Part 12 - The Ring
"Ini buat apa?" tanya Thania heran sambil memandangi cincin yang kini ada di telapak tangannya.
Nathan baru saja mengeluarkan sebuah cincin berhias berlian dari saku jasnya dan menyerahkannya kepada Thania.
Kini mereka sudah berada di pintu masuk ballroom tempat diadakannya acara kantor Thania. Nathan menjemput Thania dari apartemennya untuk bersama-sama menghadiri acara yang sudah membuat Thania lembur beberapa minggu belakangan itu. Kali ini bukan Nathan yang mengekorinya. Wanita itu memang mengajaknya menghadiri acara ini untuk menemaninya. Karena itu Nathan mengenakan jas hitam terbaiknya, karena dia tahu acara tersebut adalah acara formal dan dia tidak mau membuat Thania yang sudah mengajaknya malu.
Walau Nathan harus tetap merasa ciut setelah melihat Thania sangat cantik dengan dress berwarna blue dust-nya. Perut buncit yang selama ini tersembunyi di balik kemeja kerja kebesarannya, kini terlihat cukup jelas karena dress yang dikenakannya jatuh mengikuti bentuk tubuhnya.
Selama ini Nathan mengira wanita itu mengenakan kemeja yang besar karena malu terlihat hamil, namun ternyata Thania terlihat sangat percaya diri memperlihatkan kehamilannya. Dan kepercayaan dirinya membuat Thania nampak sangat mempesona untuk Nathan.
"Dipakai aja, Tha." kata Nathan berusaha menutupi rasa malunya.
"Kenapa gue harus pakai cincin itu?" tanya Thania lagi masih sama bingungnya.
"Gue tahu lo nggak suka sama gue dan nggak mau nikah sama gue, tapi please," kata Nathan terdengar memohon, "gue harap lo mau pakai cincin itu," Nathan menggaruk kepalanya, berusaha mencari kata-kata yang tepat dan mengurangi rasa malunya, "Gue nggak suka kalo cowok-cowok ngelihat lo seolah lo masih available."
Thania terdiam setelah mendengar kata-kata Nathan tersebut, membuat lelaki itu semakin merasa canggung dan malu. Dia bahkan merasa Thania akan segera melemparkan cincin itu ke wajahnya dan membuatnya mendapatkan penolakan kesekian kalinya.
Walau ternyata Thania mengenakan cincin itu ke jari manisnya sendiri.
"Udah kan? Ayo masuk," kata Thania sambil tersenyum sebelum melingkarkan lengannya di lengan lelaki itu.
Nathan harus berusaha mengembalikan kesadarannya sendiri dari ekspresi tololnya karena tidak percaya apa yang baru saja dilihatnya. Thania mengenakan cincin darinya dan baru saja tersenyum tersipu sebelum menggandeng lengannya.
Mereka berjalan berdampingan memasuki ruang ballroom.
Nathan bersumpah dia melihat seluruh isi ruangan yang dilewati mereka memandang tidak percaya. Dan arah pandangan semua orang sudah hampir pasti kepada dua hal, yang pertama ke arah perut Thania yang membuncit dan kedua ke arahnya, yang sedang digandeng mesra oleh wanita cantik disampingnya.
Nathan sangat suka kepercayaan diri wanita di sisinya, yang sesekali mengusap perutnya sendiri sambil tersenyum mempesona dan merangkul lengannya mesra. Bahkan wanita itu tidak berusaha menutupi jari manisnya yang kini berhiaskan cincin darinya.
"Thania!" suara seorang lelaki memanggil wanita di sisinya dari arah belakang, membuat wanita itu serta dirinya sendiri ikut melihat siapa yang baru saja memanggil Thania.
Lelaki yang kemarin malam membuat Nathan gelisah kini muncul di hadapan mereka berdua. Dan Nathan bisa melihat dengan jelas ekspresi kaget lelaki bernama Jerry itu saat pandangannya teralih ke tubuh berbadan dua Thania.
"Hai, Than," sapa Jerry mengembalikan senyumnya setelah tertegun sejenak, "Gue nggak tahu lo udah nikah," lanjutnya sambil memandang ke arah Nathan.
"Kenalin, ini Nathan," kata Thania kepada Jerry tanpa membantah pernyataan lelaki itu.
Nathan memberikan tangannya untuk berjabat dengan lelaki di hadapannya, "Nathan" katanya sambil tersenyum. Senyum kebanggaan karena Thania memperkenalkan dirinya tanpa membantah statusnya sebagai seorang suami, dan karena dialah lelaki yang sedang digandeng wanita itu.
"Jerry," balas lelaki itu masih tersenyum. Perhatiannya sejenak teralih kembali ke arah perut Thania, "Udah berapa bulan?"
"Baru mau masuk lima bulan," jelas Thania sambil mengusap perutnya dan tersenyum bahagia.
Jerry mengangguk paham, "Kalo gitu gue tinggal dulu ya, enjoy," katanya sambil tersenyum dan meninggalkan mereka berdua.
Nathan mengawasi lelaki itu pergi menjauh dengan puas. Setidaknya dia yakin lelaki itu tidak akan mengganggu Thania lagi saat dia tidak mengawasinya. Hingga kemudian dia menyadari bahwa Thania ternyata masih asik mengelus bayinya sendiri tanpa terlalu mempedulikan lelaki yang baru saja pergi dari antara mereka.
Nathan tidak yakin darimana keberaniannya muncul. Namun detik selanjutnya dia menyadari bahwa tangannya sendiri ikut bertengger di atas perut wanita itu, ikut mengusapnya sayang.
Thania mempertemukan pandangannya dengan Nathan setelah sadar apa yang dilakukan lelaki itu, dan Nathan hampir menciut karenanya. Thania memang mempunyai pandangan mata yang cantik sekaligus tajam, yang selalu berhasil membuat Nathan salah tingkah.
Namun yang membuat lelaki itu menarik tangannya dari perut Thania bukan karena nyalinya sendiri, melainkan karena sebuah suara berdeham yang membuat Nathan sadar ada orang lain yang memperhatikannya.
"Did I interrupt you, guys?" tanya Andrea sambil tersenyum jahil. Disebelahnya berdiri suaminya yang juga sedang tersenyum memperhatikan Nathan dan Thania.
Thania memasang wajah malas melihat sahabatnya yang hanya sengaja muncul untuk menggodanya.
"Dav, kamu sama Nathan ambilin makanan buat aku sama Thania dong," pinta Andrea dengan agenda tersembunyinya.
Davin mengangguk, "kamu mau apa?"
"Apa aja, terserah kamu."
"Oke," jawab Davin sambil melanjutkan berbicara kepada sahabatnya, "Yuk, Nath."
Nathan melepaskan gandengannya dengan sedikit tidak rela sebelum mengikuti Davin pergi meninggalkan kedua wanita cantik tersebut.
"Well, well," goda Andrea sambil masih mengawasi kepergian kedua lelaki itu, "Cuma temen doang, heh? Tipu aja gue terus, Ta!"
"Apa-apaan sih?" kata Thania pura-pura tidak paham apa yang dikatakan sahabatnya itu.
"Ada kejadian apa nih semalem?" tanya Andrea penasaran, "Nice ring anyway," tambah Andrea sambil menunjuk jari manis Thania dengan dagunya.
Seorang lelaki tiba-tiba muncul di antara mereka dengan suara lantang dan kemayunya, "Hei Onta, lo bikin heboh apa sih? Kenapa tiba-tiba semua orang nanya ke gue lo beneran udah merit atau nggak?"
Riyo mengenakan kemeja dan jas slim fit berwarna merah marun yang ketat mengikuti bentuk tubuhnya.
"Lihat jari manisnya dulu dong," kata Andrea masih dengan senyum jahilnya.
"Oh my God, Ta! Akhirnya lo terima juga tuh laki merana?" kata Riyo heboh.
"Siapa?" tanya Thania bingung dengan siapa yang dimaksud.
"Ya siapa lagi, laki merana yang masih lo tolak juga walaupun udah hamilin lo lah!"
Thania menyesal bertanya kepada lelaki itu karena tujuannya lagi-lagi hanya untuk mengejeknya.
"Yoi, kemarin aja masih ngomong ama gue cuma temen." tambah Andrea.
"Ya bener Nyet. Temen tidur, temen hidup, temen buat anak. Si Onta nggak salah." kata Riyo.
"Terserah lah lo berdua mau ngomong apa. Gue jelasin pasti lo berdua juga nggak akan percaya." kata Thania kesal.
"Oke, oke, cerita dong, Ta," kata Andrea akhirnya menghentikan ejekannya.
Thania tersenyum lebar sambil memandangi cincin di jarinya sendiri, "Tadi dia ngasih gue cincin ini," jelasnya bangga, "katanya dia nggak suka lihat gue dideketin cowok lain."
"Terus? Terus?" tanya Riyo penasaran.
"Terus apalagi? Ya udah jadi gue pakai cincinnya," kata Thania menyudahi ceritanya, enggan berbagi cerita terlalu detail.
"Yah, kok cuma gitu doang ngelamarnya?" kata Riyo terdengar kecewa.
Thania mengerucutkan bibirnya sebal, "Lo itu pikun atau bego sih? Gue kan udah bilang gue nggak ada rencana nikah sama dia."
Riyo dan Andrea sama-sama memberikan wajah bodohnya.
"Terus maksudnya dia kasih cincin itu?" tanya Andrea lagi.
"Buat gue pake supaya nggak ada yang deketin gue, Nyet," ulang Thania mulai kesal.
Andrea dan Riyo saling memandang, sebelum menggelengkan kepalanya bersamaan.
"Temen lo ini kebanyakan kumpul kebo sama jadi selingkuhan orang kayaknya sampe nggak sadar kalo kasih cincin itu artinya ngelamar, Nyet," kata Riyo terdengar pasrah.
"Maksud lo apa?!" Thania melotot galak mendengar kata-kata sahabatnya yang terdengar kurang ajar itu.
"Terserah lo aja, Ta, yang penting lo sama bayi lo bahagia," kata Andrea menyudahi pembicaraan mereka yang menurutnya tidak lagi masuk akal itu.
Thania tidak sebodoh itu. Dia jelas tahu bahwa memberikan cincin artinya melamar. Dia hanya tidak yakin itu tujuan Nathan memberinya cincin.
Dan walaupun bukan itu tujuannya, Thania sudah cukup puas. Apalagi mengingat bagaimana lelaki itu menyerahkan cincin itu kepadanya dan kata-kata yang diucapkan Nathan kepadanya. Baginya itu jauh lebih membahagiakan daripada kalau Nathan memang melamarnya. Melamarnya hanya untuk bertanggung jawab.
Thania benar-benar bahagia malam ini. Dia bahkan yakin bayinya ikut merasakan kebahagiaan yang dirasakannya. Thania merasakan bayi dalam rahimnya bergerak-gerak tiada henti semenjak tadi, semenjak Thania menggandeng ayah bayinya saat masuk ke dalam ballroom ini. Dan kebahagiaannya bertambah saat Nathan mengelus perutnya dengan sayang. Thania hampir mencium lelaki itu kalau tidak ada pengganggu yang tiba-tiba muncul di tengah-tengah mereka.
Mungkin Thania akan mengijinkan Nathan menginap di apartemennya malam ini. Mungkin.
***
"Udah sampe, Tha," kata Nathan menghentikan mobilnya di lobi apartemen.
Nathan menoleh karena tidak juga ada jawaban dari wanita di sisinya. Nathan melihat wanita yang ternyata sudah tertidur dengan lelap di kursi penumpang mobilnya.
Nathan melepaskan sabuk pengamannya sendiri untuk memudahkan ruang geraknya. Thania tertidur sangat pulas dan Nathan tidak akan tega membangunkannya.
Nathan mendekatkan tubuhnya mengecup bayinya dan kening Thania bergantian, dua hal yang tidak mungkin berani dilakukannya saat wanita itu terbangun. Tangannya mengusap perut wanita itu, berusaha menyapa bayinya.
"Jangan buat susah Mama ya, sayang." bisiknya sambil tersenyum memandangi keduanya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top