Sabaku No Gaara
Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali aku bisa berbicara dengan leluasa bersama Gaara. Aku senang dengan pengangkatannya menjadi Kazekage, juga dengan promosiku menjadi ANBU Suna yang sudah menjadi impianku sejak lama. Tapi, dengan semua kesibukan itu membuat kami hampir jarang bertemu dan berbicara tentang kami. Memang sih, hampir setiap pulang misi aku selalu bertemu dengannya atau pada hari liburku, tapi tetap saja fokusnya bukan padaku, tapi pada kertas-kertas itu.
Tadi sore, aku baru menyelesaikan misiku untuk membunuh seorang pengkhianat Suna yang kabur sampai ke Takigakure dan Gaara memberiku selamat, hanya itu. Ia tidak bisa berbicara tentang hal lainnya karena ada penasehat desa. Saat di lorong, aku bertemu dengan Temari. Ia berkata kalau Gaara tidak seperti biasanya, lebih muram dan pendiam, ia minta agar aku yang mencoba untuk berbicara dengannya.
"Kumohon, Y/N. Kankuro saja sampai merinding melihat tatapan tajam Gaara, hanya kau saja yang bisa bertanya padanya tanpa mendapat tatapan mengerikan itu," pinta Temari.
Benarkah ia sampai seperti itu? Jujur saja, aku tidak melihat perubahan yang berarti dari Gaara, malah ia terlihat biasa saja saat melihatku. Tidak ada tatapan mengerikan atau wajah muram, apalagi lebih pendiam dari biasanya. Setelah aku berpamitan dengan janji akan menanyakan hal itu pada Gaara, atap gedung Kazekage yang menjadi tujuanku selanjutnya.
Matahari tenggelam terlihat lebih jelas dari tempatku sekarang. Langit berubah warna setiap menitnya, dari berwarna oranye, merah muda dan perlahan menjadi gelap. Dulu, aku dan Gaara selalu menikmati matahari tenggelam bersama, ia selalu menyempatkan dirinya untuk duduk sebentar di sampingku, tapi karena umurnya sebagai pemimpin desa masih terbilang baru, ia masih harus membuat Suna dan negara lain terbiasa dengan eksistensinya.
Hah... betapa aku merindukan saat-saat itu. Aku merebahkan diri dan memejamkan mata, menikmati rasa hangat yang tersisa dari cahaya matahari yang sudah menghilang. Telingaku mendengar suara langkah kaki dan saat aku membuka mata, Gaara yang berdiri di samping kepalaku yang pertama kali terlihat. Karena kaget, aku bangkit dan menjauh darinya sampai tidak sadar kalau aku sedang duduk di tepi atap, aku memejamkan mata lagi, bersiap untuk jatuh ke pasir yang mulai dingin. Alih-alih itu yang terjadi, sesuatu yang lembut menahan punggungku agar tidak jatuh.
"Seharusnya kau lebih berhati-hati, Y/N."
Ah... ternyata pasir yang menahanku itu adalah pasir Gaara, tapi bagaimana bisa pasirnya juga melindungiku? Gaara membantuku menjauh dari tepi dan menggenggam tanganku erat.
"Bagaimana bisa pasirmu bergerak dengan sendirinya Gaara?" tanyaku.
Gaara menatapku lurus, ia tidak berkedip saat menatapku. "Pasirku juga melindungi orang yang kuanggap penting."
Sebelah alisku terangkat. Tidak tahan menggodanya, aku berkata. "Maksudmu orang yang kau sayangi, kan? Itu artinya pasirmu juga akan melindungi Temari dan Kankuro dengan sendirinya?"
Manisnya... wajah Gaara memerah samar dan ia mengalihkan pandangan dariku. Pasirnya yang melindungiku tadi, bergerak pelan di sekitar kami seakan menghalang apapun yang akan menyerang Gaara.
Omong-omong soal Temari, aku jadi mengingat pertanyaannya. "Hey, Gaara. Temari bilang akhir-akhir ini kau terlihat lebih mengerikan dari biasanya, ia bilang kau lebih muram, menatap Kankuro dengan tatapan mengerikan dan saat sendirian tatapan matamu kosong. Benarkah itu?"
Gaara tidak menjawab, jadi kuanggap jawabannya adalah iya. "Kenapa begitu?"
"Saat kau tidak ada, aku merasa ada sesuatu yang kurang, rasanya sangat tidak nyaman dan membuatku tidak fokus bekerja. Saat aku tahu kau pulang dengan selamat, perasaan itu mulai hilang, tapi perasaan itu berganti dengan keinginan agar kau tetap bersamaku," kata Gaara. Bisa kurasakan wajahku memerah mendengar penjelasannya barusan.
"Lalu apa yang kau rasakan sekarang, hm?" tangan Gaara memeluk bahuku dan mengusap rambutku.
Gaara menarik nafas dalam-dalam, tangannya masih belum berhenti bergerak. "Aku senang karena kau ada di sisiku sekarang, tapi aku juga takut kalau suatu saat nanti kau menyadari kalau aku hanyalah seorang monster dan kau meninggalkanku."
Aku menjauhkan diri dan menatapnya tidak percaya. Gaara serius dengan ucapannya barusan, apa masih ada yang memanggilnya monster setelah ia menyelamatkan desa? Kejam sekali. Aku menangkupkan wajahnya dan memaksanya untuk menatap mataku, aku selalu menyukai warna mata Gaara yang cerah, tapi saat ini kilatan cerah itu tidak bisa kulihat.
"Dengarkan aku. Kau bukanlah monster, kau adalah Gaara, kau adalah Kazekage dari desa Suna, kau adalah adik dari Temari dan Kankuro dan kau adalah kekasihku. Apapun yang mereka katakan, jangan pernah kau pikirkan. Yang perlu kau pikirkan hanyalah ucapanku dan semua ucapan orang yang mendukungmu. Dan aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Gaara, tidak akan pernah."
Gaara tidak membalas ucapanku, ia hanya terpaku dan bungkam. Menit selanjutnya, ia memelukku erat, aku balas memeluknya. Ia masih takut kehilangan orang yang penting untuknya, mungkin akan selamanya begitu, yang bisa kulakukan hanyalah membuatnya yakin kalau aku tidak akan pernah pergi dari sisinya. Saat Gaara melepas pelukannya, raut wajahnya berbeda. Ia terlihat lebih bahagia, kilatan di matanya sudah kembali.
"Sudah merasa lebih baik?"
Ia mengangguk.
Aku tidak sadar kalau pembicaraan seperti ini akan membuatku cepat lelah. Gaara yang sudah melihatku menguap, memaksaku untuk bersandar di dadanya. Tangannya masih memeluk bahuku dan yang satunya lagi menahan berat badan kami. Ia mencium pipiku lembut dan mengusap kedua mataku.
"Tidurlah, Y/N. Aku tahu kau lelah, aku akan bersamamu saat kau bangun nanti."
***
Aku terbangun saat ada suara pintu ditutup. Kenapa bantalku berubah menjadi agak keras dari biasanya? Punggungku juga terasa lebih tegang dari biasanya? Merasa tidak terlalu nyaman dengan posisiku saat ini, aku membuka mata. Hal yang pertama kali kulihat adalah rambut merah bata dan pemilik rambut itu adalah Gaara. Apa!? Aku mengangkat kepala dan melihat sekeliling. Benar seperti dugaanku, ini bukanlah kamarku tapi ruang kerja Gaara dan yang kutiduri bukanlah bantalku tapi bahu Gaara.
"Selamat pagi, Y/N."
Aku menatap Gaara heran. "Kenapa kau tidak membawaku ke kamar seperti biasa?"
Gaara tidak terlihat kaget dengan reaksiku, ia malah melanjutkan membaca salah satu kertas dengan sebelah tangan. "Aku masih ingin bersamamu. Lagipula dengan keberadaanmu, aku merasa lebih nyaman."
"Lalu siapa yang datang tadi?"
"Temari dan Kankuro. Mereka bilang, kita perlu waktu untuk bersama, jadi mereka tidak membolehkan siapapun masuk ke ruanganku untuk sementara," ucap Gaara tanpa mengalihkan tatapannya.
Jadi Temari dan Kankuro melihatku tadi? Astaga... matilah aku, mereka tidak akan membiarkan kejadian seperti ini kulupakan. Aku berharap mereka tidak akan mengatakan hal ini pada siapapun.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top