Uzumaki Naruto

"Kau curang," dengusku.

"Aku tidak curang, Y/N. Aku memang tidak bisa membantumu saat ini," balas Naruto dengan cengirannya. Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur sementara aku menatap nanar ruangan yang luar biasa berantakan ini.

Sepulang misi, aku bertemu dengan Sakura yang berkata kalau Naruto sudah bisa membuat jurus baru yang lebih hebat dari rasengan, ia juga menceritakan keadaan Naruto setelah memakai jurus itu dan peringatan dari Tsunade-sama. Mendengar hal ini aku buru-buru pamit pada Sakura, lalu menuju kantor Hokage dengan kecepatan luar biasa. Begitu tahu apa saja yang terjadi selama misinya, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak khawatir pada pemuda pirang itu, Tsunade-sama juga berpesan agar ia tidak terlalu sering menggunakan tangannya yang sedang terluka. Jadilah aku berakhir di kamar penuh sampah ini.

Kakiku berjalan cepat ke arah apartemen Naruto, siap membantunya kalau ia membutuhkan bantuan, tidak peduli kalau sudah senja dan aku hanya akan menganggu waktu istirahatnya. Saat melihatku Naruto terlihat girang dengan cengiran dan mata birunya yang berbinar membuatku senang, tapi saat ia berkata kalau kamarnya sedang berantakan aku bersikeras untuk melihatnya dan akan membantunya membersihkan apapun yang berantakan. Sayangnya, ia berkelit dengan cara tangannya tidak boleh terlalu banyak digunakan saat ini.

"Apa kamarmu selalu seperti ini kalau aku tidak datang?" tanyaku sambil mengangkat cup ramen instan kosong yang biasa ia makan.

"Aku terlalu malas untuk membereskannya, toh aku tidak sesering itu berada di rumah," sahut Naruto sambil mengangkat bahunya cuek. Ia sama sekali tidak terganggu dengan banyaknya barang-barang yang berserakan di lantai.

Aku bungkam. Tidak terbiasa bekerja sambil mengobrol, tapi sepertinya Naruto menganggap bungkamku sebagai tanda kesal karena ia menghela nafas lalu turun dari kasurnya dan mengambil salah satu plastik berisi sampah untuk di buang nanti.

"Apa yang kau lakukan, Naruto? Tanganmu belum sembuh benar," kataku memperingatkan sambil mencoba merebut kantung sampah yang ada di tangannya.

"Tanganku hanya tidak bisa digunakan sementara, Y/N, bukannya lumpuh untuk selamanya. Lagipula kalau mengangkat plastik sampah dengan satu tangan saja aku tidak bisa, tidak akan mungkin menjadi Hokage, kan?" jawab Naruto sambil memamerkan otot lengannya.

Aku hanya bisa mengalah karena tidak mungkin membantah shinobi paling keras kepala yang pernah kutemui. Pembicaraan selama bekerja didominasi oleh Naruto yang bercerita tentang seperti apa jurus barunya yang dinamai fuuton: rasen shuriken, bagaimana ia bisa menguasainya dan keadaan anggota Akatsuki incarannya setelah terkena jurus barunya. Aku tersenyum dalam diam menyadari sosok yang dulunya hanya menjadi bahan gosip desa, sekarang berubah menjadi sosok yang begitu diandalkan. Terkadang aku merindukan sosok Naruto yang biasa mengajakku untuk mencoret patung Hokage.

"Y/N? Halo, Y/N kau di sana?" Naruto mengibaskan tangannya di depan wajahku.

"Ada apa?"

"Harusnya aku yang bertanya seperti itu padamu. Ada apa denganmu? Pekerjaan kita sudah selesai, tapi kau masih terus menyapu," Naruto memperhatikan wajahku dengan intens. "Sepertinya kau kelelahan, lebih baik istirahat saja dulu."

Aku mengangguk, menuruti saran dari Naruto. Pilihan tempat pertamaku untuk istirahat adalah bangku dapur, walaupun Naruto tetap memaksaku untuk beristirahat di kasurnya, aku tetap menolak karena satu alasan. Aku harus membuat makanan untuk Naruto dan pastinya itu adalah ramen.

"Hey, Y/N?"

"Hm?" aku menatap Naruto yang memasang wajah memelas sambil memegangi perutnya.

"Apa kau tidak mendengar suara perutku barusan? Rasanya perutku kosong setelah melakukan pekerjaan yang melelahkan itu," sekarang Naruto mulai mengusap-usap perutnya yang kali ini bunyinya kudengar. Benar, kan? Kalau aku memilih kasurnya, aku akan merasa kesal karena istirahatku sudah diganggu.

Aku tidak bisa mengelak kalau Naruto sedang menampakkan raut wajahnya yang lucu. Bagaimana bisa ia berlatih setiap hari sampai tidak pulang dan hanya makan saat perutnya benar-benar kosong, sedangkan yang baru ia lakukan barusan hanyalah membantuku membuang plastik berisi sampah sampai keluar apartemen? Aku tidak akan pernah bisa memahami cara kerja otaknya.

"Kapan terakhir kali kau makan?" tanyaku sambil memanaskan air.

Naruto terlihat berpikir sebentar sebelum menjawab. "Tepat sebelum kau datang. Ya, kurasa terakhir kali aku makan adalah sebelum kau datang."

Tanpa bisa kutahan, mataku melirik jam yang tergantung tidak jauh dari tempatku berdiri. Hampir saja aku tertawa menyadari aku baru berada di sini empat jam yang lalu. Hebatnya orang yang kusayangi ini, ia tidak memikirkan perutnya saat berlatih, melaksanakan misi atau berdebat dengan Kakashi-sensei atau Tsunade-sama, tapi ia tidak bisa menahan laparnya hanya untuk empat jam setelah membuang sampah?

Setelah selesai, aku menyerahkan ramennya pada Naruto yang sekarang bertampang lucu lagi. Ia menatapku seolah-olah aku sedang bercanda dan ramen di hadapannya hanyalah tipuan semata. Sebelah alisku terangkat, bertanya ada apa tanpa suara.

"Tangan kananku sedang tidak bisa digunakan, Y/N. Aku sudah mencoba makan dengan tangan kiri di kedai ramen Paman Teuchi siang tadi, hasilnya sama sekali tidak bagus sampai Kakashi-sensei akhirnya menyuapiku," jelas Naruto. Lagi-lagi aku harus menahan tawa saat membayangkan Kakashi-sensei menyuapi Naruto dengan senyuman khasnya. Entah apa yang dipikirkan Kakashi-sensei, tapi kalau aku berada di sana tadi siang, aku akan menjadi orang pertama yang tertawa melihat pemandangan itu.

"Jadi maksudmu, kau ingin agar aku..." sengaja kugantungkan kalimatku agar Naruto menjawabnya. Aku tahu apa yang ia inginkan, tapi hal ini baru pertama kali kulakukan dan rasanya malu sekali. Berbeda denganku, Naruto tidak terlihat terlalu peduli dengan hal itu.

"Aku ingin memakan ramennya dari tanganmu, Y/N," ucap Naruto. Aku tidak memiliki pilihan lain selain menurutinya. Tidak ada yang bisa kulakukan saat berhadapan dengan tatapan mata memelas dari iris birunya.

Naruto selalu membuka mulutnya dan mengunyah dengan cepat, cara makannya masih terburu-buru walaupun aku menyuapinya. Aku melihatnya dengan aneh saat ia tertawa masih dengan ramen yang bergelantung di bibirnya. Aku menatapnya tajam, sementara Naruto mengangkat kedua tangannya defensif.

"Aku hanya berpikir kalau kau cocok sekali di sini."

"Maksudmu?"

"Keberadaanmu membuat rumahku menjadi lebih hidup, kau juga membuat dapur ini berguna, aku yakin kalau lantai kamarku bisa bicara mereka akan berkata terima kasih karena sudah lama sekali sejak lantai itu terlihat bentuknya. Kau juga mengurusku dengan sangat baik, Y/N. Rasanya kau memang harus berada di sini lebih sering," ucap Naruto. Ia berbicara tanpa melepaskan tatapannya dariku, sementara aku hanya tersenyum menanggapinya.

"Tentu saja aku harus mengurusmu dengan baik. Kalau bukan aku, siapa lagi yang akan melakukannya?" balasku. Menyadari isi cup yang kupegang sudah tandas kurang dari tiga menit, aku membuangnya ke tempat sampah. Bulan sudah terlihat tinggi, pertanda sudah larut malam. "Naruto, kurasa aku harus pulang sekarang. Aku tidak ingin menganggu waktu istirahatmu."

Ia langsung menahan lenganku dan kembali memasang wajah memelas. "Jangan pergi, menginaplah di sini."

"Jangan bercanda, Naruto. Tempat tidurmu hanya satu dan aku tidak ingin tidur di lantai."

"Kalau begitu biar aku yang tidur di lantai," balas Naruto yang masih bersikeras.

"Mana mungkin aku membiarkanmu tidur di lantai dengan kondisi yang masih seperti itu?" bantahku lagi.

"Hm... kalau begitu kita tidur bersama saja di tempat tidurku, mudah kan?" tanpa mendengarkan argumenku dulu, ia sudah menyeretku ke arah kasurnya dengan satu tangan. Sulit dipercaya ia bisa menyeretku dengan satu tangan, sementara aku memakai chakra untuk menahan kaki. Kurasa dalam hati aku juga masih ingin bersamanya.

Pertama ia membaringkan dirinya terlebih dulu, lalu menarik tanganku agar aku berada di atasnya. Beberapa kali ia bergerak untuk mendapatkan posisi yang nyaman, tangannya yang dibalut menggantung melewati tempat tidur, dan hal selanjutnya yang kutahu adalah suara nafas Naruto yang mulai teratur, ia hanya sempat berkata 'selamat tidur' dan tenggelam di alam bawah sadarnya.

Aku menghela nafas perlahan, rasanya tidak mungkin bergerak dengan cengkraman kuat Naruto yang melingkari pinggangku. Tidak ada pilihan lain selain menginap di sini.

"Selamat tidur, Naruto," ucapku pelan agar tidak membangunkannya, lalu mengikuti jejaknya.

Untuk Fhira_Uchiha06 maaf ya kalo feel nya gak dapet...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top