Epilog

"Matanya mirip lo, Ta." Kata Andrea.

"Bibirnya juga mirip si Onta tadi gue lihat." Tambah Riyo menimpali dari balik tirai.

"Kayaknya Nathan cuma kebagian tingginya doang deh. Bongsor nih badannya," kata Andrea lagi.

"Menang banyak lo, Ta," kata Riyo, "Ketahuan siapa yang nafsu pas buatnya."

Andrea tertawa keras menanggapi, "Bener lo, Nci! Gue pernah denger juga tuh. Yang lebih nafsu pas bikinnya yang banyak dapet bagiannya."

Thania berusaha menahan diri untuk tidak membalas saat mendengar ejekan kedua temannya. Dia sedang menyusui bayinya dan Nathan sedang duduk di sampingnya menemani bersama Andrea yang juga berada di balik tirai sementara Riyo dan Davin berada di balik tirai yang tertutup sebagian.

Dia berusaha untuk tidak melihat seperti apa ekspresi Nathan mendengar pembicaraan kurang ajar Andrea dan Riyo tentang dirinya ini karena dia terlalu malu. Namun merasakan lelaki itu mengusap lengannya perlahan dia yakin, Nathan pasti sedang tersenyum pasrah mendengar ejekan kedua orang itu.

Sejujurnya Thania memang mengakui bayinya ini memiliki lebih banyak kemiripan dengannya dibandingkan Nathan. Kedua orang tua lelaki itu juga mengatakan hal yang sama saat mengunjunginya kemarin siang. Dan dia jelas tidak bisa membantah hipotesis kedua sahabatnya kalau mengingat siapa yang lebih agresif antara dia atau Nathan setahun yang lalu dalam proses pembuatannya.

"Ati-ati, Nyet, nanti lo karma loh! Itu di perut lo kan juga lagi ada mini lo." Kata Riyo kepada Andrea membuyarkan lamunan Thania, "Gue bakal ketawa paling keras juga kalo dia mirip banget sama lo."

Andrea terdiam mati kutu. Seketika dia takut kenyataan itu akan terjadi dan dia akan menjadi bahan bulian selanjutnya.

"Mini?" Ulang Thania tidak percaya, "Lo hamil Nyet?"

"Karena lo udah mau dinikahin, sekarang udah ada yang mau dihamilin dong." Kata Riyo menambahkan.

Nathan yang mendengar hal tersebut, menyingkap tirainya sedikit hanya agar bisa mempertemukan pandangannya dengan sahabatnya Davin untuk mengucapkan selamat tanpa terdengar suara, dan dibalas Davin dengan senyuman bahagianya.

"Shut up," kata Andrea kesal. Dia sendiri baru mengetahui fakta ini beberapa hari lalu dan memutuskan tetap mempertahankannya, sesuai keinginan suaminya.

"Heh! Udah nggak boleh ngomong kasar lho," kata Thania, "Kasihan nanti bayi lo kalo keseringan denger kata-kata makian, apalagi kalo nanti bayi lo cewek."

"Memang kenapa kalo cewek?" Tanya Andrea menaikkan alisnya heran.

"Ya kalo di dalam kandungan dengernya kata-kata kasar mulu, nanti gedenya bakal jadi kasar kayak lo. Nanti nggak ada cowok yang tahan sama dia," kekeh Thania, "Tapi nggak apa-apa deh, kalo anak lo cewek, gue rela kok nikahin anak lo sama anak gue. Biar kita jadi besan."

"Lo yakin mau jadi besan sama si Monyet? Judes begitu," tanya Riyo ragu.

"At least gue kenal besan gue. Kalo anaknya bikin anak gue patah hati bisa gue komplen ke nyokapnya. Daripada nanti anak gue ketemu cewek sembarangan." Kata Thania asal yang diiringi tawa lainnya.

"Jadi lo udah dapet nama buat si kecil?" Tanya Andrea lagi.

Thania memandang ke arah Nathan yang duduk di sisinya sebelum mengangguk.

"Teddy." Jawab Thania.

"Teddy?" Ulang Andrea dan Riyo hampir bersamaan.

"Nathan yang pilih namanya. Artinya anugrah dari Tuhan." Katanya sambil memandang sayang kepada bayi di gendongannya.

Baginya dan Nathan, bayi mungil itu adalah anugrah dari Tuhan untuk mereka. Teddy adalah awal dari harapan Thania untuk melanjutkan dan memperbaiki hidupnya. Dan Bayi itu pula yang mempertemukan dan menyatukan dirinya dan Nathan.

***

Nathan menjatuhkan tubuhnya sendiri perlahan dan menundukkan kepalanya semakin dalam, sementara lengannya menopang tubuh di bawahnya untuk mengikuti gerakannya dan berbaring di ranjang pasien tersebut. Bibirnya masih bergerak menuntut melekat di bibir milik Thania di bawahnya.

Dia berusaha untuk tidak terbawa gairahnya karena jelas Thania tidak bisa memuaskannya saat ini. Wanita itu baru melahirkan buah hati mereka dua hari yang lalu dan kini masih dalam masa pemulihan, dan yang dapat dilakukannya saat ini hanyalah memuaskan hasratnya hanya dengan sebatas berciuman dengan wanita itu.

Jam besuk sudah berakhir dan para tamu yang tiada hentinya berkunjung untuk menjenguk Thania dan bayinya semenjak tadi pagi kini sudah pulang.

Para tamu yang mengunjungi Thania selain Andrea, Riyo dan Davin, adalah teman-teman sekantornya yang tidak bisa menutupi rasa penasaran mereka saat melihat Nathan berada di sana mendampingi wanita itu. Baik Nathan maupun Thania tidak berminat untuk mengklarifikasi apapun tentang rasa penasaran mereka yang hanya nampak dari pandangan mereka tanpa bisa disuarakan. Bahkan Nathan dan Thania tidak peduli. Terserah apa yang dipikirkan oleh orang lain, selama hubungan mereka baik-baik saja. Sebentar lagi gosip juga akan kembali beredar setelah Thania menyerahkan surat pernikahannya ke HRD untuk didaftarkan nantinya.

Sementara beberapa keluarga dekat Nathan juga berkunjung untuk membesuk mereka sekaligus berkenalan dengan Thania yang namanya hanya pernah mereka dengar dari kedua orang tua lelaki itu saja. Papa dan Mama Nathan memang sudah berkunjung ke sana kemarin siang, sekaligus mengucapkan selamat kepada keduanya karena Nathan memang sudah menceritakan bahwa wanita itu sudah bersedia dinikahi oleh putra mereka. Dan pada saat yang bersamaan mereka juga sudah menyebarkan berita baik tersebut kepada saudara-saudara dekat mereka, tidak peduli apa tanggapan keluarga mereka tentang calon istri Nathan yang sudah melahirkan bayi mereka sebelum rencana pernikahan mereka.

"Nanti ada yang datang, Nath." kata Thania berusaha menahan lelaki di atasnya tersebut.

"Nggak ada, kok. Kan udah bukan jam besuk," kata Nathan tanpa berniat menjauh sambil kemudian menambahkan, "Mumpung Teddy lagi tidur."

"Ya, tapi tetep bisa ada aja yang masuk." kata Thania kekeuh menyelusupkan tangannya di antara tubuhnya sendiri dengan tubuh Nathan di atasnya.

"Sebentar aja, Tha," kata Nathan sambil mengambil tangan Thania dan menggenggamnya di samping tubuh mereka, "Aku kangen. Kemarin kamu belum bisa banyak gerak dan sepanjang hari ini kita nggak pernah benar-benar berduaan. Kita udah beberapa minggu nggak ketemu, kamu nggak kangen sama aku?"

Kata-kata Nathan barusan membuat Thania mengingat sesuatu. Hal yang sudah diketahuinya beberapa hari lalu dalam keadaan kesakitan, sehingga lupa untuk diklarifikasinya.

"Tapi kamu kan tahu segalanya tentang aku. Kamu kan punya informan," sindirnya, "Aku yang nggak tahu apa-apa dan kira kamu benar-benar ninggalin aku. Jadi harusnya aku yang lebih menderita bukan kamu."

Nathan memamerkan giginya mendengar kata-kata tuduhan Thania yang tidak salah sama sekali. Namun semua hal tersebut dilakukannya hanya semata-mata karena dia ingin memberikan waktu untuk Thania berpikir walaupun dia tidak mungkin membiarkannya sendirian.

Karenanya Nathan memberanikan diri meminta tolong seseorang yang masuk dalam daftar orang mengerikan versinya, yang tidak lain tidak bukan adalah Andrea.

Nathan harus menerima tatapan tertuduh yang diberikan Andrea sebelum meminta bantuan wanita itu, sambil menceritakan kronologis sesingkat-singkatnya mengenai mengapa Thania marah padanya dan tidak mau menemuinya lagi.

Dan untungnya Andrea mau membantunya. Oleh karenanya, selama dua minggu terakhir ini, Nathan menerima setiap laporan kegiatan Thania melalui Andrea sahabatnya. Nathan bahkan memberikan barang belanjaan yang sudah dibelinya untuk keperluan Thania kepada Andrea dan membuat Thania mengira Andrea yang membelikannya.

"Aku nggak punya jalan lain, Tha," kata Nathan mengaku salah, "Kamu marah sama aku dan nggak ijinin aku dekat-dekat kamu lagi."

"Kamu yang mulai," gerutu Thania, "Kamu bilang aku bukan hamil anak kamu."

Nathan meringis mendengar sindiran wanita itu. "Jangan diungkit-ungkit lagi, Tha. Aku salah ngomong gitu. Aku kan udah minta maaf."

"Bukan itu masalahnya. Aku tahu kamu ngomong gitu bukan tanpa alasan. Kamu ngomong seperti itu karena masa lalu aku, yang memang demikian, dan mungkin kamu akan ungkit hal yang sama lagi suatu saat nanti."

Nathan menghela napas, "Thania, aku nggak benar-benar serius waktu bilang itu. Aku frustasi karena kamu nggak mau nikah sama aku. Aku nggak habis pikir kenapa kamu tetap milih nggak nikah sama aku meskipun kita udah tinggal bareng dan aku mau tanggung jawab buat semua perbuatanku."

Thania berdecak kesal. TanganThania mencubit perut Nathan tanpa ampun untuk melampiaskan kekesalannya.

"Adu-duh, Tha. Kok aku dicubit?" Tanya Nathan sambil meringis kesakitan.

"Tanggung jawab! Tanggung jawab! Aku paling kesel denger kata-kata itu keluar dari mulut kamu tau!" Kata Thania sambil mendengus sebal.

"Kenapa?" Tanya Nathan lagi bingung. Tangannya mengusap-usap kulit perutnya yang masih terasa perih karena cubitan wanita itu.

"Aku benci dengar kamu bawa-bawa kata tanggung jawab setiap kamu bilang kamu akan nikahin aku." gerutunya.

Nathan terperangah mendengar kata-kata Thania barusan. Seolah dia mendapatkan pencerahan secara tiba-tiba.

"Itu alasan kamu selama ini nggak mau nikah sama aku?" tanyanya bodoh.

Thania mengangguk perlahan dan enggan.

Nathan memandangnya dengan tidak percaya. Setelah beraneka dugaan yang muncul dikepalanya selama ini mengenai kenapa wanita itu tidak mau menikah dengannya, alasan wanita itu benar-benar diluar logikanya.

"Terus kenapa kamu tiba-tiba berubah pikiran?" tanyanya lagi penasaran.

Thania mencibirkan bibirnya, kesal karena ketidakpekaan lelaki itu sekaligus merasa malu harus menjelaskan dari mulutnya sendiri, "Karena kamu bilang kamu sayang sama aku," jawab Thania sepelan mungkin.

"Kamu bilang apa, Tha?" tanya Nathan lagi karena tidak mendengar apa yang baru saja dikatakan Thania.

Thania mendengus kesal, "Karena kamu bilang kamu sayang sama aku." ulang Thania sekali lagi dengan suara yang lantang dan jelas.

Seharusnya Nathan merasa semakin bingung dengan jawaban Thania yang tidak masuk akal. Namun melihat wajah manis wanita itu yang merona setelah mengatakan alasannya membuat Nathan tidak bisa berpikir mengenai apapun lagi.

Nathan mengelus pipi wanita itu sambil tersenyum menggoda, "Aku bisa bilang sayang ke kamu setiap hari kalau kamu mau."

"Apaan sih," kata Thania sambil menepis tangan lelaki itu karena malu. Sungguh dia merasa apa yang tadi dikatakannya terlalu memalukan.

Nathan mengecup pipi Thania sebelum berbisik di telinganya, "Aku sayang sama kamu, Thania."

Nathan kembali mendekatkan wajahnya dan melekatkan bibirnya dengan bibir dari wanita yang baru saja mengucapkan dua kata dengan sangat pelan sekaligus menggoda.

"Aku juga.."

***

😁🎉
Semoga kalian suka epilog nya
Selamat Idul Fitri buat yang merayakan yaa🙏🏻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top