Naruhina *Modern*

Hinata memperhatikan sosok yang duduk di sampingnya dengan serius. Ia ingin sekali membangunkan Naruto yang tertidur kelewat pulas pada saat jam pelajaran Kakashi-sensei, tapi sejak Naruto meletakkan kepalanya di atas meja, tatapan sang guru sudah mengikutinya, melarangnya untuk membangunkan Naruto dari nasib malangnya.

"Naruto," panggil Kakashi-sensei.

Naruto menggaruk pipinya, lalu menguap lebar. Ia menggumamkan sesuatu tentang ramen dan menunggu lama. Satu kelas sudah menahan tawa, bahkan Sasuke dan Neji pun mendengus kecil, tapi tidak ada yang berani mengeluarkan suara karena takut kena 'derita seribu tahun' milik guru sejarah tersebut. Kakashi-sensei menatap Naruto dengan tatapan malas. Pasalnya, sudah sering kali ia mendapati Naruto dengan posisi nyaman yang menggoda seperti ini. ia menundukkan kepalanya, lalu berteriak memanggil nama Naruto tepat di telinganya.

"Aku memperhatikanmu, sensei!" Naruto langsung berdiri tegak, ia memutar kepalanya gugup ke arah Kakashi-sensei.

Kakashi sensei sendiri tersenyum di balik maskernya. "Karena kau sangat serius memperhatikanku, Naruto, bagaimana kalau kau menjelaskan tentang terjadinya perang dunia ke II?"

Hinata merasa tatapan Naruto yang meminta bantuannya, Neji-niisan yang memberi tatapan agar tidak membantu Naruto, begitu juga dengan Kakashi-sensei yang menyuruhnya untuk tidak memberikan jawaban pada Naruto melalui lirikan mautnya. Jadilah Hinata hanya membungkam, memperhatikan Naruto yang berusaha menjawab dalam diam.

"Ano.. perang dunia kedua itu sama kejamnya dengan Tsunade-baachan, lebih bersemangat dari guru alis tebal dan lebih mengerikan daripada Sakura-chan," jawab Naruto dengan penuh percaya diri. Hinata bisa mendengar suara Sakura yang protes, beberapa tawa murid yang tidak bisa menahan tawanya lebih lama lagi dan Kakashi-sensei yang menggelengkan kepala pasrah.

"Lapangan. Lima belas kali. Guy akan mengawasimu. Sekarang," perintah Kakashi-sensei. Naruto menghela nafas menurut, saat membuka pintu Kakashi-sensei kembali membuka mulut. "Aku juga akan menunggumu di ruang detensi saat pulang nanti."

Naruto menganggukkan kepalanya, lalu berlari keluar dengan wajah lemas. Samar-samar terdengar suara Guy-sensei yang meneriakkan tentang semangat muda dari arah lapangan. Mengabaikan tatapan puas Neji-niisan, Hinata meminta maaf pada Naruto dalam hati.
***
Langit sudah mulai senja, warna oranye sudah mulai mendominasi dengan sedikit semburat merah muda menghiasi. Matahari terlihat sangat bulat walaupun tertutup awan. Angin yang berhembus kencang karena pengaruh musim panas seakan menemani Hinata yang sedang menunggu kepulangan Naruto. Kakashi-sensei menghukum Naruto untuk menulis rangkuman sejarah dan pemuda itu memintanya untuk menunggu. Neji-niisan sempat memaksanya untuk pulang, tapi ia menolak.

"Hinata!" merasa namanya dipanggil, ia menoleh dan mendapati Naruto sedang berlari ke arahnya.

"S..sudah se..selesai N..Naruto-k..kun?" tanyanya dengan suara gugup. Naruto menghembuskan nafas keras-keras, raut lelah terlihat di wajah Naruto. Jelas saja, seorang Uzumaki Naruto harus menghadapi sepaket tanggal dan peristiwa tertentu, lalu merangkumnya dalam jangka waktu satu jam. Jangankan Naruto, ia sendiri akan menyerah.

"Kakashi-sensei benar-benar kejam. Mataku terasa lelah, kepalaku terasa sakit dan tanganku terasa pegal. Kau tahu Hinata? Berbagai macam tanggal dan tahun yang tidak kupedulikan masuk ke otakku tanpa bisa di tahan. Lain kali aku tidak akan membuat Kakashi-sensei atau guru killer lainnya marah," gerutu Naruto.

Tiba-tiba saja Naruto merebahkan kepalanya di pangkuan Hinata yang saat itu sedang meluruskan kakinya, lengannya melingkar di perut Hinata, begitu juga dengan wajahnya. Hinata panik dalam hati, wajahnya benar-benar merah, apalagi saat sesuatu bergerak di perutnya yang belakangan ia tahu kalau Naruto mengatakan sesuatu, tapi sama sekali tidak terdengar. Mulutnya sekilas terbuka karena gugup, Naruto tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya.

"Na...Naruto-ku..kun?"

Naruto menjauhkan wajahnya dari perut Hinata, mata birunya beradu dengan iris lavender Hinata. Sekilas, Naruto mengerucutnya bibirnya dan menggembungkan pipinya kesal layaknya anak kecil yang mainan kesukaan diambil. "Sudah berapa kali kubilang? Tidak usah gugup, Hinata. Rasanya seperti aku adalah orang asing yang menakutkan, tahu."

"Maaf Naruto-kun," Hinata tersenyum berusaha mati-matian untuk tidak bicara dengan gugup, takut kalau Naruto akan marah. Walaupun dalam hatinya tahu kalau Naruto tidak akan pernah bisa marah padanya, pemuda itu sendiri yang bilang padanya.

"Nah begitu," Naruto nyengir kuda. Ia kembali memposisikan kepalanya dalam posisi yang nyaman di pangkuan Hinata. "Omong-omong aku mengantuk karena hukuman Kakashi-sensei, boleh tidur di sini sebentar?"

Hinata mengangguk samar, ia tidak bisa mempercayai suaranya saat ini. ia ragu, apakah jantungnya bisa bertahan dengan jarak sedekat ini bersama Naruto. Ia sangat berharap kalau Naruto terlalu lelah untuk mendengar debaran jantungnya yang menggila atau ia akan lebih malu daripada saat Naruto merebahkan kepala di pangkuannya. Mata Naruto sudah terpejam, sepertinya ia tidak bercanda saat berkata kepalanya sakit. Tanpa sadar, ia menjulurkan tangannya untuk mengusap dahi dan rambut Naruto, matanya juga menatap pemuda ini dengan tatapan kagum.

"Itu enak sekali, Hinata."

"Eh!?" ia buru-buru menarik tangannya, tapi langsung di tahan oleh Naruto yang memperlihatkan cengiran khasnya. Entah sudah ke berapa kalinya hari ini, wajahnya kembali memanas. Ia kira Naruto benar-benar sudah tertidur pulas, tapi ternyata masih sadar dan menangkap basah dirinya. Astaga.. itu memalukan sekali.

"Tidak perlu malu, aku suka saat kau melakukan itu," kata Naruto sambil memamerkan deretan giginya. "Aku suka saat bersama denganmu Hinata, kau membuatku lebih rileks dan santai, kau bisa membuatku melupakan segalanya saat kau berada di sisiku, apalagi dengan sifat malu-malumu yang menggemaskan itu."

Hinata membalas dengan senyuman terbaiknya. "A..aku juga se..senang saat bersama de..dengan Na..Naruto-k..kun."

"Kan sudah kubilang, jangan gugup seperti itu," Naruto mendengus pelan, lalu tersenyum kecil. "Terima kasih ya karena sudah menemaniku selama ini, tidak semua orang bisa bertahan dengan semua sikapku. Jadi sekali lagi, terima kasih Hinata."

"Tidak perlu berterima kasih, Naruto-kun. Karena aku-" kalimat Hinata terputus karena suara dering ponsel berbunyi. Naruto harus mengangkat kepalanya sedikit agar ia bisa mengambil ponsel di saku roknya. Menyadari perubahan air muka gadisnya, Naruto bisa menebak siapa yang mengirim pesan pada saat yang tidak tepat begini, tapi ia tetap bertanya.

"Siapa?"

"Neji-niisan, ia memintaku untuk cepat pulang karena sudah hampir malam," jawab Hinata.

Naruto mendengus sebal saat sepupu Hinata disebut namanya. "Hah... Neji selalu saja menganggu, yang membuatmu ragu untuk membantuku tadi selain Kakashi-sensei adalah Neji, kan? Mudah-mudahan saja ia akan memberikan restunya saat aku mulai serius denganmu nanti. Bisa hancur impianku kalau ia tidak memberikan restunya."

Wajah Hinata kembali memerah saat Naruto mengakhiri kalimatnya sambil mengangkat wajah dan menarik tengkuk Hinata agar wajah mereka lebih dekat untuk mencium dahi Hinata sekilas, lalu bangkit seraya menjulurkan tangannya, menunggu Hinata untuk menyambutnya. Benar-benar deh... Naruto sudah melakukan banyak hal yang membuat jantungnya menggila, mungkin setelah ini ia harus memeriksakan dirinya ke dokter untuk mengetahui kondisi jantungnya.

"Naruto-kun..."

"Ayo, kuantar pulang," Naruto melanjutkan kalimatnya dengan nada berbisik. "Sekalian melunakkan hati calon kakak ipar."

Untuk ladyjulliana1101

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top