Saiino
Terlihat sirat keseriusan dan keyakinan di mata Sai saat mantan ANBU NE itu membaca buku. Suasanan perpustakaan yang selalu hening juga ikut membuatnya hanyut dalam bacaannya. Ia menghela nafas saat menyelesaikan buku yang ia baca, tapi raut bingung masih sangat terlihat di wajahnya. Sai mengacak rambutnya frustasi karena masih belum menemukan jawaban yang cocok untuk pertanyaan yang berseliweran di kepalanya.
Merasa tidak ada gunanya tetap diam, Sai memutuskan untuk meninggalkan perpustakaan dan jalan-jalan di sekitar desa. Selama di perjalanan ia bertemu Naruto, Kakashi-sensei, Sakura dan Hinata. Saat ia melemparkan pertanyaan kepada mereka tentang hal yang menganggunya, jawaban yang ia dapat sangat beragam.
'Kenapa tidak melakukannya dengan cara yang biasa. Persiapkan semuanya dengan baik. Argh.... aku tidak terlalu mengerti dengan hal ini. Aku saja melakukannya secara spontan dengan Hinata!' jawab Naruto dengan raut wajah bingungnya yang makin membuat Sai bingung.
'Kau bingung karena hal itu? Mau kupinjamkan Icha-Icha Tactics milikku?' tanya Kakashi. Sai buru-buru menolak, ia ingat dengan reaksi Sakura saat Kakashi-sensei membaca buku bersampul hijau itu di depannya. Bukan reaksi yang ia inginkan. "Kalau begitu ciptakan suasana romantis sampai membuat ia menangis.'
"Aah... kau serius ingin melakukannya? Aku akan membantumu, Sai!" pekik Sakura senang. "Aku rasa kau harus melakukan sesuatu yang romantis untuknya, tapi jangan sampai kau meniru orang lain. Kau harus melakukannya dengan caramu sendiri karena efeknya pada pasanganmu akan lebih hebat daripada kau hanya meniru orang lain.'
'Ano... Sai-san. Sejujurnya, aku tidak terlalu paham dengan situasi seperti itu, tapi kurasa akan lebih baik kalau membuatnya nyaman dengan situasi seperti itu. Perasaan nyaman pasangan kita juga menjadi hal yang penting.' gumam Hinata.
Sekarang Sai semakin bingung setelah mendengar jawaban dari pertanyaan sederhananya. Bagaimana cara ia melamar kekasihnya, Ino.
***
Merasa semakin frustasi dengan apa yang ingin ia lakukan, Sai memilih untuk melakukannya malam ini. Tanpa persiapan yang memakan waktu banyak. Sai meminta izin pada Hokage untuk memakai tempat patung Hokage.
Ia meminta bantuan dari Sakura untuk membeli bunga cosmos, meminta Hinata untuk memilihkan cincin yang sekiranya cocok untuk di sematkan di jari kekasih pirangnya yang hampir sama berisiknya dengan Naruto. bahkan ia meminta Kakashi-sensei dan Sasuke -yang ikut datang karena dipaksa sahabat dan kekasihnya- untuk memilihkan baju seperti apa yang harus ia pakai.
"Nah... dengan begini aku yakin Ino pasti akan terpukau denganmu sampai tidak bisa menolak," kata Kakashi-sensei, ia menoleh ke arah Sasuke untuk minta persetujuan. "Bukan begitu, Sasuke?"
"Hm," yah... apa yang bisa di harapkan dari keturunan terakhir klan Uchiha ini selain satu kata yang sangat melekat dengannya.
Sai menunggu kedatangan Ino dengan rasa cemas yang tidak terlihat. Ia sudah mengirim burung buatannya dengan isi pesan yang menyuruhnya untuk datang ke atas patung Hokage. Naruto dan yang lainnya sudah pergi dengan alasan tidak ingin mengganggu momen mereka nanti.
Kalau Kakashi-sensei berkata Ino yang akan terpukau melihatnya, Sai harus membantah keras pernyataan itu. karena pada kenyataannya, ialah orang yang takjub saat melihat Ino. Ia yakin dandanan Ino malam ini di siapkan oleh Sakura mengingat gadis merah muda itu sudah mengetahui rencananya.
"Sai... ada apa ini? kenapa Sakura memaksaku berpakaian seperti ini?" tanya Ino dengan dahi mengernyit. Sai menghampiri gadisnya dengan langkah lebar. Ia menatap Ino dengan penuh sayang.
"Ino... kata pertamaku setelah kita pertama kali bertemu adalah kejujuran. Saat itu pengetahuanku tentang emosi memang hampir nol, tapi aku tahu kalau mataku tidak berbohong. Sampai saat ini pun kau masih terlihat sama seperti kita pertama bertemu, bahkan lebih cantik dari sebelumnya. Aku ingin melihatmu dan kecantikanmu untuk sisa hidupku. Karena itu, maukah kau mengizinkanku menjadi pasangan seumur hidupmu dan membuatku menjadi kekasih paling bahagia?"
Ino menutup mulutnya tidak percaya. Air mata menggenang di pelupuk matanya. Terlebih saat Sai berlutut di depannya dan mengeluarkan cincin. Awalnya Sai takut kalau Ino ingin menangis karena tidak suka dengan caranya, tapi saat ia menatap dalam-dalam mata aquamarine Ino, yang bisa ia lihat hanyalah kebahagiaan.
"Tentu saja aku mau Sai! Ya, beribu kali iya!" Sai bangkit dan memakaikan cincin di jari manis tangan kiri Ino, lalu mencium punggung tangannya.
Tidak ada seorang pun yang tahu betapa lega dan bahagianya Sai saat itu.
Sekarang pertanyaan baru muncul di kepalanya. Kapan dan bagaimana pernikahannya dengan Ino nanti?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top