Uzumaki Naruto
Akulah yang pertama kali berada di sampingmu, bukan dirinya.
Saat ia masih berumur empat tahun, orangtuanya sudah meninggal. Ia tahu bagaimana rasa kesepian di umurnya yang masih begitu muda. Tidak memiliki seseorang untuk diajak bicara, juga tidak ada yang menyambutnya saat ia kembali. Namun, Y/N tahu bahwa ia tidak seorang diri. Ada seorang anak laki-laki mengalami nasib yang sama dengannya atau mungkin lebih buruk.
Anak laki-laki itu bernama Uzumaki Naruto.
Y/N menyadari raut wajah Naruto saat memandang anak-anak lain yang pulang bergandengan tangan dengan orangtua mereka. Ia tahu arti dari ekspresi Naruto saat itu, karena ia selalu melihatnya ketika bercermin.
Mungkin karena merasa memiliki teman dengan nasib yang sama, mungkin juga karena ia sangat ingin memiliki seorang teman. Saat itu Y/N menghampiri Naruto dengan senyum lebar dan tangan terjulur.
“Hai, namaku Y/N. Mau bermain denganku?”
Y/N bersumpah hari itu adalah pertama kalinya ia melihat Naruto memberikan cengiran lebar yang terlihat tulus.
“Tentu saja!”
***
Akulah yang pertama kali menolongmu, bukan dirinya.
“Naruto!”
Y/N tidak pernah berlari begitu kencang dalam hidupnya. Kaki kecilnya bergerak secepat mungkin. Pemandangan Naruto yang tergeletak dengan memar di wajah sudah cukup menjadi pemicu agar kaki Y/N tetap berlari meski dadanya sudah terasa sakit. Tidak dipedulikan kantung belanjaannya dibiarkan di atas tanah.
“Naruto! Naruto! Kau baik-baik saja?” tanya Y/N bertubi-tubi. Gadis kecil itu memangku kepala Naruto sembari menepuk ringan pipi temannya, berusaha untuk tidak menambah luka pada wajahnya.
Naruto membuka mata lalu nyengir. “Tenang saja. Luka seperti ini tidak menjadi masalah untukku.”
Y/N menghela nafas pasrah lalu menggeleng. “Kau ini benar-benar ya! Baru kutinggal sebentar untuk membeli camilan, wajahmu sudah babak belur. Katakan padaku, apa yang terjadi?”
“Aku dipukuli,” kata Naruto sambil berusaha untuk duduk. Ia meringis saat Y/N menyentuh pipinya hati-hati. “Ada seorang gadis kecil dikerumuni tiga anak laki-laki. Kupikir aku harus menolongnya. Hmmm ... kalau aku tidak salah dengar, sepertinya gadis kecil itu dipanggil nona.”
“Astaga ...” Y/N melipat kedua tangannya di depan dada. “Naruto jangan terlalu gegabah. Beruntung masih ada aku yang mencarimu. Bagaimana kalau kau terluka parah dan aku tidak ada untuk menolongmu, hah? Kau ini ... selalu saja bikin orang lain khawatir.”
Naruto hanya menggaruk belakang kepalanya dan memperlihatkan cengiran lebar saat Y/N menyentil dahinya.
“Hehehe ... terima kasih ya Y/N-chan.”
“Terima kasihnya nanti saja. Sekarang, kau bisa berdiri tidak? Aku akan mengobatimu di rumahku, setelah itu akan kumasakkan ramen sebagai hadiah karena sudah bertindak berani. Bagaimana?” Y/N sudah yakin dengan jawaban Naruto, tapi saat melihat raut bahagia di wajah memarnya, Y/N merasa ikut bahagia.
Ia menghabiskan sorenya dengan berusaha menyeimbangkan tubuh Naruto yang bersandar padanya dan menenteng kantung belanjaan di tangannya yang lain.
***
Akulah yang pertama kali mengakuimu, bukan dirinya.
Naruto menghela nafas kecewa. “Aku gagal ujian lagi.”
Kedua kakinya mengayun, menendang air sungai yang mendinginkan ujung kaki hingga batas pahanya. Kedua lengan menopang tubuhnya yang condong ke belakang, sementara kepalanya mendongak, menatap langit musim panas yang biru dengan sedikit semburat putih. Baik ekspresi maupun sorot mata mengatakan bahwa ia tidak sedang baik-baik saja.
“Jangan patah semangat begitu,” Y/N menepuk punggung Naruto, mencoba untuk menyalurkan semangat. “Masih ada kesempatan berikutnya. Kalau menyerah sekarang, tidak akan bisa menjadi Hokage, lho.”
Tidak ada balasan yang berarti dari Naruto. Bocah pirang itu sibuk dengan pikirannnya. Tidak banyak orang yang menyadari bahwa Naruto juga bisa melepaskan cengirannya, bahwa Naruto tidak selamanya bocah pembuat onar yang dikatakan oleh warga desa.
“Naruto percaya padaku, tidak?” tanya Y/N. Tatapannya mengarah ke atas, membiarkan retinanya penuh dengan pemandangan langit yang perlahan berubah warna.
“Tentu saja.”
“Kalau begitu, Naruto harus percaya padaku saat kukatakan kalau kau itu kuat,” Y/N menurunkan pandangan, memilih untuk memusatkan perhatiannya pada sorot penuh tanda tanya dari Naruto. “Orang yang memiliki mimpi menjadi seorang Hokage pasti orang yang hebat. Jadi Naruto tidak boleh menyerah karena gagal ujian. Kalau ujian saja menyerah, bagaimana mau menjadi shinobi terkuat?
“Kalau masih belum semangat juga, kutraktir ramen Paman Teuchi saja, bagaimana?” lanjut Y/N dengan sebelah alis terangkat.
Perlahan tapi pasti, wajah Naruto berubah. Dahinya tidak lagi mengerut penuh dengan pikiran negatif, kedua sudut bibirnya perlahan tertarik memperlihatkan deretan gigi putih. Tangannya mengepal, meninju udara dengan penuh semangat dan antusias.
“Yosha! Aku bisa pilih topping apa saja ya?”
***
Akulah ... yang pertama kali mencintaimu, bukan dirinya.
Senyuman lebar merekah di wajah keduanya. Tepat tiga tahun setelah Naruto meninggalkan desa untuk berlatih dengan salah satu Sannin legendaris, akhirnya ia bisa melihat wajah teman kecilnya lagi. Rasa rindu meluap dan bergejolak hingga Y/N tidak bisa menahan dirinya. Sesaat setelah ia mengundang Naruto untuk masuk ke rumahnya, Y/N menghambur pada Naruto.
Perasaan lega menyelimutinya saat Naruto juga berkata ia merindukan dirinya dengan kedua lengan memeluknya.
“Aaahh ... aku rindu padamu, Y/N-chan. Tiga tahun tanpa ramen buatanmu rasanya ... seperti ada yang tidak lengkap,” aku Naruto saat keduanya sudah saling menjauhkan diri. Naruto menatapnya dengan pandangan memohon. “Karena itu buatkan aku ramen, ya? Ya? Ya?”
Y/N tersenyum mengiyakan. Lagipula siapa dirinya hingga mampu menolak keinginan Naruto. Saat dirinya masih kecil, tidak begitu terasa. Ia selalu menganggap perasaannya adalah perasaan seorang teman pada temannya. Namun, saat Naruto berada jauh darinya. Y/N menyadari satu hal.
Ia jatuh cinta pada teman kecilnya, Uzumaki Naruto.
“Ne, ne, Y/N-chan. Sepertinya ada yang berubah darimu, ya?” Naruto bertanya saat Y/N disibukkan dengan peralatan memasaknya.
Y/N hanya menoleh sejenak lalu kembali fokus pada ramen. “Benarkah? Kurasa semua orang pasti berubah setelah tiga tahun. Aku yakin kau jauh lebih kuat dari saat terakhir kali aku melihatmu.”
“Tentu saja,” Naruto mengiyakan dengan cepat. Ia menerima mangkuk ramen buatan Y/N dengan penuh suka cita. “Wahh ... rasanya rindu sekali dengan ramen buatan Y/N-chan!”
Sebelah alis Y/N terangkat. “Hanya ramenku saja? Tidak padaku?”
Naruto mengangkat kedua tangannya panik dengan pertanyaan yang tiba-tiba terlontar. Gerakannya berubah defensif hingga memancing tawa Y/N.
“Tidak, tidak. Tidak hanya ramennya saja. Aku juga sangat-sangat merindukan Y/N-chan. Sungguh.”
“Baiklah. Aku percaya padamu,” Y/N tersenyum kecil.”Cepat habiskan ramenmu. Kau harus istirahat setelah menempuh perjalanan yang jauh.”
Naruto tidak tahu betapa terpengaruhnya ia dengan kalimat sederhana itu. ‘Aku merindukanmu’ adalah kalimat yang sangat sederhana, terutama untuk orang yang sudah saling mengenal begitu lama. Namun, Y/N tidak bisa menghentikan detak jantungnya yang tiba-tiba saja menggila saat mendengarnya.
***
Y/N bergerak selincah mungkin menghindari kayu yang dikeluarkan oleh Jyuubi. Sudah banyak shinobi yang tewas hanya karena serangan kecil seperti ini. Ia memang bukan shinobi sehebat Naruto, juga tidak bisa sekuat Sakura, tapi setidaknya ia bisa bertahan dari serangan remeh seperti ini.
Jauh di depannya, Y/N melihat Naruto tengah berlutut dengan kepala seseorang di pangkuannya. Ia terpengarah menyadari bahwa Nejilah yang tewas. Melihat Hinata yang berada tidak jauh dari Naruto begitu juga dengan Hiashi-sama, Y/N mengetahui bahwa Neji mati melindungi Naruto dan Hinata.
Sialnya, ia tidak boleh mengalihkan pandangan dari lawan walau hanya sekejap mata di medan perang. Karena sesaat setelah ia memperhatikan Naruto, saat itulah Jyuubi kembali melemparkan kayu-kayunya.
Kakinya tidak bisa bergerak secepat yang ia inginkan, tubuhnya menjadi sedikit kaku karena kakinya tidak berpijak dengan posisi yang benar, namun di tengah riuhnya teriakan para shinobi yang bertarung, Y/N masih bisa menggunakan otaknya di saat terakhir. Tangannya membentuk segel dengan cepat, menggandakan dirinya, lalu mendorong dirinya dari jangkauan serangan Jyuubi. Sayangnya ... apa yang ia lakukan tidak membuahkan hasil terlalu lama. Jyuubi terus melakukan serangan acak.
Y/N terlambat bereaksi karena tubuhnya mulai kelelahan, nafasnya sesak dan kakinya terlalu berat untuk digunakan. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan sekarang adalah menghindari serangan mengenai titik vitalnya.
Gadis itu berlutut, berusaha menekan pendarahan di perutnya. Sia-sia. Diameter kayunya terlalu besar hingga menghindari titik vital pun menjadi percuma. Pandangannya perlahan mengabur, namun masih bisa terfokus pada satu arah di depan. Pemandangan Naruto yang bergandengan tangan dengan Hinata adalah pemandangan terakhir yang mampu ditangkap retinanya.
“Yang benar saja,” Y/N meringis.
Bibirnya mengukir senyum pahit yang dipaksakan. Pada akhirnya bukan ia yang mampu bersanding dengan Naruto. Bukan ia yang mampu memberikan Naruto kekuatan di saat kritis. Bukan dirinya yang sanggup bersama Naruto sampai akhir. Inilah akhirnya, tewas di medan perang bersama dengan ribuan shinobi lainnya, hanya bisa berharap untuk terus diingat saat tubuh sudah menjadi abu.
Terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, Y/N tidak menyadari jika Naruto berlari ke arahnya sembari meneriakkan namanya.
“Tidak. Jangan dirimu juga, Y/N-chan. Kumohon bertahanlah,” Naruto memangku kepala Y/N dengan hati-hati. Chakra Kurama yang diberikan juga tidak mampu mengembalikan nyawa Y/N yang sudah di ambang kematian.
“Y/N-chan ...”
“Jaga dirimu, ya?” begitu banyak yang ingin Y/N sampaikan pada cinta sejak kecilnya, namun hanya itu yang mampu ia ucapkan.
Yah ... biarlah perasaan cintanya pada Naruto tetap menjadi miliknya sendiri. Tidak perlu ada seorang pun yang tahu. Perasaannya hanya akan membebani Naruto untuk saat ini. Y/N membiarkan dirinya tenggelam oleh aroma tubuh Naruto, menghibur dirinya saat melihat air mata di iris biru teman kecilnya. Itu pertanda Naruto juga menyayanginya, kan? Walau perasaannya jauh berbeda dengan apa yang dirasakannya.
Karena walaupun ia adalah yang pertama dalam hidup Naruto, pada akhirnya bukan ia yang pantas mendapatkan cintanya. Sampai mati gelarnya hanyalah seorang sahabat bagi pria yang begitu ia cintai.
Semangat buat kalian yang UAS hari senin besok ya!! Maini hpnya kurangin, bukunya juga dibaca lagi dan yang pasti Jangan Nyontek!!
Semoga beruntung kalian semua...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top