Sai

Hah... senang rasanya bisa mendapat hari libur dari Tsunade-sama. Beliau senang sekali memberiku misi dalam jangka waktu yang lama, entah apa yang sebenarnya ia pikirkan. Omong-omong, aku sedang berada di perpustakaan Konoha, sudah lama sekali sejak terakhir kali aku membaca buku di sini. Aroma kertas dan suasana yang tenang juga menjadi hal yang kurindukan dari tempat ini. Seperti biasa, aku duduk di tempat paling belakang dekat dengan jendela, pemandangan desa dari tempatku sekarang sangatlah indah. Aku bisa melihat kegiatan orang-orang desa, angin yang bertiup kencang, juga mendengar kicauan burung. Entah sudah berapa lama aku melamun, tapi lamunanku buyar saat ada seseorang yang berdehem pelan.

"Boleh aku duduk di sini?" aku mendongak. Ternyata Sai yang menyapaku.

"Tentu saja, Sai."

"Kau sering ke tempat ini juga, Y/N?" tanya Sai. Ia membuka buku sketsanya dan mencari halaman yang masih kosong.

Aku mengangguk pelan. "Kalau sedang tidak ada misi, aku memang sering ke sini. Bagaimana denganmu, Sai?"

"Aku suka ke sini untuk mencari tahu tentang hal-hal yang tidak kumengerti," jawab Sai dengan senyum palsunya.

Sai memang masih belum terbiasa dengan 'emosi'. Yang kutahu dari Kakashi-sensei, ANBU memang tidak seharusnya memiliki emosi, mereka lebih mengutamakan misi daripada teman satu timnya. Semenjak Sai bergabung dengan tim kami, ia mulai belajar tentang emosi dari Naruto. Entah apa yang Naruto lakukan atau katakan padanya, tapi aku senang Sai bisa lebih ramah dari sebelumnya.

Hanya suara angin yang terdengar diantara kami. Sai sibuk dengan buku sketsanya dan aku juga asyik membaca bukuku. Buku yang kubaca adalah tentang obat-obatan, melihat Tsunade-sama dan Sakura menyembuhkan pasiennya selalu membuatku takjub. Sebenarnya, aku sudah meminta Tsunade-sama untuk mengajariku tentang ilmu medis, hanya saja ia berkata kalau bidangku bukan medis, melainkan persenjataan sama seperti Tenten.

Aku melirik lukisan yang dibuat Sai. Ia sedang melukis seorang gadis yang sedang berdiri di tepi tebing. Aku tahu kalau modelnya adalah seorang gadis karena rambut panjang dan tubuhnya yang terlalu kecil untuk ukuran laki-laki. Di sisi lain tebing, ia melukis pepohonan rimbun dan bunga kecil seperti menjaga gadis itu. Hebat... aku memang tidak pernah melihat lukisan Sai secara langsung, yang selalu kudengar adalah lukisan Sai yang sangat indah, tapi aku tidak pernah menyangka kalau lukisannya akan seindah ini.

"Siapa gadis yang ada di lukisanmu?"

Sai mengangkat kepalanya kaget, pipinya menampakkan semburat merah. Ia menutup bukunya perlahan, lalu menggelengkan kepalanya. "Kalau lukisannya sudah jadi, aku akan memberitahumu."

Sebelah alisku terangkat. "Memangnya gadis yang ada di lukisanmu itu sangat spesial ya? Wajahmu sampai memerah begitu."

"Sebenarnya, aku tidak tahu apakah ia spesial untukku atau tidak. Aku hanya merasa perlu untuk mengabadikan dirinya, tapi berapa kali pun aku mencoba rasanya lukisanku tidak sebanding dengan dirinya," kata Sai pelan. Ah... jadi gadis itu memang spesial untuknya.

"Kau menyukainya, ya?"

Ia memiringkan kepalanya sedikit, matanya berkata kalau ia tidak mengerti dengan kata yang kumaksud. "Menyukai?"

"Iya," aku mengangguk. "Itu adalah kata yang kau gunakan saat kau merasa nyaman dengan seseorang."

"Jadi, aku juga menyukai Naruto?"

Aku tertawa pelan. Ia benar-benar tidak mengerti tentang hal ini. "Bukan seperti itu, Sai. Katakan padaku, apa yang kau rasakan pada Naruto saat kau bersamanya?"

"Aku merasa kalau Naruto sama seperti kakakku, Shin. Ia selalu bertingkah bodoh, berisik dan menyebalkan, tapi aku tidak merasa terganggu dengan keberadaannya, aku juga ingin sekali menjadi teman yang baik untuk Naruto," jelas Sai dengan senyum. Aku ikut tersenyum mendengarnya, ternyata itu yang dirasakan Sai selama ini.

"Bagaimana dengan perasaanmu saat kau bersama gadis itu?"

"Hm... aku merasa aneh saat aku bersamanya. Ia tidak melakukan apapun, tapi rasanya aku selalu ingin tersenyum. Entah bagaimana, aku selalu merasa geli di sekitar perut saat aku melihatnya. Sebenarnya, apa yang terjadi padaku, name?" Sai terlihat frustasi saat menjabarkan perasaannya untuk gadis ini. Kurasa ia tidak mengada-ngada tentang perasaannya.

"Kau mencintainya, Sai. Perasaan yang seperti itu sudah tidak bisa dikatakan suka, melainkan cinta. Kau jelas tahu perasaanmu pada Naruto dan pada gadis itu sangat berbeda, kan?" Sai mengangguk yakin. "Kau mencintainya."

"Apa yang harus kulakukan selanjutnya?"

"Katakan padanya perasaanmu yang sebenarnya. Para gadis sangat suka dengan perlakuan manis yang ditunjukkan oleh orang yang mencintai mereka. Kau bisa mencari tentang hal itu di buku, aku tidak terlalu tahu apa yang harus dilakukan," aku tersenyum minta maaf karena tidak bisa membantunya lebih jauh lagi. Aku sendiri tidak pernah menyatakan perasaanku pada laki-laki yang kusukai.

"Kalau begitu, perlakuan manis seperti apa yang kau sukai, Y/N?" tanya Sai. Ia kembali sibuk dengan lukisannya, sementara aku mencari jawaban untuk pertanyaannya.

"Kurasa hal-hal kecil yang sering kulakukan dan diingat sudah menjadi perlakuan manis untukku."

Aku melihat burung yang terbang mengitari daerah perpustakaan sejak tadi. Helaan nafas terdengar dari bibirku, Tsunade-sama mempunyai misi yang baru. Apa ia tidak bisa membiarkan aku bernafas lega untuk satu hari saja? Aku akan protes padanya nanti. Dengan perasaan tidak rela, aku bangkit dari tempat dudukku dan berpamitan dengan Sai.

"Sai, maafkan aku, tapi Tsunade-sama memanggilku. Aku harus pergi sekarang," aku pergi tanpa mendengar balasan dari Sai.

Langkahku berhenti saat ada seseorang yang menahan lenganku. Sai terlihat ragu-ragu dan panik saat menahanku. "Ada apa Sai?"

"Um.. aku hanya ingin memberimu ini," Sai menyodorkan selembar kertas padaku. "Kau bilang kalau para gadis menyukai perlakuan manis dari orang yang mencintai mereka, kau juga bilang perlakuan manis menurutmu adalah saat seseorang mengingat hal kecil tentang dirimu. Aku ingat kalau kau selalu penasaran dengan apa yang kulukis, jadi aku memberikan itu padamu."

Saat aku melihat lukisan yang Sai berikan, aku tidak bisa menahan pekikan kaget. Ia memberiku lukisan yang baru saja ia buat. Kali ini, sketsa itu sudah sempurna. Gadis itu memakai baju ninja Konoha, rambutnya terikat, tangannya sedang membawa buku, tapi tatapannya fokus pada pemandangan di bawah tebing. Sekilas melihat wajahnya, aku tahu siapa yang menjadi modelnya.

"Apa ini aku?"

Sai mengangguk. "Aku selalu ingin melukismu, tapi tidak pernah berhasil."

"Sai, ini luar biasa. Aku benar-benar senang sudah menjadi model lukisanmu, kenapa kau tidak bilang langsung padaku?"

"Karena aku belum tahu tentang perasaanmu, Y/N."

Aku mendekati Sai dan mencium pipinya. Ia sempat kaget dan menjauhkan wajahnya, tapi aku hanya tersenyum lebar. "Aku memiliki perasaan yang sama, Sai."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top