Uzumaki Nagato
Amegakure selalu dibasahi hujan. Desa ini memang terlihat selalu menangis dan menampakkan kelemahannya, mungkin karena itulah Yahiko ingin mengubah desa ini. Jubah yang menjadi simbol Akatsuki membuat tubuhku terasa lebih hangat saat hujan menerpa desa. Entah kenapa, jubah itu tidak berfungsi seperti biasanya tadi malam. Aku masih merasa kedinginan walaupun sudah memakai pakaianku yang biasanya, terutama saat Nagato hampir kehilangan kendali lagi. Beruntung Yahiko langsung menghentikannya.
Pagi ini aku terbangun dengan tidak mendengar suara percikan air dari atap, begitu kuingat sedang dimana kami, aku tersenyum tipis. Kami sedang menerima misi dari sebuah kota di dekat desa yang berkata kalau keamanan di kota mereka semakin memburuk. Rasanya enak juga sesekali dibangunkan oleh langit cerah tanpa ada tetesan air yang turun, tapi pikiran menyenangkan itu langsung kandas lantaran melihat raut wajah Nagato.
"Ada apa Nagato? Kenapa wajahmu seperti itu?" tanyaku. Aku menghampirinya yang duduk bersandar dengan dinding tempat kami sementara tinggal.
Nagato mendongak saat mendengar suaraku, lalu tersenyum tipis. "Tidak apa-apa Y/N, hanya aneh saja saat terbangun tidak ada tetesan air hujan yang kulihat dari jendela."
Aku mengernyit menatap wajah Nagato. Jelas sekali kalau senyumnya dipaksakan, tatapan matanya kosong seakan sedang memikirkan sesuatu yang penting dan tidak ingin ada seorang pun yang tahu. Pikiranku kembali pada saat Nagato yang hampir kehilangan kendalinya tadi malam. Aku menghela nafas pelan, mengetahui kalau hal itulah yang membuatnya bersedih sekarang.
"Dasar pembohong," ucapku. Mengabaikan tatapan herannya, aku mengambil tempat disamping Nagato untuk duduk sambil memeluk kedua lututku. "Tidak mungkin kau yang ingin membantu Yahiko untuk menghentikan hujan di desa kita malah sedih saat hujan itu tidak ada. Kau bukan pembohong yang baik, Nagato."
"Terlihat ya?" gumam Nagato. Ia menundukkan kepalanya, menghindari tatapan yang kuberikan.
"Sekarang ceritakan padaku, apa yang membuatmu sedih di pagi yang sangat cerah ini?" bujukku. Aku sudah hidup bersama dengan mereka terlalu lama untuk tahu bagaimana caranya membujuk mereka untuk menceritakan sesuatu padaku yang tidak mereka ceritakan pada orang lain.
"Aku takut dengan kekuatanku, Y/N. Kau ingat, terakhir kali kupakai kekuatanku, seseorang telah meninggal dan aku yang membunuhnya. Saat itu masih ada Jiraiya-sensei yang akan membantuku untuk menekan kekuatanku sampai ke batas tidak membahayakan, tapi sekarang? Ia sudah tidak ada. Tidak ada yang bisa membantuku, Y/N," kata Nagato. Ia mengangkat kedua tangannya dan menatap mereka seperti benda menjijikan yang harus segera di singkirkan.
Aku mendengus pelan. "Kurasa kau salah besar kalau berkata tidak ada yang bisa membantumu. Kau masih memiliki kami, kau masih punya Yahiko, Konan dan aku. Kenapa berpikir kalau kami tidak bisa membantumu? Apa jangan-jangan kau tidak menganggap keberadan kami, ya?" ucapku bercanda. "Aku jadi merasa tersinggung nih."
"Bukan itu maksudku."
"Tidak perlu khawatir," sahutku sambil terkekeh. "Aku hanya ingin berkata kalau kau tidak sendirian di sini, Nagato. Aku akan membantumu semampuku, aku akan menjadi kekuatanmu kalau kau mempercayaiku, aku sudah bersumpah dalam hati pada diriku sendiri untuk melindungi orang yang berharga bagiku dan aku tidak berniat untuk mengingkari kata-kataku sendiri."
Nagato menatapku intens, aku tidak tahu apa arti tatapannya itu. Perlahan tangannya bergerak untuk menggenggam tanganku, sedikit demi sedikit sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman yang sangat kukenali membuatku mengikuti senyumannya. Emosi di matanya masih terlihat sama, tapi jika diperhatikan lebih baik sudah ada rasa damai di sana.
"Kenapa kau begitu baik padaku, Y/N? Aku hanya seseorang dengan kemampuan langka yang bahkan belum bisa mengendalikan kekuatannya sendiri," tanya Nagato. Ia terdengar sangat frustasi dengan kelemahannya ini, kelemahan yang kulihat sebagai keunikan dan kekuatannya.
Aku menghembuskan nafas, heran dengan pertanyaan konyolnya. Kami sudah bersama sejak lama, tapi kenapa ia masih saja mempermasalahkan kenapa aku baik padanya atau tidak. Aku menggenggam erat tangan Nagato yang terasa sangat besar di tanganku, lalu menatap matanya yang berpola unik.
"Dengar, Nagato. Aku tidak harus memiliki alasan kenapa aku baik padamu atau pada yang lainnya karena kita sudah bersama sejak masih kecil, diajarkan oleh guru yang sama, memakan makanan yang sama dan mengalami nasib yang sama selama ini, tapi kalau kau benar-benar ini mengetahuinya, akan kuberitahu," ucapku padanya. "Aku baik padamu karena aku menyayangimu, aku peduli padamu karena aku mencintaimu."
Nagato tertegun sesaat, tampaknya ia masih belum bisa mencerna informasi baru ini dengan baik. Rinnegannya menembus mataku, bergerak mencari kejujuran dalam tatapanku, tapi aku juga tidak main-main. Aku memang benar mencintainya, sejak pertama kali mata kami beradu tatapan. Terdengar mustahil dan terlalu mengada-ada, tapi tatapannya yang penuh harapan membuatku bersemangat untuk bertahan hidup demi bersamanya.
"Katakan sekali lagi padaku, Y/N."
"Apanya?"
"Katakan perasaanmu padaku sekali lagi."
"Aku mencintaimu, Nagato. Aku sudah merasakan perasaan itu sejak dulu, karena itu kembalilah menjadi Nagato yang periang seperti dulu, Nagato yang tersenyum saat mendengar ocehan Jiraiya-sensei, karena saat itulah aku menyadari perasaanku."
Tanganku terangkat untuk menangkup pipinya, tanganku saling mengait di belakang lehernya saat tidak ada tanda penolakan darinya, membuatku sangat lega. Sedetik kemudian, Nagato menjatuhkan kepalanya di lekukan leherku, menggesekkan pipinya di bahuku, rambut merahnya menggelitik leherku, hembusan nafasnya membuat tengkukku terasa hangat.
"Aku merasakan perasaan yang sama, Y/N," bisik Nagato. Ia menjauhkan wajahnya dan menatapku lekat-lekat. "Jadilah kekuatanku, tetap berada di sisiku dalam waktu yang lama. Berjanjilah kalau kau tidak akan meninggalkanku."
"Aku janji."
***
Mataku melebar saat melihat Yahiko menusukkan dirinya sendiri pada kunai yang dipegang oleh Yahiko. Bukan hanya aku, tapi juga Konan dan Nagato tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Yahiko. Sialnya, tidak ada yang bisa kulakukan saat ini untuk menolong mereka, shinobi Konoha sedang mengangkat kunainya ke leherku, begitu juga dengan keadaan Konan.
Yahiko membisikkan sesuatu di telinga Nagato yang tidak bisa kudengar karena teriakan tidak percaya dari Konan. Shinobi Konoha dan Ame bersatu untuk menghancurkan Akatsuki yang sudah kami bangun dengan susah payah, sekilas kulihat raut wajah puas dari Danzo membuat amarahku bangkit. Tepat saat Yahiko tumbang, aku menghajar siapapun yang menyekapku, tidak kupedulikan kunai yang sempat menggores kulit leherku membuat aliran berwarna merah terlihat jelas di sana.
Teriakan Nagato tidak membuat perhatianku teralihkan, yang kuinginkan saat ini hanyalah kedua pemimpin yang berani membuat Nagato memilih antara aku dan Konan atau Yahiko. Danzo dan Hanzo. Aku tidak memperhatikan orang-orang yang mulai berlarian karena jurus yang dikeluarkan Nagato, tapi saat mendengar suara ledakan mau tidak mau aku menoleh dan saat itulah sesuatu yang dingin menembus tubuhku.
"Y/N!!"
Raut wajah Hanzo langsung menghilang dari pandanganku, terganti dengan raut wajah Nagato yang luar biasa khawatir. Tangannya menyangga tubuhku agar tidak menyentuh tanah, tangannya yang bebas menyingkirkan rambut yang menghalangi wajahku.
"Bertahanlah, Y/N. Kau sudah berjanji untuk tidak meninggalkanku, kan? Kau sudah berjanji!" teriak Nagato. Aku tidak sempat memperhatikan sekelilingku karena Nagato sudah menyita semua perhatianku.
Aku mencoba untuk tersenyum. "Itu adalah hal yang sangat kusesali, Nagato. Maafkan aku."
Sebelum pandanganku perlahan kabur dan menggelap, terlihat sosok Konan yang menatapku sedih. Teriakan Nagato yang memanggil namaku masih sangat terdengar, begitu juga sentuhannya di wajahku, tapi hal yang terakhir kurasakan adalah bibirnya yang mencium dahiku. Aku tahu saat yang akan mereka lalui ke depan adalah saat yang sangat berat, tapi aku yakin mereka akan bertahan untuk mewujudkan cita-cita Akatsuki. Ya, satu-satunya hal yang kusesalkan adalah tidak bisa melihatnya mewujudkan cita-citanya. Hanya itu.
Untuk kemilautata
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top