Part 1 - New Job
Baik Andrea maupun Riyo menatapnya tidak percaya. Seolah Thania baru saja mengatakan dirinya ingin menjadi seorang biarawati, sementara saat ini mereka masih berada di lounge tempat mereka biasa berkumpul dan Thania masih mengenakan dress super ketatnya yang memperlihatkan bentuk tubuhnya terlalu sempurna.
"Lo kesambet, Ta?" kata Riyo membelalak.
"Biasa aja deh," kata Thania menjadi kesal karena malu, "Gue cuma nanya di kantor kalian ada lowongan nggak buat gue. Kalo nggak ada ya udah!"
"Apa kabar kerjaan lo yang lama?" tanya Andrea masih sama herannya.
"Kerjaan yang mana? Gue kan cuma jadi SPG freelance doang." Thania berusaha mengingat-ingat pekerjaan yang pernah dimiliki sebelum ini walaupun hasilnya nihil.
"Kerjaan lo yang jadi wanita panggilan," jawab Andrea asal sambil menyesap Johnny Walker-nya, "Supaya bisa dapet calon suami tajir lo itu!"
"Brengsek!" maki Thania semakin kesal, "Gue serius, Nyet. Malah jawabnya ngasal lagi."
"Ya, emang lo mau kerja apa?" kali ini giliran Riyo yang bertanya, "Gue nggak tahu lagi soalnya kompetensi lo apa kecuali shaking the bed and scream out loud."ejek Riyo vulgar yang diiringi tawa Andrea puas.
Andrea mengambil gelas minumannya dan mengajak Riyo untuk mendentingkan gelas mereka sebelum mengajak Thania untuk melakukan hal yang sama. Andrea melihat sahabat wanitanya itu belum meminum whisky-nya sama sekali semenjak mereka tiba tiga puluh menit yang lalu.
"Gue hamil." kata Thania akhirnya memutuskan untuk jujur.
Thania merasa itu satu-satunya cara untuk membuat dua orang itu tidak memaksanya lagi meminum alkohol di hadapannya, sekaligus supaya kedua sahabatnya itu sedikit lebih serius menanggapi permintaannya mencari pekerjaan. Karena dia memang benar-benar membutuhkannya sekarang, untuk modalnya membesarkan bayi itu.
"Lo apa?" ulang Riyo setelah menyemburkan minumannya, "Kok bisa? Dicoblos siapa sampe lo lupa pasang kondom?"
Thania memutar bola matanya kesal. Dia malas menjawab pertanyaan sinting pria kemayu itu.
"Kok bisa, Ta? Siapa?" Ulang Andrea memajukan tubuhnya. Untuk pertama kalinya di hari ini wajahnya tampak serius dan tegang.
"Ya bisalah," Thania berusaha menjawab sesantai mungkin, "Gue perempuan, tulen dan sehat. Kenapa gue nggak bisa hamil?"
"Lo tahu bukan itu maksud gue," kata Andrea lagi masih belum menghilangkan ketegangan di raut wajahnya, "Siapa bapaknya?"
"Nggak penting siapa bapaknya. Yang penting adalah gue lagi butuh bantuan kalian karena gue harus membesarkan bayi gue ini. Dan gue butuh kerjaan kalau kalian bisa bantu."
Andrea dan Riyo saling berpandangan dengan bingung.
***
Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh seorang Thania. Dia hanya lulusan sekolah menengah kejuruan dan dia tidak pernah berniat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang apapun, baik dulu maupun sekarang.
Jadi ejekan Riyo bahwa keahliannya selama ini hanyalah memuaskan lelaki di atas ranjang tidak sepenuhnya salah.
Ijasahnya bukan sesuatu yang bisa dibanggakan apalagi diharapkan sebagai jaminannya mendapatkan pekerjaan yang layak. Harapannya hanya satu, yaitu bisa memperoleh pekerjaan tetap yang bisa memberikan tunjangan melahirkan untuknya, bahkan kalau pekerjaan yang harus dilakukannya adalah pekerjaan kasar sekalipun.
Oleh karenanya, dia sangat bersyukur saat kedua sahabatnya yang sama-sama bekerja di salah satu perusahaan majalah high-end terbesar di Jakarta itu mengusahakan segala cara untuk membantunya bisa bekerja di sana. Dan berkat Andrea yang tetap ngotot tidak membiarkan sahabatnya itu mendapatkan pekerjaan kasar ataupun terlalu melelahkan, Thania mendapatkan pekerjaan menjadi personal assistant Andrea.
Andrea sebenarnya belum membutuhkan personal assistant sama sekali. Dia bahkan tidak tertarik untuk mempekerjakan satu pun karena menurutnya hanya akan mengganggu kerjanya saja. Karena dia lebih suka bekerja sendiri, tanpa perlu ada yang mengaturnya. Namun dia meminta bantuan dari atasannya untuk tiba-tiba bisa mendapatkan dan memilih personal assistant sendiri, dan disinilah Thania.
"Nanti lo masuk-masukin jadwal meeting gue yang dari email ke dalam calendar, Ta. Nanti otomatis akan nge-link ke calendar handphone gue. Nanti sama tiap kali gue kirim notes hasil gue meeting, lo tinggal rapihin dan buat itu jadi minutes of meeting sebelum lo kasih balik ke gue." Andrea menjelaskan beberapa pekerjaan yang perlu dilakukan oleh Thania sebagai personal assistantnya.
Thania mengangguk-angguk sambil mendengarkan dengan serius semua yang diajarkan sahabatnya itu. Perempuan itu bahkan mencatat beberapa hal yang harus diingatnya karena bahkan dia tidak percaya dirinya sejenius itu hingga bisa mengingat semua hal yang dikatakan Andrea.
"Lo nggak perlu ikut gue meeting kemana-mana. Palingan kalo gue meetingnya di kantor, lo baru ikut aja. Kasihan bayi lo kalo lonya kecapean." Kata Andrea lagi.
"Lo nggak harus kasih gue pekerjaan sebagus dan senyaman ini, Nyet," kata Thania akhirnya mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya sejak Andrea mengatakan dia diterima bekerja di perusahaan sahabatnya itu hanya dua hari setelah dia bercerita kepada Andrea dan Riyo, "Kan gue udah bilang, kerjaan kasarpun gue nggak apa-apa."
"Udah deh, jangan diulang terus." Sela Andrea, "Sebenernya emang dari dulu bos gue udah suruh gue cari PA, tapi gue males. Dan karena kebetulan lo butuh kerjaan ini, ya gue kasih ke lo. Jadi lo sekarang cukup bekerja dengan bener supaya gue nggak malu udah rekomendasiin lo ke bos gue, dan bersyukur masih punya gue sama Riyo yang khawatir sama elo. Nggak kayak bajingan yang ngilang nggak tahu kemana."
Thania terdiam. Dia memilih untuk hanya membaca ulang hasil catatan yang dibuatnya atas semua hal yang sudah diajarkan sahabatnya barusan.
***
"Lo tahu apa yang digosipin orang-orang kantor hari ini?" Kata Riyo sambil mendudukan badannya di kursi kosong yang tersisa di meja tempat Thania dan Andrea duduk menyantap makan siangnya, "the sexy bitchie boss has a sexy bitchie assistant."
Andrea melengos malas mendengar gosip tidak bermutu yang dibawa Riyo. "Elo denger gosip apa elo yang nyebarin gosip?" Tuduhnya.
"Hey! Kok nuduh gue sih?" Riyo mencibir tidak terima, "Mana mungkin sih gue gosipin temen gue sendiri. Kayak nggak ada yang lebih penting ajah." Kemudian dia melanjutkan, "Intinya, banyak yang ngomongin lo, Ta. Cewek populer di kantor kita nambah lagi satu deh. Dan habis lihat kita lunch bertiga gini, pasti banyak yang nanya gue deh abis ini tentang lo udah taken atau belum."
Thania memang tidak secantik Andrea. Namun tubuh yang selalu dijaga perempuan itu sebagai aset sepanjang hidupnya tidak bisa berbohong, bahwa Thania memang akan menggoda kaum adam dengan kemolekannya.
Dan dengan penampilan Thania di hari pertamanya bekerja ini, blus brukat hitam dan rok maroon yang melekat sempurna di tubuhnya, tidak ada lelaki yang sanggup berkedip, kecuali Riyo tentunya, apalagi mengindahkan tanpa memandangnya sedikit lebih lama.
Biasanya Thania menikmati saat mata lelaki-lelaki itu memandanginya seolah menelanjanginya. Tapi entah kenapa kali ini dia tidak terlalu tertarik. Satu-satunya alasan kenapa dia berpakaian seperti ini adalah karena dia memang hanya memiliki pakaian-pakaian ketat itu di lemarinya. Dia bahkan sudah memilih yang tersopan di antara semuanya, yang sudah menyembunyikan belahan dadanya dan memiliki bahan paling banyak yang mampu menutupi sampai tungkai kakinya.
Riyo menunggu sementara sahabatnya yang sedang sangat populer hari ini itu hanya sibuk menghabiskan makan siangnya.
"Lo maunya gue bilang lo udah taken atau belum, Ta?" Kata Riyo lagi tidak sabar.
Andrea menyikut lelaki itu dengan kesal, "Dia lagi hamil kalo elo lupa, Banci!"
"So?" Balas Riyo sama kesalnya karena Andrea menyikutnya dengan kasar, "Ya kan bukan berarti dia nggak bisa deket sama cowok lain lagi kan? Status Thania kan masih sama, single and available. Syukur-syukur kalo tuh lelaki mau tanggung jawab jadi bapaknya tuh bayi, daripada nggak ada yang mau tanggung jawab kan. In any ways, having sex when pregnant is good for the baby, dear."
"Banci nggak waras!" Maki Andrea kesal dengan logika sahabatnya itu.
Thania menghentikan kegiatan mengunyah makanannya. Dia merasa perlu meluruskan satu hal.
"Lo berdua salah paham. Bapaknya bayi gue bukan lelaki berengsek kayak yang kalian duga selama ini. Dia cowok baik-baik, jadi gue nggak mau kalian selalu nganggep dia sebagai lelaki yang nggak bertanggung jawab, apalagi ngomong yang buruk tentang dia."
"Tapi dia emang nggak tanggung jawab dan ninggalin lo, Ta," kata Andrea menyatakan faktanya.
"Dia nggak tahu gue hamil," kata Thania memutuskan jujur dan buru-buru menambahkan sebelum kedua sahabatnya itu menyela, "dan gue nggak berniat bilang sama dia sama sekali tentang kehamilan gue ini. Itu udah keputusan gue. Final."
Baik Andrea maupun Riyo yang hendak mengatakan sesuatu sebelumnya kini mengurungkan niat mereka karena Thania nampak tidak ingin dibantah.
"Jadi gue nggak mau kalian ngomong buruk tentang bapak dari bayi gue kayak yang kalian selalu lakukan sebelumnya." Tambah Thania.
"Tapi suatu saat dia akan tahu kan?" Kata Andrea lagi.
"Nggak kalo gue nggak ketemu sama dia lagi," Kata Thania terdengar yakin.
"Lo nggak akan ketemu dia lagi?" Riyo menaikkan alisnya berpikir, "artinya kalian ONS kan? Dan lo sangat yakin dia cowok baik-baik?"
Thania berdecak, "Jangan berusaha mancing-mancing gue deh, Nci. Apapun yang terjadi gue nggak akan kasih tahu lo siapa bapak bayi gue."
Belum sempat Riyo membalas, Thania kembali berbicara setelah melihat sosok lelaki yang mendekati mereka, "Tuh Davin dateng. Nyet, jangan cerita-cerita ke laki lo tentang kehamilan gue ya. Ini cuma rahasia kita bertiga dulu."
Andrea mengangguk patuh sambil menunggu kedatangan suaminya yang sedang menghampiri mereka.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top