Uchiha Itachi *Modern*

Tidak ada yang lebih membahagiakan daripada bersama dengan orang yang dicintai. Kebahagiaan itulah yang Y/N rasakan setiap hari sejak Itachi melamarnya didepan keluarga mereka. Hanya tinggal sebulan sebelum pernikahan mereka dilangsungkan. Y/N sibuk mengurus banyak hal, mulai dari undangan, baju pengantin, tempat resepsi dan detail kecil lainnya.

Ia menghela napas panjang. Pandangannya terpaku pada dua desain undangan yang sama-sama elegan. Semalam, ia bertanya pada Itachi design mana yang pria itu suka, namun jawabannya hanyalah 'aku tidak memiliki kriteria khusus untuk undangannya Y/N. Kau bisa memilih yang kausuka.'

"Bagaimana bisa aku hanya memilih desain yang kusuka? Aku kan juga harus mempertimbangkan imejnya di hadapan publik. Si bodoh itu," gerutu Y/N sambil mengunyah kue kering di atas meja.

Setelah berpikir dan menimbang kedua desain, akhirnya Y/N memutuskan bahwa design berwarna biru gelap dengan tulisan perak dan garis keemasanlah yang menjadi desain undangan pernikahan mereka. Ia merenggangkan punggung kemudian mencentang tulisan 'desain undangan'. Ia tersenyum kecut menyadari masih ada banyak yang harus ia siapkan tanpa Itachi.

Setelah ini, ia harus mampir ke butik untuk mengepas baju pernikahannya dengan Itachi. Hanya saja, ia tidak tahu apakah tunangannya itu sempat mengantarnya atau ia harus pergi sendiri lagi. Memutuskan tidak ada baiknya berprasangka, Y/N mengirim pesan pada Itachi.

Siang ini aku akan ke butik. Apa kaubisa menemaniku?

Hanya dengan beberapa menit, Y/N sudah menerima balasannya. 

Maaf, tapi aku ada pertemuan yang tidak bisa ditinggal siang ini. Lagipula, aku yakin mengenakan gaun apapun kau pasti tetap menawan

Sejujurnya, jawaban seperti ini sudah Y/N duga mengingat betapa sibuknya Itachi belakangan ini, tapi tetap tidak mengurangi rasa sakitnya. Berulang kali Y/N mencoba mengingatkan diri kalau Itachi bekerja sekeras ini demi dirinya juga. Ia selalu mengulang kalimat 'Itachi melakukan ini untuk kebahagiaanmu' bagai sebuah mantra untuk sedikit mengurangi kekecewaannya.

Suara bel yang menggema membuat senyum Y/N melembut mengetahui siapa yang berada di balik pintu. Suara langkah kaki Sasuke yang terburu-buru menandakan dugaan Y/N mengenai tamu yang berkunjung benar.

"Ah, Sasuke-kun selamat pagi," suara lembut nan ceria yang familiar terdengar dari arah pintu masuk.

"Hm, selamat pagi juga."

Tidak lama kemudian, matanya bersirobok dengan iris kehijauan yang hangat. Senyumnya mengembang saat tamu itu menghambur ke arahnya. Y/N terkekeh pelan sembari menepuk pelan kepala Sakura.

"Ah, Oneesan ... aku kangen sekali. Rasanya sudah lama aku tidak melihat oneesan," kata Sakura yang kini mendudukkan diri di sampingnya.

"Makanya kalau kencan dengan Sasuke jangan di luar melulu. Sekali-kali kencan di rumah biar bertemu denganku." Ia mendengus kecil lalu melirik Sasuke yang tengah memerhatikan mereka. "Kenapa Sasuke-chan? Mau memelukku juga?"

Sasuke membuang muka. "Menggelikan."

Ia tertawa kecil. Bagaimanapun tampilan yang ditunjukkan pada dunia, baginya Sasuke tetap menggemaskan. Pandangannya tertuju pada Sasuke dan Sakura yang duduk berdekatan seolah tidak ingin memperlihatkan kemesraan mereka walau Y/N tahu lebih baik. Sudah sewajarnya, pasangan muda seperti Sasuke dan Sakura memiliki keinginan untuk mengungkapkan kasih sayang dengan leluasa. Entah kenapa, melihat keduanya Y/N tiba-tiba merindukan Itachi.

Sudut mata Y/N melihat Sakura mengambil buku di hadapannya diikuti dengan Sasuke yang turut membaca isi tulisannya. Sejenak, ia beradu tatap dengan Sasuke dengan sebelah alis terangkat.

"Siang ini Nee-san jadi ke butik?" Y/N mengangguk kecil. "Nii-san yang antar?"

Y/N tersenyum kecil. "Nii-sanmu itu sedang sibuk di perusahaannya, jadi tidak bisa mengantarku."

"Kalau begitu biar aku yang mengantarmu," putus Sasuke. Ia melirik ke arah Sakura dan menyeringai tipis saat gadisnya mengangguk setuju.

Y/N mengibaskan kedua tangannya, menolak halus ide Sasuke. "Tidak usah, aku bisa ke sana sendiri. Lagipula, bukankah Sakura kemari karena kalian ada kencan?"

"Kencannya bisa lain kali. Aku ingin melihat gaun pengantin Oneesan, boleh kan?" pinta Sakura sembari menggenggam tangan Y/N dan menatapnya dengan sorot memohon. "Sebenarnya rencana kencan hari ini hanya menonton film saja karena Sasuke-kun malas keluar, jadi kalau kami menemani Oneesan pergi juga bisa dihitung kencan, kan?"

Y/N tergelak mendengar alasan Sakura diiringi dengan tatapan tajam dari Sasuke yang diarahkan pada Sakura. Pantas saja Sasuke hanya memakai kaus rumah dan celana trainingnya saja, biasanya kalau Sakura datang ia sudah siap dengan pakaian rapi bak model.

"Benar kencannya bisa ditunda lain kali?" tanya Y/N berusaha meyakinkan. "Aku tidak mau kalau nanti kalian bertengkar akibat tidak kencan minggu ini karena  menemaniku, lho."

Sakura mengangguk yakin, sementara Sasuke beranjak sembari menggumam kalau ia akan mengganti baju dan mengambil kunci mobil. Y/N hanya bisa menggeleng pasrah menghadapi kedua remaja yang keras kepala. Namun, tidak bisa dipungkiri ia senang dengan keberadaan mereka, pergi sendirian hanya mengingatkannya tentang Itachi yang sulit sekali ia temui akhir-akhir ini.

Y/N mengambil tas selempangnya dan memasukkan barang-barang yang sekiranya ia perlukan, berbarengan dengan Sasuke yang turun dengan mengenakan kemeja hitam dan celana bahan berwarna gelap dengan satu tangan menenteng jaket cokelat.

Ia memekik gemas dalam hati saat Sasuke memberikan jaket cokelatnya pada Sakura karena gadis itu hanya memakai kemeja tanpa lengan mengingat jadwal kencan mereka hari ini sangat santai. Setelah memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal, ketiganya masuk ke mobil untuk pergi ke tujuan pertama Y/N.

Di mobil, Sakura memaksanya untuk duduk di kursi penumpang sementara ia duduk dibelakang. Tidak ingin membuat Sasuke menunggu lama, Y/N mengiyakan keinginan Sakura. Pembicaraan mereka sebatas fashion, aktor yang saat ini tengah naik daun, bagaimana perkuliahan keduanya—karena menurut Y/N inilah yang paling penting, dan ... bagaimana persiapan pernikahannya dan Itachi.

"Masih ada beberapa yang harus kuurus selain dokumen," kata Y/N. "Tempat resepsi, dekorasi ruangan, makanan untuk para tamu dan yang lainnya."

Sakura memajukan tubuhnya hingga wajahnya berada di samping Y/N. "Apakah aku boleh ikut membantu? Kedengarannya menyenangkan."

"Boleh saja kalau ingin tahu bagaimana repotnya menyiapkan pernikahan," Y/N terkekeh pelan. "Bersiaplah Sakura, kalau kau akan menikah dengan Sasuke, kau akan tahu bagaimana ruwetnya pernikahan dengan seorang pengusaha terkenal kelak."

Baik Sakura maupun Sasuke, keduanya membuang muka dengan wajah merona. Menggemaskan sekali, pikir Y/N. Senyumnya merekah saat menerima pesan singkat dari Itachi.

Kirimkan fotonya padaku. Fotomu dengan gaun pengantin bisa menjadi penawar rinduku.

Saat sampai, Y/N langsung dihujani dengan berbagai pertanyaan mengenai gaunnya sementara kedua adiknya melihat-lihat isi butik. Ia harus menyiapkan tiga gaun dan tiga tuksedo untuk Itachi, tetapi semalam Itachi berkata ia akan menyiapkan pakaiannya sendiri. Setelah melalui perdebatan panjang di benaknya juga berdiskusi sejenak dengan Sasuke dan Sakura, Y/N memutuskan memilih tiga gaun favoritnya.

Gaun putih berenda yang menyapu lantai dengan lengan panjang dan bahu terbuka untuk pernikahannya. Gaun berwarna pastel dengan sedikit sentuhan warna merah muda dan violet untuk resepsi pada siang hari. Gaun biru gelap yang mengembang dari bagian pinggang dengan butiran aksesori dari dada hingga pinggul. Ia meminta Sasuke untuk mengambil fotonya dengan gaun yang berbeda untuk dikirim pada Itachi.

Perasaan gembiranya perlahan menghilang setelah mendengar komentar salah satu pegawai butik. Ia juga tidak sengaja mendengarnya, namun komentar ringan itu berujung dengan pembicaraan mengenai dirinya yang terdengar menyedihkan.

"Tumben sekali ada pengantin wanita yang tidak didampingi calon prianya saat mengepas baju. Bukankah biasanya calon pria yang antusias melihat pasangannya dengan balutan gaun pengantinnya?"

"Mungkin karena perjodohan paksa? Kautahu, seperti di film-film, kalau menikah karena terpaksa atau dijodohkan biasanya calon prianya malas berada di samping calon istrinya."

"Walaupun begitu, menyedihkan ya rasanya? Mempersiapkan dan memilih gaun sendirian tanpa calon suami."

Y/N tahu. Ia sangat tahu jatuh cinta dan menikahi keturunan Uchiha tidak akan mudah. Ia tahu apapun yang sekarang tengah dilakukan Itachi agar mereka memiliki waktu berdua setelah menikah. Ia tahu kesibukan dan dedikasinya pada pekerjaan adalah salah satu alasan mengapa ia jatuh cinta pada Itachi. Dan ... ia tahu Itachi tidak akan dengan sengaja mengabaikannya. Y/N mengulang kalimat itu terus-menerus di kepalanya, berusaha menghalau kesedihan yang perlahan menumpuk.

Tanpa ia sadari, pipinya basah. Ia beradu tatap dengan dirinya yang berada di cermin. Dengan balutan gaun yang indah, ia terlihat memukau seperti yang Itachi katakan. Hanya ada satu kekurangan, pria yang ia cintai tidak hadir untuk memujinya secara langsung. Pria yang akan ia nikahi tidak ada untuk merengkuhnya saat ini.

Y/N menarik napas dalam-dalam berusaha mengontrol emosinya dan menghapus air matanya. Ia tidak ingin Sasuke dan Sakura mengkhawatirkannya. Y/N mencoba menyunggingkan senyum, berlatih beberapa saat di depan cermin agar terlihat natural kemudian melepas gaunnya. Masih ada hal yang harus ia persiapkan, ia tidak bisa tumbang sekarang.

"Nee-san, apa kau baik-baik saja?" tanya Sasuke begitu ia keluar dari ruang ganti.

"Tentu aku baik-baik saja," senyum Y/N. "Sekarang, apakah kalian akan menguntitku seharian ini atau apa?"

***

Itachi menghela napas lelah. Rumah sudah dalam keadaan gelap saat ia pulang, menandakan bahwa Y/N sudah tertidur dan Sasuke menepati janjinya untuk menginap di rumah Naruto. Entah apa yang terjadi seharian ini, sore tadi Sasuke mengomel padanya.

"Ada apa Sasuke? Aku sedang sibuk sekarang," itulah yang pertama kali terlontar dari bibir Itachi saat adiknya menelpon.

"Kau memang selalu sibuk Nii-san, sejak dulu kau adalah orang yang sibuk," balas Sasuke tajam. "Aku tahu kau terlalu sibuk Nii-san, tapi jangan sampai menelantarkan calon istrimu,"

Dahinya mengernyit bingung. "Menelantarkan? Aku tidak pernah menelantarkan siapapun terutama Y/N."

Sasuke mendengus kasar. "Kalau begitu, kenapa aku melihat hanya Nee-san saja yang sibuk mempersiapkan pernikahan kalian? Kenapa malah Sakura yang membantunya memilih gaun pengantin dan bunga? Kenapa aku yang mengantarnya ke butik, gedung tempat resepsi kalian, dan floris?"

Itachi meringis. Ia tidak pernah mendengar Sasuke berbicara sepanjang ini, juga tidak pernah mendengar Sasuke mengomel seperti ini. Apapun yang terjadi pasti sangatlah fatal hingga Sasuke bereaksi seperti ini.

"Tenanglah Sasuke. Aku sudah membicarakan hal ini dengan Y/N dan ia memakluminya," timpal Itachi. "Aku sibuk sekarang agar setelah pernikahan kami tidak ada pekerjaan yang menggangguku."

"Baka Aniki," Sasuke berdecak. "Bukankah Nii-san yang mengajariku untuk lebih peka pada perasaan seorang gadis? Nee-san menangis diam-diam Nii-san. Aku memergokinya menangis sendirian siang ini."

Itachi tertegun. Mendengar Y/N menangis, ia tidak bisa menahan kekhawatirannya. "Menangis? Menangis kenapa?"

"Mana kutahu. Calon suaminya kan Nii-san bukan aku," jawab Sasuke seakan enggan memberitahu. "Aku akan menginap di rumah Naruto setelah mengantar Sakura pulang. Lakukan sesuatu untuk memperbaiki kesalahanmu."

Sebelum Sasuke memutus sambungan, ia sempat bergumam. "Jangan buat Nee-sanku menangis lagi atau aku sendiri yang menghajarmu Nii-san."

Selama sisa hari di kantor, Itachi berulang kali menatap figura berisi foto Y/N saat mereka berlibur ke pantai. Ia berusaha untuk tidak meninggalkan semua pekerjaannya agar bisa berada di sisi gadisnya.

Ia membuka pintu kamar dengan hati-hati. Sejak memberanikan diri meminang Y/N, gadis itu mulai tinggal di kediaman Uchiha atas perintah kedua keluarga. Tidak memiliki pilihan lain, Y/N mengiyakan. Tentu saja Itachi tidak akan membiarkan kesempatan emas seperti ini pergi, ia memaksa Y/N untuk menggunakan kamar yang sama dengannya dan sekali lagi, gadis itu tidak memberikan perlawanan yang berarti.

"Y/N?" panggil Itachi pelan. Ia takut mengganggu tidur gadisnya.

Hal yang pertama ia lihat adalah Y/N yang tidur menyamping, memunggunginya. Biasanya Y/N akan memeluk bantalnya hingga ia pulang dengan alasan sudah terbiasa menghirup aromanya. Itachi menangkap kejanggalan lainnya, tubuh Y/N bergetar dan napasnya terdengar berat.

Ketika isakan kecil melesak dari bibir Y/N, Itachi langsung merengkuhnya. "Y/N, Sayang ... kau baik-baik saja?"

Isakan Y/N semakin kencang saat Itachi menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Matanya yang sembap dan bengkak, wajahnya yang memerah juga cengkeramannya pada kemeja yang ia kenakan, mendapati Y/N dengan keadaan seperti ini seolah ada yang meninju ulu hati Itachi berulang kali. Sesak.

"Apa yang terjadi hari ini, hm?" Itachi membelai rambut Y/N lembut, berusaha menenangkan tunangannya.

Setelah beberapa kali menarik napas panjang, Y/N menengadah. "Aku hanya merasa emosional hari ini."

"Ceritakan padaku apa yang terjadi."

Y/N mulai bercerita tentang apa yang terjadi di butik dan bagaimana perasaannya setelah mendengar komentar seperti itu. Itachi tidak bisa menahan diri untuk tidak merasa bersalah. Sungguh, ia merasa bersalah dan menyesal. Komentar asal itu terjadi karena apa yang ia lakukan.

"Maafkan aku, Y/N," gumam Itachi. Ia mencium bahu Y/N lembut saat gadis itu kembali membenamkan wajah di dadanya. "Sungguh, maafkan aku karena tanpa sadar mengabaikanmu."

Y/N menggeleng pelan. "Aku tahu pekerjaanmu penting dan tidak bisa dihindari."

"Tapi kau yang paling penting bagiku. Kau prioritas utamaku."

Y/N menjauhkan wajahnya lalu mengusap pipinya. "Dengar, aku mengerti kesibukanmu Itachi, sungguh. Aku maklum kalau kau memiliki setumpuk dokumen yang menunggumu di kantor dan aku paham resiko menjadi pasanganmu. Aku yang seharusnya minta maaf karena terlalu emosional."

Astaga ... apa yang pernah ia lakukan hingga mendapatkan gadis sebaik ini? Pikir Itachi dalam hati.

Ia menghela napas panjang. Ibu jarinya membelai pipi Y/N, bibirnya menempel lembut di dahi Y/N. Itachi membawa Y/N lebih dekat padanya hingga tidak ada jarak di antara mereka.

"Seharusnya kau marah padaku, Y/N. Seharusnya kau mengamuk dan berkata akan membatalkan pernikahan kalau aku tetap sibuk dengan pekerjaanku."

"Untuk apa?" Y/N terkekeh kecil membuat Itachi ikut tersenyum. "Kalau aku membatalkan pernikahan kita, kau akan menikah dengan gadis lain yang lebih cantik dan aku akan sengsara seumur hidup. Tidak Itachi, kau akan terikat padaku seumur hidup."

Senyum Itachi melebar mendengar gurauan Y/N. Tentu saja ia tidak akan mencari gadis lain. Seluruh jiwa dan hatinya sudah milik Y/N sejak mereka kecil dan akan terus begitu hingga keabadian berakhir. Kehilangan gadis dalam pelukannya saat ini sama saja kehilangan hidupnya.

"Tapi ... apa aku boleh bersikap sedikit egois?" sebelah alis Itachi terangkat, meminta Y/N untuk melanjutkan ucapannya tanpa suara. "Besok adalah pengepasan terakhir untuk gaunnya dan aku ingin kau melihatnya lebih dulu. Apa kau bisa menemaniku besok?"

"Tentu saja," bisik Itachi. "Apalagi yang belum selesai? Ayo selesaikan bersama."

Senyum sumringah Y/N bagai cahaya dalam kegelapan baginya. Begitu menenangkan dan menyenangkan hingga ia ikut tersenyum. Setelah berulang kali mengiyakan keinginan Y/N untuk pergi ke berbagai tempat, akhirnya gadis itu terlelap.

Jika keberadaannya yang Y/N butuhkan untuk merasa sebahagia ini, ia tidak akan ragu memberikan raganya. Jika waktunya yang gadis ini inginkan, tanpa berpikir dua kali ia mencurahkan seluruh hidupnya. Apapun agar gadis yang ia cintai bahagia.

"Maafkan aku Y/N. Aku mencintaimu."

Ho ho ho ... I'm back.. Udah sebulan lebih nih kita dirumah aja. Selama sebulan belakangan kalian ngapain aja?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top