Sai *Modern*
Kepalaku terasa pusing sejak pagi, mungkin karena melewatkan sarapan, pagi ini aku kesiangan jadi terburu-buru. Aku menolak tawaran Naruto yang mengajakku makan ramen, juga menolak niat baik Sakura yang menawarkan kue cokelat yang ia bawa dari rumah. Aku bertekad untuk tidak memasukkan apapun ke dalam mulut selain air putih atau buah.
"Kau yakin tidak ingin makan, Y/N? Wajahmu pucat sejak pagi, lho," kata Sakura. Ia membujukku untuk mengambil sebagian nasi kepal yang sengaja dipesankan untukku.
"Tidak usah," aku menggeleng. "Aku sedang tidak lapar."
"Ayolah, Y/N, sesuap saja," kata Naruto. Tangannya berada di rahangku.
kali ini Naruto yang mencoba memaksaku untuk membuka mulut. Aku menggeram kesal, lalu menggigit tangan Naruto. Ia berteriak kencang sambil memegangi tangannya, Sakura menepak belakang kepalanya agar ia bisa diam, aku meringis melihat penyiksaan yang Naruto dapatkan karena niat baiknya. Aku meminta maaf dalam hati pada Naruto yang mengusap belakang kepalanya dengan kedua tangan.
"Omong-omong kemana Sasuke dan Sai?" tanyaku. Sejak jam istirahat dimulai aku tidak melihat mereka berdua.
"Kakashi-sensei memanggil mereka, katanya ada urusan penting yang harus didiskusikan. Tebakanku sih untuk lomba antar sekolah dua minggu lagi," jawab Sakura. Ia memasukkan kue ke dalam mulutnya.
Benar juga, kurasa Sasuke dan Sai akan menjadi perwakilan bidang akademik dan bidang seni, mengingat bakat melukis Sai diatas rata-rata. "Kau tidak ikut Naruto?"
Naruto mendengus sebal. "Tidak. Kakashi-sensei pasti akan menyesal karena tidak memilihku. Teme dan mayat senyum itu pasti akan kalah kalau ikut perlombaan, mungkin karena itu Kakashi-sensei tidak memilihku."
Aku menggelengkan kepala menyaksikan tingkah Naruto yang kelewat percaya diri. Bisa dipastikan, kalau ada pemilihan orang paling percaya diri se-Konoha, Naruto pasti akan keluar sebagai pemenangnya. Aku mengalihkan pandanganku ke pintu masuk kantin saat mendengar suara pekikan, Sasuke dan Sai ternyata baru saja masuk. Kalau diperhatikan baik-baik, Sasuke dan Sai terlihat seperti anak kembar yang berbeda orang tua.
"Sasuke-kun dan Sai terlihat seperti anak kembar kalau berjalan berdampingan seperti itu," bisik Sakura padaku. Kurasa bukan hanya aku yang menyadarinya.
Sai mendudukkan dirinya di sampingku, sementara Sasuke duduk di samping Sakura. Sai sempat melemparkan senyuman khasnya ke arahku sebelum sibuk dengan ponselnya. Aku merebahkan kepala di bahu Sai, ia menoleh ke arahku heran, lalu tersenyum tipis.
"Kakashi-sensei memanggilmu?" tanyaku.
Sai mengangguk. "Kakashi-sensei memintaku untuk menjadi perwakilan di bagian seni. Ia ingin agar lukisanku diikut sertakan dalam lomba dua minggu lagi."
"Aku yakin lukisanmu akan meraih juara pertama. Semua orang suka dengan lukisanmu, Sai," kataku memberi semangat. Sai bukanlah orang paling bersemangat yang pernah kukenal, malah ia bisa dikategorikan sebagai orang yang paling pasif yang pernah kukenal, selain Sasuke tentunya.
"Mungkin kau benar," ucap Sai. "Kau tidak makan, Y/N?"
"Tidak, aku tidak lapar. Kau sendiri tidak makan, Sai?" tanyaku. Sai mengabaikan pertanyaanku, ia malah menangkupkan wajahku di tangannya dan menatapku dalam-dalam. Apa yang ia lakukan?
"Kau yakin tidak lapar? Karena wajahmu lebih pucat dari yang biasanya, matamu juga lebih sayu dari yang biasanya. Kenapa kau tidak ingin makan, Y/N?" tanya Sai. Ups, aku tidak pernah berpikir kalau Sai akan memperhatikanku sedetail itu. Tatapan matanya masih lekat di mataku.
Sebenarnya aku merasa sangat lapar, tapi mengingat seminggu ini aku sudah terlalu banyak makan, aku harus mulai diet sekarang. Aku makan yakiniku bersama dengan Chouji dan semua orang tahu kalau porsi makannya sangatlah luar biasa, aku juga sempat makan banyak cokelat dengan Sakura di kafe yang baru dibuka, Naruto juga menyeretku ke kedai ramen Paman Teuchi dan nafsu makannya hampir sama besar dengan Chouji, terakhir aku makan ayam teriyaki sampai kenyang bersama Sai dua hari yang lalu. Berapa banyak lemak yang kumakan selama seminggu ini?
"Aku baik-baik saja, Sai. Tidak perlu mengkhawatirkanku, kau bisa makan sendiri," balasku.
"Tidak perlu, aku juga tidak lapar," tolak Sai dengan senyumnya. "Kau mau menemaniku melukis untuk lomba itu?"
Aku mengangguk semangat. Melihat Sai yang sedang melukis adalah kegiatan yang menyenangkan, mungkin Sai memang tidak bicara, tapi ekspresinya saat melukis atau saat sesekali ia menjelaskan arti dari lukisannya itu yang membuatnya terlihat mengagumkan. Bahkan saat aku ke rumahnya, ia menggantung beberapa lukisan favoritnya dan menjelaskan maksudnya padaku. Entah kenapa Sai tidak pernah memberi judul pada lukisannya, katanya ia bingung akan memberi judul apa.
Sai menjulurkan tangannya, menungguku untuk menyambut ulurannya. Saat aku berdiri, rasa pusing kembali menyergap, tatapanku susah untuk fokus, tubuhku terasa ringan. Bisa kurasakan Sai menggenggam tanganku lebih erat saat tubuhku terasa limbung.
"Kau baik-baik saja?"
Sebelum aku bisa menjawab, pandanganku menggelap. Aku hanya mendengar suara Sai, Naruto dan Sakura yang memanggil namaku.
***
Sai adalah hal pertama yang kulihat saat aku membuka mata. Ia tampak biasa saja walaupun aku bisa melihat sirat khawatir di matanya. Sai membantuku duduk dan menatapku datar untuk meminta penjelasan.
"Shizune-sensei bilang kalau tubuhmu terlalu lemah karena tidak sarapan juga tidak makan saat istirahat. Kenapa kau bilang kalau kau tidak lapar, Y/N?" tanya Sai.
Aku mengangkat tangan menyerah, kalau sudah ketahuan begini tidak ada gunanya lagi untuk kusembunyikan. "Baiklah, aku mengaku. Sebenarnya aku sedang diet untuk mengurangi berat badanku yang sekarang."
"Kenapa kau harus diet?" Sai memiringkan kepalanya tidak mengerti. Aku menghela nafas, lupa kalau kekasihku ini sangat tidak peduli tentang apapun selain yang dianggapnya penting, jadi wajar saja kalau ia tidak mengerti kenapa aku dan kebanyakan gadis lainnya harus diet.
"Memangnya kau tidak mendengarku? Aku harus mengurangi berat badanku yang naik karena terlalu banyak memakan makanan yang berlemak seminggu ini atau aku akan bertambah gemuk. Karena itu aku juga harus mengurangi jumlah makananku dan memperbanyak air putih juga memakan buah," jelasku. Sai masih menatapku dengan tatapan bingung dan tidak mengerti.
"Aku masih tidak mengerti," kata Sai. "Kau tidak perlu diet untuk kurus, kan? Menurutku kau tetap terlihat cantik dan memesona walaupun kau gemuk, malah pipimu akan lebih chubby dari yang biasanya. Itu bukan hal buruk, kan?"
"Kau mengatakan itu karena kau kekasihku, kan? Kau hanya ingin menghiburku agar aku mau makan dan tidak melanjutkan dietku, ya kan?" tuduhku pada Sai.
"Aku mengatakan yang sebenarnya, Y/N. Lagipula, aku tidak suka melihatmu menyiksa dirimu sendiri seperti ini, aku merasa tidak nyaman meninggalkanmu sendirian sampai aku mengabaikan lukisanku untuk sementara."
Astaga! Aku lupa tentang lukisan yang harus diserahkan pada Kakashi-sensei. Dasar bodoh, kenapa malah menungguku sadar bukannya mengerjakan lukisan itu? Aku menatapnya kesal.
"Seharusnya kau mengerjakan lukisanmu dulu setelah itu kau bisa menjengukku," kataku.
Sai menggelengkan kepala pelan. "Menurutku kau jauh lebih penting, Y/N. Tidak ada gunanya aku melukis tanpamu, ide yang terlintas di kepalaku menjadi hilang karena aku tidak ingin meninggalkanmu. Jadi kumohon jangan lakukan hal seperti itu lagi, baik?"
Aku tersenyum mendengar ucapan manis Sai, mungkin ia memang tidak mengerti begitu banyak emosi, tapi satu yang kutahu tentang Sai. Ia tidak pernah berbohong, kecuali saat mencari nama panggilan untuk seseorang.
"Baiklah, aku tidak akan melakukan hal itu lagi, tapi kau harus janji untuk membuat satu lukisan untukku, ya?" tawarku.
Sai tersenyum sambil menutup matanya. Aku sangat menyukai senyum khasnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top