Uchiha Itachi *Modern*
Itachi menggelengkan kepala saat melihatku berjalan menuruni tangga sambil berpegangan pada sisi tangga. Ia tidak berkata apapun, hanya menghampiriku lalu menggendongku.
"Apa yang kau lakukan Itachi?" aku memberontak di gendongannya.
"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu, Y/N. Apa yang kau lakukan? Berjalan saat kakimu patah?" Itachi bertanya balik. Ia menurunkanku di sofa dengan perlahan dan duduk di sebelahku. Ia juga mengangkat kakiku yang patah dan menempatkannya di meja ruang tengah.
Memang benar, kakiku patah dan tidak bisa digunakan untuk sementara. Ini semua bisa terjadi karena aku mencoba untuk naik-turun tangga dengan satu kaki. Aku tahu terdengar sedikit, baiklah, sangat ceroboh, Itachi sudah mengatakannya padaku. Reaksinya saat melihatku bersandar di tangga sambil memegangi kaki hanyalah menghela nafas lalu berkata, "Orang bodoh mana yang masih memiliki dua kaki untuk berjalan, tapi malah memakai satu kaki, Y/N?"
Ia baru menggendong dan membawaku ke rumah sakit saat aku mulai menangis. Raut wajahnya sama sekali tidak berubah saat dokter berkata kalau kakiku harus di gips, juga saat mendengar keluhanku tentang tidak bisa bergerak dan berjalan sesuai keinginanku. Ia menggambar sesuatu di gips-ku dengan tulisan 'Jangan ceroboh lagi, oke?'. Terlepas dari semua itu, Itachi merawatku dengan baik, ia cukup sabar merawatku walaupun terkadang ia menghela nafas kesal dengan tingkahku.
"Aku bosan diam di kamar terus, kau kira berbaring tanpa melakukan apapun itu menyenangkan?" sungutku.
Itachi menghela nafas pasrah. "Tentu saja itu alasanmu. Memangnya apa yang kuharapkan, kau adalah sepupu Hidan."
"Memangnya kenapa kalau aku sepupu Hidan? Kau tidak suka, eh?" balasku tidak suka. Aku memang sepupu Hidan dan Hidan terkenal dengan kata-kata kasar dan sikapnya yang tidak bisa diam, tapi apa aku sama seperti Hidan? Rasanya tidak juga.
"Bukan itu maksudku, Y/N. Maksudku adalah aku tidak mungkin mengharapkanmu bisa diam seperti Sasori atau Kakuzu yang hanya berbicara saat dibutuhkan," kata Itachi. Ia menggenggam tanganku, lalu tersenyum saat melihatku cemberut.
"Jadi kau mengharapkan aku diam seperti Sasori? Baiklah, aku akan diam dan tidak bicara kalau tidak dibutuhkan," kataku final. Siapa bilang aku tidak bisa mengatupkan mulutku?
Itachi terkekeh pelan. Ia melepas genggamannya lalu mengambil buku yang tergeletak diatas meja dan mulai membacanya. Aku mendengus pelan, saat Itachi membalikkan halaman dengan santai, sama sekali tidak menghiraukanku. Berkali-kali aku menelan kalimat yang sudah diujung lidah, sesekali Itachi melirikku dan tersenyum tipis, sepertinya ia tahu kalau aku benar-benar tidak bisa menahan keinginan untuk bicara.
"Baiklah.. aku menyerah, kau menang. Puas?"
"Kau memang tidak cocok kalau hanya diam, aku lebih suka kau yang berisik dan tidak bisa diam, lebih cocok denganmu," Itachi tersenyum tipis.
Ia mengangkat tubuhku agar duduk dipangkuannya. Aku mengalungkan lenganku dilehernya. Seperti kebanyakan Uchiha, Itachi terlihat sangat tampan dari jarak sedekat ini, mata hitam kelamnya, rambutnya yang panjang. Kurasa kalau aku mendandaninya dengan make up-ku, ia akan terlihat sama cantiknya dengan gadis paling cantik, aku benar kan?
"Hey, Itachi. Apa kau tahu kalau kau akan terlihat mengagumkan kalau kau berubah menjadi seorang gadis?" tanyaku tiba-tiba.
Itachi memutar bola matanya bosan. "Ibuku mengatakannya setiap hari, Y/N. Beliau menginginkan seorang anak perempuan. Jadi, ya, aku tahu kalau aku akan terlihat mengagumkan saat menjadi seorang gadis."
Aku tertawa kencang, ternyata tidak hanya aku yang berpikir seperti itu, tapi bibi Mikoto juga? Itachi menatapku tajam saat mendengarku tertawa. Aku membalas tatapannya dengan senyuman jahil.
"Tertawa sesukamu, Y/N, tapi kalau aku menjadi seorang gadis bukannya laki-laki seperti sekarang, orang-orang sudah berpikir kalau kau adalah penyuka sesama jenis, kau sadar itu?" jawab Itachi sambil menyeringai.
"Kau benar juga," kataku yang sudah berhenti tertawa. "Bicara denganmu membuatku haus, sebentar aku akan ambil minum."
Itachi menahanku untuk bangkit, ia menggenggam tanganku yang berada di bahunya. "Sudah berapa kali kuingatkan kalau kakimu tidak boleh digunakan, eh? Kalau kau terus memaksakan diri, gips itu akan berada di kakimu lebih lama dari yang seharusnya."
"Tapi aku haus, Itachi," rengekku.
"Diam disini dan jangan bergerak sedikit pun, aku yang akan mengambil airnya," titah Itachi. Ia bangkit dan berjalan ke arah dapur.
"Dasar tukang perintah," ejekku dengan suara berbisik.
Bisa bahaya kalau ia mendengar ucapanku barusan. Lagipula, sudah menjadi rahasia umum kalau seorang Uchiha adalah pemaksa ulung, mereka selalu mendapatkan apa yang mereka inginkan, bahkan Bibi Mikoto sekali pun. Beliau pernah membujuk dan berakhir dengan memaksaku untuk makan malam bersama mereka, awalnya aku menolak karena saat itu aku sedang bertengkar dengan Itachi karena urusan sepele, tapi karena beliau terus memaksaku mau tidak mau aku harus menurut.
Sasuke tiba-tiba masuk ke ruang tengah sambil menatapku dengan tatapan mengejek. Hm... Seingatku ia sudah keluar rumah untuk kencan, tapi kenapa ia kembali lagi?
"Kau meninggalkan sesuatu, Sasuke?" tanyaku.
"Aku meninggalkan ponselku. Kau sendiri kenapa ada di sini? Dimarahi Itachi-nii lagi, eh?" Sasuke menyeringai samar. Cih, ia suka sekali meledekku.
"Pergi sana kau. Kakiku terasa sakit lagi saat kau datang," bentakku pada Sasuke. Sementara Sasuke langsung melambaikan tangannya ke arahku, lalu keluar secepat mungkin setelah mengambil ponselnya yang berada di dekat kakiku.
Itachi kembali dengan segelas air dan semangkuk kue. Ia menaruh semuanya di meja dan kembali pada posisinya semula, sebelum ia pergi ke dapur. Aku meneguk airnya cepat lalu kembali menyandarkan tubuhku padanya. Ah... sesekali rileks seperti ini boleh juga. Tanpa sadar aku menguap kecil.
"Kudengar Sasuke kembali. apa yang ia inginkan?"
"Ia melupakan ponselnya," jawabku sambil setengah menguap.
"Kau mau kembali ke kamar?" tanya Itachi pelan.
Aku menggeleng. "Tidak perlu, aku sudah nyaman di sini."
"Baiklah, apapun keinginanmu, tuan putri," bisik Itachi tepat di sebelah telingaku. Ia memperbaiki posisinya agar lebih nyaman, tangannya sempat meraih bukunya yang sempat terabaikan. Aku menyadari kalau Itachi membaca bukunya dengan dagu yang berada di bahuku dan bukunya di perutku.
"Apa yang kau lakukan?"
"Membaca. Aku belum sempat menyelesaikannya karena kau terlalu hiper untuk orang yang kakinya sedang patah, jadi saat kau tidur aku akan menggunakan kesempatan ini sebaik mungkin," bisik Itachi.
Aku terkekeh pelan. "Aku memang menyebalkan, ya."
"Tidak juga," Itachi mencium pipiku singkat. "Sekarang istirahat, Y/N. Selamat tidur."
"Selamat tidur, Itachi."
Sepertinya kakiku yang patah membuat Itachi lebih lembut dari yang biasanya. Percayalah, tidur siang seperti ini adalah hal yang jarang terjadi diantara kami. Aku harus bersyukur karena mempunyai kepribadian seperti ini dan kekasih seperti Itachi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top