannya setiap melihat Thania dan perut buncitnya. Seolah menerka-nerka kapan Nathan menikah karena mereka tidak menerima undangan dan berita sama sekali. Dan Nathan berusaha tidak mengacuhkannya.
Thania sendiri tidak kelihatan terlalu ambil pusing dengan pandangan-pandangan orang lain yang terlihat jelas mempertanyakannya setiap Nathan memperkenalkan mereka. Dia sudah terlalu sering menerima pandangan seperti itu dan tidak pernah berarti apa-apa untuknya.
Andrea dan Davin sudah tiba lebih dulu dari mereka di restoran keluarga yang menjadi tempat reuni mereka. Pasangan itu sudah duduk di meja yang disatukan menjadi meja panjang berkapasitas dua puluh orang lebih.
Andrea terlihat sangat senang melihat kedatangan mereka. Wanita itu bahkan sudah menyediakan dua kursi di sampingnya agar Thania dan Nathan bisa duduk di sampingnya. Terutama supaya Thania bisa menemaninya berada di tempat asing tersebut.
Sebelum duduk di sebelah Andrea, Nathan mengajak Thania untuk berkeliling meja dulu untuk menyapa dan berkenalan dengan teman-temannya. Thania sebenarnya cukup penasaran yang mana di antara semua temannya ini yang merupakan mantan pacar Nathan. Dia ingin tahu perempuan seperti apa yang pernah menjadi tambatan hati Nathan selama tujuh tahun.
"Hai, Sin," sapa Nathan dengan tatapan ramah kepada salah seorang perempuan yang sedang duduk dan berada di hadapannya sekarang.
"Nath," sapanya sama ramahnya, walau senyumnya sedikit redup melihat Thania di sisi Nathan. Terutama setelah pandangan wanita itu mengarah ke arah perut buncit Thania.
"Apa kabar?" Kata Nathan masih sama lembutnya, "kenalin ini Thania."
"Hai," kata wanita itu sambil berdiri dan mengulurkan tangannya untuk berjabat, "Sintha."
"Thania," balas Thania sambil membalas uluran tangannya.
Pandangan wanita itu berhenti di perut Thania. Jelas sekali dia penasaran. Wanita itu tiba-tiba menyadari bahwa dia harus memperkenalkan seseorang di sebelahnya, "Oh iya, Nath, kenalin ini Timothy."
Lelaki bernama Timothy itu bersalaman dengan Nathan dan Thania sambil saling memperkenalkan diri. Lelaki itu tidak pendek, tapi dia hanya setelinga Nathan yang bertubuh jangkung.
"Aku denger kamu udah mau nikah, Sin." Kata Nathan, "congrats ya."
"Iya, makasih," jawab Sintha terdengar canggung, "kamu juga congrats ya." Katanya dengan pandangan kembali ke perut buncit Thania, "udah berapa bulan?"
Nathan mengelus perut Thania sambil tersenyum menjawab, "Udah tujuh bulan."
Sintha hanya mengangguk-angguk paham tanpa berkomentar. Kebungkamannya membuat suasana sedikit canggung dan Thania tahu, firasat kewanitaannya membuat dia tahu, perempuan itu kecewa karena Nathan muncul dengan perempuan lain.
Nathan pamit dan mengajak Thania duduk di tempat yang sudah disisakan Andrea di sampingnya. Mereka duduk berseberangan dengan Sintha dan pasangannya dan berjarak dua orang dari tempat mereka duduk. Seharusnya cukup jauh, namun tidak mengurangi perasaan Thania bahwa mereka masih diawasi oleh wanita itu.
Thania tahu dengan pasti tanpa perlu diberitahu Nathan bahwa Sintha adalah mantan pacarnya. Suasana nostalgia dan canggung yang muncul bersamaan di antara mereka sudah mengatakan segalanya.
Sintha adalah perempuan yang lebih tepat disebut manis dibanding cantik. Penampilan dan sikapnya lemah lembut dan anggun. Gadis itu terlihat polos dan alim.
Thania menghela napas dengan sedikit kecewa. Tentu saja sudah seharusnya dia tahu seperti apa tipe kesukaan Nathan. Nathan lelaki baik-baik dan Sintha perempuan baik-baik. Tentu saja Thania hanyalah sebuah kesalahan dalam hidup lelaki itu.
Kalau tidak ada Andrea dan Davin yang menghubungkan mereka, serta malam yang mengakibatkan benih di perutnya tumbuh hingga saat ini, mana mungkin Thania berada di tempat ini bersama dengan Nathan yang merangkulnya.
"Lama banget sih, Ta," kata Andrea membangkitkan lamunannya.
Thania baru sadar dia sudah duduk di samping Andrea sementara Nathan menempatkan dirinya untuk duduk di sisinya yang lain.
"Ke dokter dulu tadi." jawab Thania singkat.
"Aman kan?" tanya Andrea sambil menunjuk ke perut Thania dengan dagunya.
"Sehat. Kelewat sehat malahan," kata Thania sambil mengusap perutnya.
Andrea menaikkan alisnya bingung.
"Kata dokter bayinya kebesaran," jelas Nathan menyambung pembicaraan kedua wanita tersebut.
"Udah aku bilang kamu nggak percaya sih," gerutu Thania sambil mengusap pipi lelaki itu pelan.
Nathan memberikan cengirannya.
Andrea ikut tertawa, "Makanya makannya dikontrol dong."
"Ini nih, kasih gue makanan mulu." Adu Thania sambil melemparkan pandangannya kepada Nathan.
"Ya, bayi gue kalo minta makan masa nggak gue beliin sih," balas Nathan masih tersenyum.
"Kalian saling kenal ya?" Tanya Eric, teman Davin dan Nathan yang duduk di seberang mereka. Dia menunjuk ke arah Andrea dan Thania yang nampak akrab.
"Iya, Thania sahabat gue," jawab Andrea kepada lelaki gemuk yang sudah dikenalnya semenjak berpacaran dengan Davin itu. Andrea bahkan hadir di pernikahannya dengan istrinya.
"Ohh, jadi Nathan sama Thania kenal berkat Andrea dan Davin dong ya?" Katanya lagi.
Andrea dan Nathan mengangguk bersamaan.
"Kalian juga cuma nikah catatan sipil ya?" Tanya Eric lagi sambil merujuk kepada Andrea dan Davin yang diketahuinya menikah tanpa resepsi.
Nathan terdiam. Dia kesulitan untuk menjawab dan Thania mewakilinya.
"Kita belum nikah kok," katanya yang membuat suasana yang sebelumnya riuh kini menjadi hening.
Beberapa orang di sekitar mereka jelas mendengar pembicaraan ini dan mulai fokus menguping setelah apa yang dikatakan Thania.
Eric yang tadi melontarkan pertanyaan juga kini terdiam nampak bingung. Dia tidak tahu tanggapan seperti apa yang harus diberikannya setelah mendengar pernyataan lugas wanita itu.
***
"Lo denger tadi obrolan Eric sama Nathan?"
"Tentang apa?"
"Tentang cewek yang diajak sama Nathan itu."
"Istrinya Nathan yang lagi hamil itu kan?"
"Dia bukan istrinya Nathan. Mereka nggak nikah."
"Maksudnya?"
"Iya, mereka belum nikah tapi ceweknya udah hamil duluan."
"Lo tau dari mana? Jangan sembarangan ngomong deh."
"Tadi ceweknya yang ngomong sendiri kok mereka belum nikah. Gue denger pembicaraan mereka."
"Tapi masa sih ceweknya ngakuin sendiri kayak gitu? Agak aneh deh kayaknya."
"Lo nggak lihat apa ceweknya itu kayak bukan perempuan baik-baik. Mungkin buat mereka biasa aja kali. Ceweknya itu kan temenan sama istrinya Davin juga. Samalah sebelas dua belas penampilannya kayak gitu."
"Oh mereka temen? Yaa.. memang agak mirip sih. Gue nggak nyangka aja Davin sama Nathan sama-sama punya pasangan kayak gitu."
"Gue juga nggak nyangka Nathan dan Davin bisa punya pasangan perempuan nggak bener kayak mereka. Yang satu ngerokok sama punya tato yang satu hamil diluar nikah. Padahal seinget gue dulu mantan Davin kan baik-baik gitu ya? Si Nathan juga setelah nggak sama Sintha malah dapat cewek kayak gitu."
Thania membuka bilik toilet dan keluar dari baliknya setelah mendengarkan pembicaraan dua orang perempuan yang hanya diingatnya saat Nathan memperkenalkan dirinya berkeliling.
Kedua perempuan itu nampak terkejut. Wajah mereka pucat setelah melihat siapa yang muncul dibalik bilik tersebut. Mereka berdua terburu-buru keluar dari toilet sebelum Thania sempat mengatakan apapun.
Sebenarnya Thania tidak terlalu ambil pusing dengan kata-kata kedua perempuan itu. Dia sudah biasa digunjingkan dan dipandang buruk oleh siapapun karena penampilannya. Dia hanya sedikit merasa kesal karena dua hal. Pertama karena Nathan harus ikut terseret karenanya. Dan kedua, karena dia harus dibandingkan dengan mantan pacar Nathan yang menurut semua orang merupakan perempuan baik-baik itu.
Thania mencuci tangannya dan keluar dari sana. Dia melihat kursi tempatnya dan Nathan duduk sebelumnya masih kosong. Tadi Nathan memang menemaninya ke toilet, dan sepertinya lelaki itu juga belum kembali ke tempatnya.
Matanya berkeliling dan menemukan lelaki itu sedang berbincang dengan Sintha di salah satu pojok dekat kolam ikan di mana ada beberapa teman mereka yang juga berdiri di sana bercengkrama. Walau Nathan hanya berdua dengan Sintha. Dan pembicaraan mereka tampak serius.
Thania menimbang-nimbang antara menghampiri mereka dan mengganggu pembicaraan mereka atau pura-pura tidak melihat dan kembali untuk duduk lebih dulu. Dan Thania memutuskan untuk duduk. Memangnya siapa dia berhak mengganggu lelaki itu. Mereka pun hanya berbicara di tempat umum dan terlihat normal seperti teman yang sudah lama tidak bertemu. Dan yang lebih penting lagi, Nathan tidak kelihatan keberatan berbincang berdua saja dengan wanita itu. Sebaliknya, dia terlihat menikmati.
"Laki lo kemana?" Tanya Andrea mengitari pandangannya karena Thania kembali duduk sendiri.
"Lagi sama mantannya tuh," kata Thania sambil menunjuk dengan lirikannya.
Andrea mengikuti arah lirikan Thania.
"Cantikan lo kok, Ta, dibanding mantannya Nathan." Kata Andrea memberi penghiburan yang tidak perlu.
Thania berdecak. Mengingatnya membuat dia kembali kesal.
"Tapi buat Nathan cantikan mantannya itu daripada gue, Nyet."
"Masa dia bilang gitu?" Tanya Andrea sangsi.
"Ya dia pacaran segitu lama masa bilang pacarnya itu nggak cantik?" Gumamnya, "itu liat aja dia betah gitu liat-liatan lama-lama sama mantan pacarnya. Nyesel kali dia putus sama mantannya pas tahu udah mau nikah."
Kali ini giliran Andrea yang berdecak, "Imajinasi lo, Ta. Buta banget cemburu lo. Nathan tuh punya otak kali, dia nggak lupa di perut lo udah ada bayinya. Mereka cuma ngobrol biasa pikiran lo udah merajalela gitu."
Thania diam. Dia kini malah asik memainkan sedotan di gelasnya tanpa berniat berkomentar lagi.
Andrea menyikut suaminya yang sebelumnya sedang mengobrol dengan beberapa orang di sekelilingnya.
"Temen kamu tuh." Kata Andrea mengeluh kepada Davin yang perhatiannya sudah teralih padanya, "Malah asik sama mantannya. Thania bete tau."
Davin kelihatan bingung. Memangnya dia bisa apa. Dia juga tidak bisa berjalan ke arah Nathan dan Sintha untuk menghentikan mereka berbicara serta menarik Nathan kembali duduk.
Untungnya sahabatnya sudah berpisah dengan Sintha dan berjalan kembali ke arah mereka saat Davin masih berkutat dengan pikirannya.
"Tuh Nathan udah balik," kata Davin dengan lega.
Nathan duduk kembali di tempatnya sambil membawa sebuah undangan dan memberikannya kepada Thania.
"Simpenin, Tha. Ini undangan nikahannya Sintha sama Timothy." Katanya santai.
Thania mengambil undangannya sambil melihatnya sekilas. Dia mengangguk dan memasukkannya ke dalam tas dalam diam.
Nathan tampak bingung dengan mood Thania yang tiba-tiba berubah. Sebelum perempuan itu masuk ke toilet, dia nampak baik-baik saja.
Nathan memandang tanpa suara ke arah Andrea dan Davin untuk mencoba mendapatkan penjelasan kalau-kalau pasangan itu tahu apa yang terjadi.
Davin hanya menaikkan bahunya tanpa terlalu membantu sementara Andrea menunjuk dengan bola matanya ke arah tadi dia bercengkrama dengan Sintha.
Setidaknya dia bisa menduga apa penyebab Thania berubah secara tiba-tiba.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top