Uchiha Shisui *Modern*

Beberapa hari lalu tunangannya, Y/N, secara tidak sengaja terpeleset di tangga trotoar yang licin. Shisui sudah mengingatkannya berulang kali untuk hati-hati berjalan di trotoar setelah hujan turun, tetapi Y/N terlalu keras kepala untuk mendengarkannya. Saat kejadian, Shisui sedang bekerja sehingga ia tidak menyaksikan langsung bagaimana gadis itu terpeleset—kalau ia bersama Y/N, mana mungkin ia membiarkan gadisnya terjatuh.

Shisui bersumpah jantungnya tidak pernah berdetak begitu cepat seperti saat rumah sakit menelpon dan berkata bahwa Y/N kecelakaan. Pikirannya berubah liar, membayangkan skenario terburuk bahkan ia beberapa kali mengumpat ketika memikirkan kemungkinan bahwa Y/N dalam keadaan kritis. Tidak peduli sedang rapat dengan presiden perusahaan lain, Shisui langsung berlari menyusul Y/N dengan kecepatan fantastis. Shisui yakin, hari itu ia melanggar setidaknya enam rambu lalu lintas.

Ia berulang kali mengucap syukur dalam hati ketika dokter menginformasikan bahwa Y/N hanya mengalami patah tulang pada pergelangan tangan kanannya. Setidaknya, luka yang gadisnya derita masih jauh lebih baik daripada bayangan liarnya. Namun, masalah baru muncul. Dengan keadaan Y/N sekarang, bagaimana gadis itu akan menjalani kehidupan sehari-harinya?

“Aku akan baik-baik saja Shisui,” gumam Y/N berusaha meredam kekhawatiran Shisui.

“Kau juga berkata seperti itu pagi ini dan lihat bagaimana akhirnya,” tuding Shisui. Ia mengacak rambutnya, frustasi dengan kekeras kepalaan gadisnya. “Aku tidak bisa membiarkanmu sendirian dengan keadaan seperti ini. Apa kedua orangtuamu di rumah?”

Y/N menggeleng. “Mereka sedang liburan ke Australia. Aku tidak ingin memaksa mereka pulang hanya karena luka ringan seperti ini.”

“Patah tulang bukan luka ringan, Sayangku,” desah Shisui jengah.

Ia, tanpa diragukan, sangat mencintai gadis di hadapannya, tetapi dalam beberapa momen ia selalu bertanya-tanya dalam hati apa yang dipikirkan oleh gadis itu. Bagaimana bisa Y/N meremehkan luka seperti ini? Apa gadis itu tidak sadar bahaya macam apa yang akan menantinya jika ia berada sendirian di rumah dengan tangan dominan yang tidak bisa digunakan?

“Kau akan tinggal di apartemenku hingga tanganmu sembuh,” putus Shisui final. Sebelum Y/N sempat protes, ia melanjutkan. “Aku yang memberitahu orangtuamu sekaligus meminta izin agar kau tinggal bersamaku untuk sementara waktu.”

“Tapi aku tidak apa-apa di rumah sendirian. Aku tidak ingin mengganggu waktu privasimu,” protes Y/N setengah hati.


Shisui menangkup wajah Y/N lembut. “Kau tidak akan mengganggu Y/N. Seluruh waktuku, bahkan waktu privasiku, hanya untukmu.”

“Shisui ...”

“Kumohon, turuti permintaanku ini,” gumam Shisui. Ia mengadukan dahinya dengan dahi Y/N, sesaat napas mereka seolah bersatu. “Aku tidak ingin kau terluka lebih parah dari ini, Y/N. Kita berdua tahu bagaimana cerobohnya dirimu.”

Y/N terkekeh pelan, tidak mengelak saat Shisui berkomentar tentang sikap cerobohnya, lalu mengangguk setuju. “Baiklah, aku akan tinggal bersamamu. Jangan protes kalau nanti aku akan menyusahkanmu ya?”

Sesaat setelah Y/N diperbolehkan untuk pulang dari rumah sakit, Shisui bersumpah pada dirinya sendiri untuk menjaga Y/N dengan ekstra. Tidak ada yang lebih mengiris hati Shisui daripada menyaksikan Y/N berusaha menahan sakit atau ekspresi sedihnya karena tidak mampu melakukan sesuatu. Ia bahkan rela jika ia harus membantu tunangannya untuk melakukan hal-hal remeh seperti mencuci rambut dan membantu gadisnya melakukan rutinitas malam.

“Maaf karena merepotkanmu dengan hal sepele seperti ini, Shisui,” gumam Y/N. ia memandang Shisui yang sedang mencurahkan semua fokusnya untuk mengusak rambut Y/N dengan shampo.

Shisui tersenyum kecil. “Aku tidak keberatan. Sebaliknya, aku senang mengurusmu. Rasanya seperti pahlawan super pribadimu.”

Y/N tertawa pelan, geli dengan analogi konyol tunangannya. Tidak dapat dipungkiri, saat ini merasa dirinya adalah gadis paling bahagia di dunia. Uchiha Shisui adalah pria yang menakjubkan dan kekasih yang sempurna, gadis yang berhasil menawan hatinya tidak akan kecewa dengan semua perlakuan lembut dan perhatian yang selalu tercurah dari Shisui dan ia adalah gadis beruntung itu.

“Apa yang kau pikirkan, hm?”

Shisui tidak bisa menahan diri untuk tidak ikut tersenyum. Saat ini Y/N tampak begitu damai dengan mata terpejam. Aroma shampo familiar yang menguar memberikan efek menenangkan pada sarafnya. Siapa sangka melakukan hal yang sederhana bersama dengan gadis yang ia sayangi memberi efek relaksasi untuknya?

“Tidak ada,” jawab Y/N tanpa membuka matanya. “Aku hanya merasa beruntung memilikimu Shisui.”

Kendali dalam diri Shisui seakan hancur. Tanpa menghentikan pijatan ringan pada puncak kepala gadisnya, Shisui mengecup ringan kening Y/N, menyalurkan perasaan kasih sayangnya. Tidak ada kalimat yang mampu menjelaskan seberapa besar Shisui menyayangi gadis di hadapannya ini.

“Sebaliknya, aku yang beruntung karena memilikimu,” bisik Shisui. Ia menyentuh pipi Y/N dengan hidungnya lembut. “Jangan pernah tinggalkan aku, ya?”

Y/N membuka mata, beradu tatap dengan iris kelam Shisui yang dipenuhi dengan kemesraan dan kekaguman. “Aku tidak pernah bermimpi melakukannya.”

Ia membalas senyum Y/N, mencuri ciuman cepat pada kelopak mata tunangannya lalu membilas rambut gadis itu. Kekehan kecil melesak dari bibirnya saat Y/N berjengit begitu air dingin menyentuh kulit kepalanya. Ia tidak memberikan perlawanan saat Y/N menampar lengannya.

“Maaf, maaf,” ujar Shisui masih terkekeh. “Mau kubantu mengeringkan rambutmu?”

Y/N mengangguk. “Kalau kau tidak keberatan.”

Shisui menggeleng. Ia mengambil pengering rambut di rak sebelah wastafel. Setelah memastikan bahwa sambungan kabelnya sudah terpasang, Shisui meminta Y/N untuk duduk menghadap kaca.

Bisingnya pengering rambut tidak mengalahkan suara Y/N. “Aku selalu bertanya-tanya, mengapa kau memilih aroma bunga untuk shampoku Shisui?”

Sudut bibir Shisui tertarik lebih dalam. Iya, baik sabun maupun shampo Y/N adalah pilihan Shisui. Ia membelinya beberapa waktu lalu ketika dinas ke luar negeri. Awalnya ia ingin membeli aksesori atau alat rias untuk Y/N sebagai oleh-oleh, namun menimbang gadisnya tidak suka diberikan hal-hal seperti itu, Shisui memilih untuk membeli sepaket sabun, shampo dan produk perawatan kulit untuk Y/N.

“Karena kurasa cocok untukmu,” Shisui menyisir rambut Y/N hati-hati sambil mengeringkannya. “Imejmu pantas dipasangkan dengan floral. Kenapa? Kau tidak suka?”

“Aku suka,” Y/N menggeleng pelan. “Hanya takjub karena kau berhasil menebak aroma kesukaanku dengan tepat.”

Shisui mencabut sambungan kabel ketika rambut Y/N sudah hampir kering. Ia menyisir rambut Y/N sekali lagi. “Tidak hanya aroma kesukaanmu, aku juga mengenal siapa orang favoritmu.”

Sebelah alis Y/N terangkat. “Siapa?”

“Aku.”

Y/N tertawa keras, lalu mengangguk setuju. “Benar sekali. Kau memang orang favoritku di seluruh penjuru Jepang.”

Shisui mencebik. “Hanya di Jepang?”

“Iya,” Y/N mengulas senyum jahil. “Karena aku juga memiliki orang favoritku di Korea.”

Y/N memekik saat jemari Shisui menarik pipinya gemas. Ia berusaha melepaskan diri, namun nihil. Ia terjebak di antara wastafel dan tubuh tegap Shisui, tidak ada jalan keluar untuknya. Ditambah dengan tangan dominannya yang tidak bisa digerakkan, Y/N pasrah dengan perlakuan Shisui padanya.

“Tidak masalah seberapa banyak orang favoritmu di dunia,” Shisui mencibir, melepaskan pipi Y/N. “Aku tidak akan melepaskanmu untuk mereka. Kau hanya milikku, tahu.”

Ia merangkul pinggul Y/N saat gadis itu melingkarkan lengan di lehernya. Lengan Shisui membawa Y/N lebih dekat, membuang jarak di antara mereka. Di jarak sedekat ini, ia mampu menghirup aroma bebungaan dari rambut Y/N. Shisui tak akan mengakuinya, baik aroma, senyum maupun keberadaan Y/N adalah candu baginya.

“Aku menyayangimu, Shisui,” gumam Y/N. Hidungnya hampir menyentuh hidung Shisui.

“Tidak lebih daripada diriku,” bisik Shisui tidak kalah mesra.

Untuk beberapa saat, keduanya hanya beradu pandang, saling melempar senyum dan mengeratkan pelukan pada satu sama lain. Tidak ada satupun dari mereka yang berniat untuk merusak suasana romantis, namun mengingat waktu hampir tengah malam, Shisui dengan tidak rela melepaskan kukungannya pada Y/N.

“Kemari, biar kubantu melakukan rutinitasmu,” Shisui membuka laci yang menyimpan berbagai macam produk perawatan kulit Y/N.

Y/N mengulum senyum. Mungkin karena sudah terbiasa melihat Y/N melakukannya, atau mungkin saja diam-diam Shisui sudah mencari tahu tentang segala hal berbau skincare, pria itu dengan mudah mengaplikasikan berbagai produk dengan urutan yang benar.

Sesekali Shisui bertanya apakah ia terlalu keras memijat wajah Y/N atau apakah ia sudah mengaplikasikan produknya dengan rata. Y/N selalu menjawab dengan gelengan kepala, tidak ingin merusak konsentrasi tunangannya. Setelah mengusap leher Y/N dengan kelebihan produk yang masih menempel di telapaknya, Shisui mencuci tangan dan kembali merengkuh tubuh Y/N.

“Apa yang kaulakukan Shisui?”

“Menggendongmu,” senyum menggoda terukir di wajah Shisui. “Gadis kesayanganku tidak perlu berjalan ke kamar, aku bisa menggendongmu kemana pun.”

“Sampai ke ujung dunia?”

“Kalau sampai ke ujung dunia sih aku menyerah,” Shisui menempelkan bibirnya di bahu Y/N sejenak, berusaha meredam kekesalan gadis itu akibat leluconnya. “Walaupun begitu, aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Y/N.”

“Dasar gombal.”

Shisui membaringkan tubuh Y/N di atas kasur dengan hati-hati, tidak ingin memberikan tekanan pada pergelangan tangan gadisnya yang terluka. Jemarinya membelai rambut Y/N, membujuk gadis itu untuk tenggelam dalam mimpi. Tidak butuh waktu lama, kelopak mata Y/N terpejam, menyembunyikan iris kecokelatan favorit Shisui. Netra hitamnya penuh dengan sirat kasih sayang. Shisui membungkuk, meninggalkan ciuman lamat di puncak kepala Y/N.

“Selamat tidur, kesayanganku,” bisik Shisui. “Mimpi indah.”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top