Sai *Modern*
Sai tidak pernah menyangka bahwa ia akan ... jatuh cinta.
Sejak kecil, ia sudah terbiasa menjadi sosok yang pendiam. Kehilangan kedua orangtuanya di waktu muda memberi efek traumatis baginya. Walaupun keberadaan kakaknya, Shin, mampu membuatnya lebih mudah bergaul dan membuka diri. Hanya saja, setelah kehilangan satu-satunya tempat bersandar, Sai jauh lebih antisosial. Ia tidak ingin dekat atau menjalin pertemanan dengan siapapun. Ia muak merasakan kehilangan.
Hingga pada suatu hari, Naruto memaksanya keluar dari cangkang perlindungannya. Pria pirang itu memaksanya untuk bergaul, seenaknya melabeli diri sebagai temannya, sampai menyeretnya ke lingkaran sosialnya tanpa persetujuan Sai. Yah ... setidaknya karena Naruto, ia jadi mengerti bahwa tidak ada manusia yang sanggup melawan kesendirian.
Bagaimana ia jatuh cinta juga suatu ketidak sengajaan. Gadis yang seringkali berada di bawah pohon setiap istirahat itu menarik perhatiannya. Y/N namanya. Y/N sering berganti pohon yang ia sandari jika musim berganti. Gadis itu duduk dibawah pohon Sakura saat musim semi dan bersandar di pohon maple saat musim gugur. Ia yang tidak sebrutal Sakura dan banyak bicara seperti Ino mampu menerbitkan rasa penasaran dalam dirinya.
Y/N selalu membawa satu botol minum berisi makanan kucing dan melebihkan porsi daging atau sosisnya. Awalnya Sai tidak mengerti mengapa gadis itu hampir tidak pernah menghabiskan lauknya. Pertanyaannya terjawab ketika ia mendapati Y/N dikerubungi dengan kucing liar saat perjalanan pulangnya dan memergoki gadis itu tengah memberikan isi bekalnya pada anjing di pinggir jalan. Singkat kata, dalam pandangannya Y/N adalah gadis baik.
Sai tidak pernah berencana mengungkapkan perasaannya. Baginya, Y/N baik pada semua orang, tidak mungkin gadis sebaik itu mampu mencintai seseorang dengan masa lalu yang kelam seperti dirinya. Ia hanya bisa mengamati gadis itu dari jauh sembari memainkan peran sebagai sahabat yang baik, Sai punya dua sketchbook yang berisi koleksi lukisan Y/N sebagai ungkapan perasaannya. Dalam pandangannya, semua itu cukup.
Dan benar saja, tiga bulan lalu gadis itu datang padanya dengan senyuman merekah, menghambur padanya seraya berucap.
Aku diterima olehnya, Sai. Ahh ... aku tidak percaya bisa menjadi pasangan dari sosok yang sudah kuidolakan sejak lama.
Iya, gadis itu menjadi kekasih dari salah satu mahasiswa populer di jurusannya.
Ia tidak terkejut karena dugaannya benar, tapi sama sekali tidak mengurangi rasa sakitnya. Saat itu Sai hanya mampu mengucapkan selamat dengan senyum palsu terulas di wajahnya. Tentu saja ia bahagia, gadis yang ia cintai tengah berbahagia walaupun bukan karena dirinya. Namun ada satu yang ia khawatirkan.
Dua minggu setelah menjadi sepasang kekasih, Y/N mulai jarang terlihat. Ia tidak ada di bawah pohon favoritnya, tidak juga ditemukan di taman yang sering mereka lewati di perjalanan pulang dan yang paling aneh, Y/N tidak datang saat Naruto mengajak semua temannya berkumpul. Y/N tidak pernah melewatkan kesempatan untuk bertemu dengan teman-temannya.
Suara bel yang menggema di seluruh penjuru apartemen membuyarkan isi pikiran Sai tentang Y/N. Ia terkesiap begitu menyadari kalau ia sudah berdiri di depan lukisan Y/N yang ia pajang di ruang tengah selama hampir satu jam.
Bel terdengar untuk yang kedua kalinya. "Sebentar."
Siapa yang datang ke rumahnya saat badai seperti ini, tanya Sai dalam hati.
Betapa terkejutnya ia mendapati Y/N berdiri di pintunya dengan basah kuyup dan menggigil. Ketika Y/N mengangkat wajah, mata gadis itu bengkak dengan rona kemerahan di wajahnya.
"Boleh aku masuk, Sai?"
Sai melangkah mundur, membiarkan Y/N masuk dan melepas sepatunya yang basah di teras rumahnya. Netra hitamnya berpusat pada Y/N, mengamati gadis itu lekat-lekat. Pertanyaan-pertanyaan berseliweran di kepalanya. Ingin sekali ia menyuarakan pertanyaannya, namun dengan keadaan Y/N sekarang rasanya tidak pantas.
"Maaf karena aku datang tanpa memberitahumu dulu," ucap Y/N menerima handuk yang diberikan oleh Sai. "Aku sedang berada di sekitar sini ketika hujan tiba-tiba turun. Kupikir sebaiknya mampir ke rumahmu saja karena lebih dekat."
Bohong, gadis itu berbohong padanya. Terlihat sangat jelas dari gestur kecil yang ia lakukan, tapi Sai tidak bertanya lebih lanjut.
"Kau mandilah dulu. Aku bisa meminjamkan bajuku, kalau kau terus mengenakan pakaian yang basah, kau bisa demam," suruh Sai pelan.
Ia mendorong punggung Y/N ke arah kamar mandi yang berhadapan dengan ruang tengah. Y/N berjengit seolah sentuhan Sai menyakitinya. Sai mengernyit, pertanyaan lain muncul di pikirannya, apa yang sebenarnya terjadi pada Y/N.
Sai melangkah ke arah dapur, memutuskan untuk membuat teh hijau hangat selagi Y/N mandi. Ia ingat minuman favorit Y/N disaat hujan adalah teh hijau alih-alih cokelat hangat. Kemudian, Sai mengeluarkan beberapa bahan makanan dari kulkas. Ia berniat untuk memasak makan malam bersama Y/N saat gadis itu selesai. Setelah itu, ia mengarahkan kakinya ke dalam kamar, memilih kaus lengan panjang untuk dikenakan oleh Y/N.
Ia tidak bermaksud menginvasi zona privasi Y/N. Sama sekali tidak bermaksud. Namun, Sai tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya melihat Y/N yang berjongkok di tengah kamar mandi sambil menangis. Hanya saja, bukan itu yang membuat Sai tercengang. Gadis itu tidak lagi mengenakan kemejanya, menyisakan tanktop bertali spageti yang memperlihatkan sebagian besar punggung atasnya. Iya, punggung atas yang penuh dengan lebam kebiruan bahkan ada yang sudah menunjukkan siluet keunguan.
"Astaga, apa yang terjadi padamu, Y/N?" Sai menaruh pakaian yang ia bawa di atas wastafel. Sebelah tangannya membayangi punggung gadisnya.
"S-Sai ..." isak Y/N. Gadis itu mencengkeram lengan Sai erat, berusaha bergantung padanya. "A-aku tidak apa-apa. Aku terpleset di jalan tadi."
Sai menghembuskan napas kasar. Ia menangkup wajah Y/N hati-hati. "Y/N, kumohon berhentilah berbohong padaku. Badai sudah mulai beberapa jam lalu, kau tidak mungkin berjalan-jalan di tengah badai selama beberapa jam sebelum kemari, kan? Dan memar seperti itu tidak kaudapatkan karena terpleset."
Tangis Y/N pecah. Sesungguhnya Sai tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia tidak pernah berhadapan dengan seorang gadis yang tengah menangis, terlebih gadis ini adalah gadis yang amat ia sayangi. Bermodalkan insting, Sai membawa Y/N lebih dekat, berhati-hati saat lengannya bersentuhan dengan punggung Y/N.
Saat gadis itu sudah lebih tenang, Sai bertanya dengan suara berbisik. "Sekarang ceritakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?"
Y/N menarik napas panjang sambil terisak. "Takeshi ..."
Satu nama. Y/N hanya mengucapkan satu nama dan Sai sudah mengerti. Pria yang mengaku sebagai kekasih Y/N dengan beraninya menyakiti gadis yang ia cintai.
"Dia memukulmu?" suaranya terdengar dingin, ekspresinya mengeras.
Y/N mengangguk. "Ia juga mendorongku sampai punggungku membentur dinding, makanya memar seperti ini."
"Kenapa dia memukulmu?" Y/N menunduk seperti takut beradu tatap dengan Sai. Ia mengusap pipi Y/N yang memerah aneh dengan ibu jarinya dan rahangnya mengeras saat Y/N meringis karena sentuhan ringannya. "Kau tidak perlu takut padaku. Aku tidak akan pernah menyakitimu."
"Katanya aku bukan kekasih yang baik karena tidak ingin mengenakan pakaian yang ia pilih. Ia sempat menamparku karena aku menjawab ucapannya, ia bilang gadis yang baik tidak akan menyahuti kata-kata kekasihnya," Y/N menjelaskan dengan terbata-bata, seakan mengatakannya pada Sai membuat rasa sakitnya timbul kembali. "Tadi siang ia mendorongku saat aku mencoba meminta izin untuk berkumpul dengan teman-temanku, denganmu Sai. Ia bilang 'Sudah punya aku masih ingin menemui laki-laki lain? Sudah kuduga menjadi gadis baik hanya kedokmu saja kan? Dasar jalang.'"
Sai tidak pernah merasa semarah ini. Tidak, marah bukan kata yang tepat. Ia murka. Bagaimana bisa gadis seperti Y/N diperlakukan seperti itu? Berbicara kasar padanya saja Sai tidak mampu membayangkan, tapi pria yang seharusnya menjadi kekasihnya, menjadi sosok yang menyayangi Y/N dengan sepenuh hati malah menyakitinya dan melabeli Y/N 'jalang' hanya karena gadis itu ingin bertemu dengan teman-temannya.
"Akan kuhabisi orang itu," geram Sai. Tangannya sudah terkepal erat. Jika bukan karena Y/N yang membutuhkan dirinya, sudah pasti Sai akan memburu bajingan itu.
"Tidak Sai. Kumohon jangan," pinta Y/N setengah memohon. Ia memegang bahu Sai, berusaha menghentikan bayangan Sai yang sedang menyiksa kekasihnya.
"Di saat seperti ini kau masih membelanya?"
Y/N menggeleng. "Aku hanya tidak ingin kau terkena masalah karena dia. Lagipula, aku sudah memutuskan hubunganku dengannya."
Sai menghela napas. "Baiklah, baiklah. Aku tidak akan menghabisinya."
Senyum Y/N mengembang. Senyum tulus pertama yang ia lihat selama beberapa hari terakhir. Sai tidak bisa menahan diri, ia memajukan wajahnya dan menempelkan bibirnya di dahi Y/N beberapa saat.
"Aku menyayangimu, Y/N. Sangat menyayangimu."
"Aku juga menyayangimu, Sai," senyum Y/N.
"Sekarang bersihkan dirimu. Aku akan memasak makan malam, baru mengoleskan balsam di memarmu," titah Sai. Biarlah Y/N menganggap ungkapan perasaannya barusan dibawah status sahabat. Ia akan memproklamasikan cintanya lain kali. "Dan Y/N? kau akan tinggal denganku mulai hari ini."
Sai sudah menutup pintu kamar mandi sebelum Y/N sempat protes sambil tersenyum puas. Ia tidak akan membiarkan gadis itu sendirian dengan kondisi seperti ini. Siapa yang berani menjamin jika bajingan itu tidak berbuat nekad dan memukuli Y/N ketika mereka bertemu.
Meskipun sudah berjanji pada Y/N, ia tetap akan memberikan pria itu pelajaran walaupun tidak sampai menghabisinya. Sekarang ... apa yang harus ia lakukan pada bajingan itu?
***
"Y/N! Y/N! apa kau sudah mendengar kabar terbarunya?" Naruto berteriak dari kejauhan ke arah Y/N yang sedang makan berdua dengan Sai di taman kampus.
"Kabar apa Naruto?" Y/N meletakkan sumpitnya dengan penasaran, sementara Sai terlihat acuh dengan apapun yang akan diberitahukan oleh Naruto.
"Takeshi ... kau belum mendengar kabar?" tanya Naruto sekali lagi untuk memastikan.
Y/N menggeleng pelan.
"Kabarnya Takeshi sekarang koma dan belum sadar karena dipukuli oleh preman," Naruto berkata dengan suara berbisik bak memberitahu rahasia negara. "Kabarnya masih simpang siur siapa yang mengeroyoknya. Ada yang bilang preman, ada yang bilang sekelompok orang yang tidak senang dengan Takeshi, tapi menurutku ia dipukuli oleh satu orang yang sangat kuat."
Sai masih acuh dengan tatapan Y/N yang mengarah padanya, seperti bertanya mengenai kejelasan kabar itu padanya. Sai hanya mengangkat bahu tidak peduli.
Tidak ada yang boleh menyakiti gadisku.
Oookaay, nama Takeshi itu cuma nama random aja.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top