Nara Shikamaru *Modern*
Aku menghela nafas pelan saat mendengar suara ponsel yang berdering kencang. Tentu saja aku tahu kalau ponsel itu adalah milikku, hanya aku yang berada di apartemen ini, tapi rasanya malas untuk sekedar masuk ke kamar untuk memeriksa siapa yang menghubungiku dan apa yang diinginkannya. Aku sedang fokus dengan film yang jelas terlihat di televisi dan ponselku sedang di-charge.
Inilah yang kulakukan selama liburan musim panas, hanya menonton film, bermain game dan membaca buku. Pemalas itu jarang sekali mengajakku keluar dengan alasan, berjalan di tengah suhu tinggi seperti ini sangatlah merepotkan, lebih baik berada di dalam rumah saja, rasanya kesal walaupun sebenarnya aku juga sangat malas. Kalau pun keluar, hanya saat kami dipaksa oleh Ino atau Naruto atau Lee, mereka bertiga benar-benar pemaksa.
Lagi-lagi dering ponselku terdengar, aku menghentikan film yang menampakkan adegan seru sebentar dan menatap pintu kamarku tajam. Kalau saja tatapanku ini bisa melelehkan sesuatu, pasti pintu kamarku sudah meleleh seperti lilin. Siapa yang berani mengganggu waktuku menonton film? Saat suara ponselku sudah berhenti, aku menghela nafas lega. Baru beberapa menit setelah aku memainkan filmnya, suara bel rumahku berbunyi.
Aku berjalan ke arah pintu utama dengan kaki dihentak keras dan menggeram lemah. Kalau orang ini hanya ingin menggangguku, aku akan menghabisinya, siapapun itu. Aku kaget saat melihat Shikamaru yang berdiri di depanku, tumben sekali ia keluar di saat matahari sedang panas-panasnya.
"Kau habis membunuh seseorang atau baru akan?" tanya Shikamaru. Sebelah alisnya terangkat.
"Baru akan membunuh siapapun yang mengganggu waktuku menonton film. Kau mau jadi korbannya?" balasku sarkas. Aku sengaja mundur sedikit agar Shikamaru bisa masuk ke dalam.
"Tidak, terima kasih," tolak Shikamaru halus.
Aku langsung duduk di sofa sebelum Shikamaru bisa sampai. Ia senang sekali memonopoli sofaku dan tidur di sana, apalagi saat aku sedang menonton film. Shikamaru terkekeh pelan saat melihatku duduk dengan senyum penuh kemenangan karena berhasil mengalahkannya.
"Terburu-buru, Y/N?" Shikamaru duduk di sebelahku dengan wajah setengah mengantuk.
"Tentu saja, sebelum kau memonopolinya," balasku. "Omong-omong, tumben sekali kau datang ke sini, bukannya kau bilang malas berjalan-jalan saat suhu tinggi dan itu sangat merepotkan?"
Shikamaru menghela nafas singkat. Ia merebahkan tubuhnya di sofa dengan kepala bersandar di ujung sofa yang lebih tinggi dan kakinya yang berada di pahaku. Sial, biar pun aku sudah lebih dulu duduk, ia tidak kehilangan akal dan tetap bisa berbaring di sofa. Dasar makhluk kelewat jenius.
"Aku sudah mengirim banyak sekali pesan, tapi kau sama sekali tidak membacanya apalagi membalasnya. Jadi, daripada aku harus repot menelponmu, lebih baik sekalian ke rumahmu, toh keduanya sama-sama merepotkan," ucap Shikamaru. Aku mendengus pelan, semua hal yang ada di dunia ini memang sangat merepotkan untuknya.
"Kau tahu sendiri kalau aku malas melihat ponsel saat nonton," sahutku. "Lagipula aku ingin memanfaatkan waktuku sebaik mungkin sebelum sekolah kembali di mulai."
Bukan hanya aku saja, kalau Shikamaru sedang tidur siang sampai sore bahkan aku sama sekali tidak bisa mengganggunya, sengaja membangunkannya pun juga sia-sia, Shikamaru bukan tipe orang yang rela dibangunkan untuk alasan sepele. Kalau ibunya belum meneriakinya untuk bergerak, ia tidak akan bangun sama sekali. Memang sulit di percaya ada orang yang sangat jenius juga sangat malas seperti Shikamaru di dunia ini.
"Paling tidak kau bisa membalas pesanku, Y/N. Tidak perlu satu menit untuk membalas pesan singkat seperti itu," ujar Shikamaru.
Aku memutar bola mata bosan. "Baiklah, baiklah, aku akan melakukannya lain kali. Sekarang, bisakah kau diam, aku tidak bisa berkonsentrasi dengan filmnya."
Shikamaru tidak membalas membuatku tersenyum senang, tapi ia menarik tanganku untuk berbaring diatas tubuhnya. Ia menyeringai tipis saat melihatku kaget dan melingkari pinggangku dengan lengannya, juga menenggelamkan wajahnya di lekukan leherku. Tanpa sadar aku tersenyum melihat kelakuannya ini, aku juga merebahkan kepalaku di bahunya dan menghadap televisi agar bisa menonton.
"Kalau kau mati sesak nafas, aku tidak ingin menjadi tersangka utama, lho," kataku mengingatkan.
"Tenang saja," bisik Shikamaru. "Aku tidak akan mati karena sesak nafas walaupun kau makan sebanyak Chouji, Y/N."
Mendengar ucapan Shikamaru, aku mendongak dan menatapnya tajam. Tatapanku makin menusuk saat melihat Shikamaru tersenyum malas. Astaga, aku selalu bertanya dalam hati, kenapa aku bisa tahan dengan makhluk pemalas dan suka sekali meledekku, padahal masih banyak laki-laki lain yang hampir sama jenius dengannya.
"Kau ingin memujiku atau meledekku, Shika?"
"Kau sangat merepotkan, Y/N. Lebih baik perhatikan film-mu atau aku akan memaksamu untuk mematikannya agar bisa tidur dengan tenang," ancam Shikamaru. Aku membalasnya dengan dengusan dan kembali merebahkan kepalaku.
Shikamaru memainkan ujung rambutku yang menyentuh pinggang, hembusan nafasnya sangat terdengar di telingaku mengingat jarak hidungnya dan telingaku tidak jauh membuat suara aktor di televisi menjadi tidak terdengar jelas. Sejujurnya, aku senang karena jarang sekali Shikamaru bersikap seperti ini, tapi keadaannya tidak tepat.
"Kau tidak ingin ikut menonton, filmnya bagus lho," tawarku untuk membuat Shikamaru berhenti.
Aku bisa merasakan Shikamaru menggelengkan kepalanya di leherku dan menguap kecil. "Aku lebih suka tidur dengan posisi seperti ini, Y/N, wangimu membuatku tenang. Bisakah kau memelankan volumenya? Ibu memaksaku untuk membantunya membuat permen apel, jadi semalam aku kurang tidur."
"Kau hanya kurang tidur semalam saja, Shika. Biasanya kau tidur lebih lama daripada orang normal," balasku sarkas, tapi tetap memelankan volumenya.
Berbaring seperti ini sangatlah nyaman, memang tidak selembut dan empuk seperti bantalku, tapi berada di samping Shikamaru membuatku lebih rileks. Mataku sudah setengah terpejam saat ponsel Shikamaru bergetar di sakunya. Shikamaru mengerang lemah, mungkin ia sudah tidur sebelum ponsel itu bergetar. Tangannya meraih ponsel, ia membuka sebelah matanya malas.
"Siapa?" tanyaku.
"Chouji, ia mengajak kita untuk makan di tempat biasa. Kau mau datang?" Shikamaru bertanya sambil menatapku dengan tatapan mengantuk.
Aku melonjak girang, tidak sengaja menyikut perut Shikamaru. Ia meringis pelan dan aku tersenyum minta maaf. Aku selalu mengadakan lomba makan dengan Chouji kalau kami sedang makan bersama dan Chouji selalu berhasil mengalahkanku, karena itu aku bertekad untuk mengalahkannya.
"Kau mau membunuhku, Y/N?"
"Maaf, maaf," ucapku. "Kita harus datang dan kau akan mentraktirku karena sudah mengganggu waktu menontonku, bagaimana?"
Shikamaru terlihat tidak suka dengan keinginanku, tapi ia tetap bangkit mengikutiku. "Kau benar-benar merepotkan, Y/N. Kau mau tanggung jawab kalau uang bulananku habis?"
Aku tersenyum lebar. "Itu urusanmu, Shika. Ayo cepat sebelum Chouji menghabiskan semua dagingnya."
Katakan kalau aku adalah kekasih yang kejam atau apapun, tapi ia harus membayar kemalasannya padaku. Kali ini, aku akan membuatnya membayar semua makananku dan Chouji, hehe.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top