Senju Tobirama *Modern*


Saat remaja, Tobirama berpikir bahwa hidupnya hanya akan berpusat pada tujuannya untuk membantu Sang Kakak mempertahankan perusahaan yang didirikan ayah mereka. Ia belajar dengan giat hingga mampu menyokong Hashirama sebagai wakil direktur. Mengingat bagaimana tabiat kakaknya, Tobirama merasa bahwa ia harus mengambil peran sebagai adik yang lebih tegas—kakaknya sering kali menoleransi kesalahan kecil namun repetitif pegawai mereka hingga terkadang tidak memberikan efek jera, juga memberi keringanan pada beberapa perusahaan yang bekerja sama dengan mereka. Baginya, bisnis tidak bisa disangkut pautkan dengan emosi.

Ia telah menjadi wakil direktur di usia 27 tahun sekaligus menyandang sebagai pengusaha muda paling diincar selama beberapa tahun. Mempertimbangkan wataknya yang keras dan tegas, juga fakta bahwa Tobirama cenderung gila kerja, ia tidak pernah menyangka dunianya dapat dikendalikan oleh satu wanita.

Dunia berpikir bahwa pernikahannya dan Y/N adalah pernikahan bisnis atau perjodohan yang diatur oleh kakaknya. Tidak mengherankan karena nama istrinya juga terkenal dalam bidang literatur. Namun, hanya segelintir orang yang tahu kalau ia sudah terjerat pada pesona wanita itu dan berkomitmen untuk menghabiskan sisa hidupnya hanya di sisi Y/N.

Pertama kali Hashirama mendengar adiknya menyukai seorang gadis, kakaknya bereaksi terlalu ekstrem. Hashirama bersikeras untuk mengecek kesehatan mentalnya ke rumah sakit, tidak percaya bahwa adiknya berkata ingin segera menikah. Hanya setelah Tobirama menegaskan dengan jengkel bahwa ia tidak dirasuki hantu atau otaknya dipengaruhi alien, barulah Hashirama terbahak-bahak.

"Aku tidak menyangka akan datang masanya Tobirama, adikku yang wajahnya kaku dengan emosi setara dengan Alaska mampu jatuh cinta. Aku ingin segera bertemu dengan adik iparku, Tobirama," seru Hashirama antusias. Setelah kalimat itu terucap, Tobirama menghabiskan sisa minggunya dengan ocehan dan paksaan dari kakaknya yang tidak sabar bertemu dengan Y/N.

Kini, bahagia dengan pernikahannya yang masih menginjak tahun pertama, Tobirama tampak sibuk dengan laporan dan grafik yang terlihat di layar laptopnya ditemani dengan suara hembusan pendingin ruangan. Iris kemerahannya fokus meninjau email yang ia terima sore tadi dan sesekali jemarinya mengetik sesuatu. Ia harus segera menyelesaikan porsi pekerjaannya untuk besok jika ingin menemani istrinya seharian. Hari liburnya terasa lebih menyenangkan ketika bersama dengan Y/N.

"Kau belum selesai?" suara lembut dengan nada mengantuk menyapa telinganya.

Tobirama mengalihkan pandangan dari layar. Bermodalkan cahaya temaram dari bulan purnama yang telah meninggi juga sinar lampu dari sudut mejanya, Tobirama dapat melihat dengan jelas sosok istrinya yang terbalut gaun tidur berbahan satin berwarna biru. Warna kesukaannya.

"Masih ada yang harus kuselesaikan," sahut Tobirama. Ia menjulurkan tangan, meminta Y/N untuk mendekat. "Kenapa masih bangun?"

Y/N berjalan ke arahnya dengan mata setengah terpejam. Sebelah tangannya berada di perutnya yang membesar. Mungkin karena pandangan subjektifnya, mungkin juga ada aura tersendiri pada wanita yang tengah mengandung, tapi saat ini tidak ada wanita yang dapat menandingi posisi Y/N sebagai wanita paling menarik baginya.

"Aku terbangun karena lapar lalu aku melihat kau tidak ada di sampingku. Makanya aku kemari," gumam Y/N rendah. Ia menyamankan diri di pangkuan suaminya.

Tobirama tidak protes ketika Y/N memilih untuk berada di pelukannya daripada menarik kursi lain. Y/N duduk menyamping dengan sisi tubuhnya bersandar pada dada Tobirama sedangkan kepalanya berbaring di bahunya. Tanpa pikir panjang lengan kiri Tobirama merangkul pinggul Y/N, menjaga agar wanitanya tidak terjatuh.

"Aku selesaikan laporan ini lalu kita makan," ia membenamkan wajahnya di puncak kepala Y/N. "Kau mau makan apa?"

"Aku mau makanan manis. Mungkin panekuk," Y/N mendongak dengan mata memohon. "Boleh, kan?"

Tobirama terkekeh pelan. "Tentu saja. Tetapi jangan mengeluh padaku kalau besok pagi kau sakit perut."

Dihadapan istrinya, ia bukanlah sosok pemimpin yang tak kenal ampun atau wakil direktur yang tegas. Di depan wanita yang kini membawa anak pertama mereka, Tobirama hanyalah sosok suami yang tidak sanggup menolak keinginan istrinya yang memohon dengan wajah menggemaskan. Tidak perlu ada yang tahu. Biarlah ini menjadi bagian dirinya yang hanya diketahui oleh Y/N.

"Tobirama?" ia berdehem pelan tanpa memalingkan pandangan dari laptop. "Menurutmu anak pertama kita laki-laki atau perempuan?"

"Yang mana saja. Asal wajahnya mirip denganmu," sahut Tobirama. Ia melayangkan ciuman singkat di pelipis istrinya. "Mungkin kalau anak kita perempuan, aku sedikit berharap sifatku menurun padanya."

"Kenapa begitu?"

"Agar tidak banyak laki-laki yang mendekatinya," Tobirama mendengus. Benaknya membayangkan putrinya akan dikejar oleh banyak pria—sama seperti yang ia alami, lalu terbayang putrinya menangis karena patah hati. "Aku akan melubangi tubuh pria yang berani mematahkan hati gadisku."

Y/N tertawa, memamerkan senyum geli mendengar ucapan suaminya sementara Tobirama memandangnya penuh dengan tanda tanya. Istrinya tampak lebih terjaga daripada saat ia memasuki ruang kerjanya.

"Anakmu bahkan belum lahir, tapi sifat protektifmu sudah melambung tinggi."

Tobirama mendengus kecil seraya mengangkat bahu seolah acuh tak acuh. "Ia sama pentingnya denganmu. Aku tidak akan mengizinkan siapapun menyakitinya. Tidak peduli kalau ia masih di dalam perutmu."

Senyum Y/N melebar. "Itulah alasan aku mencintaimu, Tobirama."

Sudut bibir Tobirama tertarik lebih dalam, menyeringai puas ketika Y/N meninggalkan ciuman di sepanjang rahangnya. Ia mengerang lemah ketika bibir Y/N mencapai lekuk lehernya, mengacaukan fokus yang seharusnya tertuang pada grafik di depannya. Sebelah tangan Tobirama mencengkeram pinggul istrinya erat, luapan atas sensasi yang mulai menguasai tubuhnya.

"Y/N ... ini tidak adil," gumam Tobirama sembari menyembunyikan wajah di bahu Y/N. "Dokumen ini harus kuperiksa malam ini."

Y/N tetap melanjutkan aktivitasnya bagai tak mendengar ucapan suaminya. Wanita itu berdehem pelan saat tidak lagi terdengar suara ketikan keyboard. Tanpa suaminya sadari, Y/N tersenyum samar. Sebelum Tobirama bisa memeluk Y/N dengan benar, wanita itu telah melarikan diri dari rengkuhannya.

"Aku sudah tidak sabar makan panekuk," seru Y/N setengah berlari meninggalkan ruang kerja Tobirama. Langkahnya menggema di lorong rumah yang sepi. "Jangan lupa matikan laptopmu. Aku tidak bisa tidur nyenyak kalau kau belum memelukku, Tobirama."

Untuk beberapa detik, ia hanya bisa tercengang. Kesadaran Tobirama kembali setelah kekehan istrinya menggema. Jika sudah seperti ini, ia tidak memiliki pilihan lain selain menuruti keinginan sang Istri. Bibirnya tertarik mengukir senyum tipis menyadari betapa besar kendali yang Y/N miliki atas dirinya.

Dunia boleh memandangnya sebagai pria ketus yang arogan. Para pegawai dan teman-temannya bisa berpikir bahwa ia adalah sosok yang tegas dan sarkas. Namun, ia tidak keberatan menerima fakta bahwa ia sepenuhnya telah ditaklukan oleh wanita yang kini menunggu sepiring panekuk hangat di dapur. Sama sekali tidak.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top