Sabaku no Gaara
Gaara menghela napas lelah seraya menyandarkan punggungnya di kursi. Sebelah tangannya masih berada di samping keyboard, baru saja menyelesaikan pertemuan penting mengenai ujian chuunin dengan keempat kage lainnya.
Ia sudah menjabat menjadi Kazekage di usia muda dan ia sudah terbiasa dengan kesibukan serta tugasnya yang menggunung. Namun, mengalami perubahan zaman dengan teknologi yang lebih canggih terkadang ia masih belum terbiasa. Mulai dari kepalanya yang mudah pusing karena terlalu lama menatap komputer juga pandangannya yang mengabur kala ia menyesuaikan berkas tertulis dengan dokumen dalam bentuk data.
Melirik jam yang berada di sudut mejanya, Gaara tidak heran bahunya mulai terasa pegal. Sejak kembali dari jalan-jalan rutinnya untuk mengawasi keadaan penduduk desa, ia belum beristirahat sama sekali dan kini bulan sudah meninggi pertanda tengah malam.
Kankuro sudah mengingatkannya untuk beristirahat lebih awal mengingat besok ia harus melatih Shinki sebagai persiapan sebelum ujian, namun bagaimanapun juga Gaara merasa tugasnya sebagai Kazekage jauh lebih penting daripada waktu istirahatnya. Ditambah lagi preparasi desa sebelum ujian diiringi data setiap genin yang akan mendaftar, Gaara hanya bisa mendesah pasrah. Setelah ini, ia harus memeriksa data genin dan kesanggupan mereka untuk mengikuti ujian.
Suara ketukan pintu memaksa Gaara kembali tersadar. Ia menegakkan punggung sebelum mengizinkan siapapun yang berada di balik pintu untuk masuk.
“Apakah aku mengganggumu, Kazekage-sama?”
Tatapannya melembut saat mengenali sosok yang mengunjunginya di tengah malam. Berdiri di hadapannya dengan masih terbalut pakaian ninjanya adalah sosok istrinya, Y/N. Hanya dengan merasakan keberadaan istrinya, beban pikirannya seolah lenyap.
“Kau tidak perlu memanggilku seperti itu jika hanya ada kita berdua, Y/N.”
Y/N terkekeh pelan. “Aku hanya bercanda. Kau masih bekerja selarut ini?”
“Masih banyak yang harus diselesaikan,” angguk Gaara. “Kau sendiri, kenapa masih berpakaian seperti itu?”
Gaara memandangi Y/N yang terlihat lusuh. Pipi serta lengannya tergores di beberapa tempat, pelindung siku dan lututnya sobek dan bajunya kotor di beberapa bagian. Seingatnya, ia tidak mengirim Y/N untuk melaksanakan misi hari ini, lalu mengapa wanitanya tampak berantakan?
“Aku bertemu dengan kumpulan genin hari ini dan mereka memaksaku untuk mengajari jurus baru,” Y/N beringsut mendekat saat Gaara menjulurkan tangannya. “Setelah itu aku latihan dengan Shinki. Anak itu ingin memperlihatkan padamu bahwa ia sudah berkembang.”
“Benarkah?”
Y/N mengangguk. “Yah, walaupun ekspresinya masih tetap datar. Sama seperti ayahnya.”
Gaara terkekeh. Ia tidak berkomentar saat Y/N mendudukkan diri di pangkuannya, sebaliknya Gaara bisa merasakan bahunya melemas rileks. Efek yang Y/N timbulkan padanya benar-benar luar biasa.
“Kau masih bekerja? Tidak ingin beristirahat sejenak?” tanya Y/N. Gaara mengerang samar ketika Y/N memijat lehernya.
Betapa inginnya ia menghabiskan malam berdua dengan istrinya, tenggelam dalam aroma lavender yang familiar. Tidak ada yang lebih ia inginkan daripada merengkuh Y/N erat saat ini. Tidak ada. Sosok istrinya bagai candu yang membuatnya adiktif, tidak pernah puas dengan Y/N. Ia tidak puas hanya dengan mengagumi gadis itu dari jauh hingga ia meminta Y/N menjadi kekasihnya, bahkan saat keduanya resmi menjadi suami-istri, bagian dirinya menjadi lebih posesif.
“Tidak bisa,” gumam Gaara sembari menenggelamkan hidungnya di helaian rambut Y/N, menghirup aromanya dalam-dalam. “Harus kuselesaikan malam ini. Kenapa kau tidak kembali lebih dulu dan nanti aku akan menyusulmu?”
Y/N mendengus kecil. Ia membaringkan kepalanya di bahu suaminya. “Mana bisa aku tidur saat suamiku sibuk berselingkuh dengan pekerjaannya. Statusku sebagai istri bisa terancam, tahu.”
“Tidak akan bisa digantikan semudah itu,” sangkal Gaara. “Kau satu-satunya. Tidak ada yang bisa menggantikanmu.”
Gaara tersenyum lembut saat Y/N menyembunyikan wajahnya yang merona di lekukan lehernya. Ia mengusap punggung istrinya dengan gestur menenangkan seraya merebahkan kepalanya di puncak kepala Y/N. Di momen seperti ini, Gaara berulang kali mengucap syukur dalam hati karena wanita semenakjubkan Y/N masih bertahan di sisinya. Menyayanginya. Diam-diam ia berharap momen seperti ini berlangsung selamanya.
“Kau harus tidur, Y/N,” bisik Gaara tanpa menghentikan pergerakan tangannya. “Bukankah besok kau harus mengunjungi akademi?”
“Aku masih ingin bersamamu,” gumam Y/N. Ia bisa merasakan Y/N menggeleng di bahunya. “Akhir-akhir ini kita jarang menghabiskan waktu berdua. Aku merindukanmu.”
Luluh sudah. Dinding pertahanan emosinya seketika roboh mendengar ucapan Y/N. Jika wanitanya sudah berkata demikian dengan nada lirih, bagaimana bisa Gaara menolak keinginannya?
“Kalau begitu biarkan aku menyelesaikan dokumen ini lebih dulu, setelah itu kita akan beristirahat,” putus Gaara.
Y/N hanya mengangguk sebagai respon.
Gaara membenahi posisinya agar Y/N lebih nyaman di pangkuannya selagi ia membaca cepat dokumen terakhir untuk malam ini. ia tahu perhatian dan fokusnya harus tercurahkan pada dokumen di hadapannya jika ingin pekerjaannya lebih cepat selesai, namun Gaara tidak bisa menahan diri untuk tidak terdistraksi oleh keberadaan istrinya. Sebelah tangannya membelai rambut Y/N, sesekali memainkan rambut wanita itu sementara tangannya yang lain menulis cepat bagian yang harus dikoreksi. Bibirnya beberapa kali menggapai puncak kepala Y/N, menyapu pelan pelipis istrinya seakan membuai wanita itu untuk segera terlelap.
Perlahan tapi pasti, Gaara merasakan kepala Y/N semakin berat, napasnya semakin teratur pertanda istrinya sudah tenggelam dalam mimpi. Senyum terkulum tampak di wajahnya seiring dengan binar di matanya kala ia mengagumi sosok Y/N yang tengah tertidur bermandikan sinar bulan purnama. Dalam pandangan subjektifnya, tidak ada wanita yang lebih menawan, lebih cantik dan lebih memesona daripada istrinya. Terlebih saat ia tertidur dengan ekspresi damai tanpa harus waspada dengan sekitar. Untuk yang kesekian kalinya malam ini, Gaara mengucap syukur dalam hati.
Tidak ingin membangunkan Y/N, Gaara kembali menyandarkan punggungnya di kursi. Berkas yang harus ia periksa dan setujui sudah selesai untuk malam ini, namun ia enggan kembali ke kamar. Selain tidak ingin mengusik tidur Y/N, ia sudah nyaman berada dalam pelukan istrinya. Merasa tidak ada salahnya tertidur di ruang Kage—terlepas dari fakta bahwa siapapun bisa masuk dan menyaksikan keduanya di posisi mesra seperti ini, Gaara turut memejamkan mata. Ia tidak sabar bertemu dengan istrinya walau hanya dalam mimpi.
***
Kankuro merutuk dalam hati. Bagaimana bisa ia melupakan dokumen sepenting itu untuk diserahkan pada Gaara? Tidak salah lagi, ia akan mendapatkan tatapan tajam dari adiknya karena teledor. Sungguh, sejak Temari tidak lagi menjabat menjadi penasihat Gaara dan pindah ke Konoha, Kankuro sedikit kewalahan dengan menjalani dua peran.
Ia mengetuk pintu kantor Kage. Menimbang dari lampu yang masih terlihat dari celah pintu, Kankuro tahu kalau Gaara masih berada di kantornya. Ia sempat berpapasan dengan Y/N beberapa waktu lalu dan ia tebak adiknya tengah berduaan dengan istrinya.
Dahinya mengernyit saat tidak mendapatkan balasan. Kankuro mengetuk pintu sekali lagi dan menunggu. Nihil. Tidak ada jawaban dari dalam ruangan.
Kankuro membuka pintu dengan hati-hati. Ia menggigit bibir, berusaha menahan senyum saat melihat kedua adiknya. Masih menghadap meja kerja, Gaara dan Y/N tertidur dalam pelukan satu sama lain. Kedua lengan Gaara menyelimuti pinggul dan merangkul bahu Y/N, bahkan dalam tidurnya adik laki-lakinya masih bersikap protektif. Sementara salah satu lengan Y/N terkulai di pundak Gaara sementara tangannya yang lain menggenggam erat baju suaminya, seolah ada tangan tak terlihat yang mencoba merenggut Gaara jika genggamannya mengendur.
Dengan langkah perlahan, Kankuro menaruh dokumen di atas meja Gaara lalu segera keluar ruangan. Setelah menutup pintu dengan perlahan, ia mengingatkan diri dalam hati untuk bangun lebih awal untuk memastikan bahwa kedua adiknya tidak diganggu oleh siapapun. Setidaknya sampai matahari mulai meninggi.
Temari pasti akan histeris mendengarnya, senyum Kankuro dalam hati.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top