Nara Shikamaru
Suara bersin menggema di sekitar rumah, aku mengusap hidungku yang memerah dengan tisu. Sudah seharian ini aku terus bersin, pasti karena kemarin terus berada di bawah air hujan. Aku berjalan menuju dapur dengan gontai, rasanya malas sekali untuk meninggalkan kasur yang nyaman, tapi aku harus bangun untuk minum obat dan membuat makan siang. Sial, obat flu terakhir sudah kumakan tadi pagi. Kemana perginya Shikamaru saat dibutuhkan? Ah... ia sedang ada misi.
"Aku pulang," aku tidak tahu kalau kami memiliki telepati yang begitu kuat. Baru saja aku berharap ia ada disini, sekarang ia sudah pulang.
"Selamat datang," balasku dari dapur. Tidak mungkin dalam keadaan seperti ini aku bisa berjalan sampai pintu utama tanpa merasa ingin pingsan.
Suara langkah kaki terdengar mendekati dapur. Aku berbalik untuk menyambut Shikamaru yang kelihatannya mengantuk, walaupun ia memang mengantuk hampir setiap saat. Wajahnya berubah khawatir saat melihatku, tangannya terangkat memeriksa suhu tubuhku dan langsung menarik tangannya kembali.
"Kau demam, Y/N. Bagaimana kau bisa demam?" tanya Shikamaru. Ia menyuruhku duduk, lalu membuka kotak obat.
Aku berdehem pelan, ragu-ragu untuk menjawab pertanyaannya. "Mungkin karena kemarin aku hujan-hujanan?"
Shikamaru menghela nafas saat mendapati obat yang ia cari tidak ada dan menggelengkan kepalanya saat mendengar jawabanku. Jangan salahkan aku yang sangat menyukai hujan, lagipula berada di bawah air hujan itu rasanya menenangkan.
"Kenapa kau hujan-hujanan? Kau tahu kalau tubuhmu itu mudah sakit," kata Shikamaru.
Memang sulit dipercaya kalau ada shinobi yang tubuhnya mudah terserang penyakit seperti aku, tapi kemampuanku juga tidak bisa dianggap remeh. Karena kelemahanku ini, hokage ketiga memintaku untuk memfokuskan diri menjadi ninja medis. Terdengar kurang masuk akal saat mengaitkan kelemahanku dan ninja medis yang selalu berhubungan dengan berbagai macam penyakit, tapi entah bagaimana tubuhku selalu membuat mampu membuat imun untuk menangkal penyakit yang kuderita.
"Aku bosan tahu, kau pikir seharian berada di rumah tidak membosankan?" balasku. Lagi-lagi Shikamaru menghela nafas panjang.
Aku bangkit untuk mencari tisu lagi, tapi tidak ada. Hebat sekali, obatku sudah habis dan persediaan tisu juga sudah tidak ada, tapi hidungku masih terus mengeluarkan lendir. Suara bersin kembali menggema di sekitar rumah, tidak ada pilihan lain selain mengusap hidungku di lengan baju.
"Pakai tisu, Y/N," Shikamaru mendengus geli. "Dan kau bilang kalau kau adalah seorang shinobi."
"Berisik," semburku. "Lebih baik kau menjadi kekasih yang baik dan pergi membeli obat untukku, jangan lupakan tisunya."
"Kau itu sangat merepotkan, kau sadar itu?" gerutu Shikamaru. Ia berjalan ke arah pintu utama dengan wajah masam.
"Aku juga mencintaimu, Shikamaru," teriakku. Aku terkekeh pelan mendengar dengusan dari Shikamaru.
Baiklah, Shikamaru akan membeli obatnya dan yang harus kulakukan sekarang adalah membuat makan siang. Aku kasihan juga pada Shikamaru. Ia baru pulang misi, tapi sudah kusuruh untuk pergi lagi. Ditambah lagi, kudengar misinya menangkap sekelompok perampok yang meresahkan warga negara Hi. Setidaknya, aku harus membayar rasa lelahnya sepulang misi.
Aku mencoba berdiri, tapi rasanya sangat sulit. Kepalaku serasa berputar, tenggorokanku terasa panas dan hidungku terasa gatal. Aku berjalan sambil berpegangan pada dinding agar tidak jatuh. Tanganku meraih panci untuk memasak ramen, hanya itu yang bisa kumasak dengan keadaan seperti ini. Aku bersin lagi. Cih, aku akan menggunakan jas hujan atau payung saat hujan-hujanan lain kali.
"Apa yang kau lakukan, Y/N?" ada tangan yang menahanku untuk menyalakan kompor. Aku terkejut saat melihat Shikamaru yang menahan tanganku.
"Lho, kenapa cepat sekali?"
"Mana mungkin aku meninggalkanmu terlalu lama? Kau bisa membuat rumah ini penuh dengan lendir," jawab Shikamaru malas.
Aku memukul lengannya. "Aku bertanya serius. Rasanya tidak mungkin kalau shinobi semalas dirimu akan berlari sekuat tenaga untuk hal sepele, kan?"
"Kau sakit bukanlah hal yang sepele, Y/N," Shikamaru memegang bahuku untuk membuatku berdiri tegak. "Dan kau belum menjawab pertanyaanku. Apa yang kau lakukan?"
"Aku memasak ramen untuk makan siang, kenapa?" sebelah alisku terangkat heran.
"Dasar merepotkan," gumam Shikamaru. "Lebih baik kau istirahat, aku yang akan memasak. Aku tidak mau ikut sakit karena virus yang kau sebar di makan siangku."
Aku mendengus pelan mendengar jawabannya. Memang akan sangat 'merepotkan' kalau Shikamaru tertular olehku, tapi ia tidak perlu sesinis itu, kan. Mataku memperhatikan gerakan Shikamaru, dari belakang aku melihat kalau ia memang malas untuk memasak ramen itu, lalu kenapa tidak membiarkanku untuk memasak? Dasar pemalas yang keras kepala.
"Sekarang cepat makan dan minum obatmu, lalu istirahat," Shikamaru menaruh mangkuk ramen di depanku beserta sumpitnya. Ia langsung memakan ramen itu tanpa meniupnya, sesekali menguap di sela makannya.
"Kau tidak berbakat merawat orang yang sedang sakit, Shikamaru," kataku.
"Memang tidak," balas Shikamaru malas. Ia menyangga kepalanya dengan lengan sambil menatapku.
Ditatap seperti itu membuat kecepatan mengunyahku bertambah. Tepat saat aku selesai makan, Shikamaru memasukkan obat tablet ke dalam mulutku. Ia tersenyum saat melihatku tersedak dan terkekeh pelan saat aku menatapnya tajam. Aku tahu kalau aku sudah membuatnya repot seharian ini, tapi memaksaku minum obat sampai membuatku tersedak adalah tindakan kejam, menurutku.
"Kau ingin membunuhku, ya?"
Shikamaru tidak menjawab pertanyaanku. Ia menarik tanganku untuk mengikutinya sampai ke kamar. Ia merebahkan tubuhnya dan memaksaku untuk berbaring juga. Tangannya berada di pinggangku, memaksaku untuk berbaring menyamping sampai berhadapan dengan wajahnya.
"Apa yang kau lakukan? Bukannya kau bilang tidak ingin tertular olehku, kalau begini kau bisa tertular, Shika."
"Aku lelah dan ingin tidur. Kuharap obat itu bekerja secepat yang dikatakan Ino."
Aku mengernyit. "Ino? Kau meminta obatnya pada Ino?"
Shikamaru tidak menyahuti, nafasnya mulai teratur dan matanya sudah terpejam. Bagaimana bisa ia tidur secepat itu? Hah... aku lupa kalau yang menjadi kekasihku sekarang adalah Shikamaru, shinobi paling malas dalam sejarah Konoha.
Perlahan senyum mengembang di wajahku. Walaupun terlihat sangat terpaksa, Shikamaru benar-benar berusaha untuk merawatku. Rela meminta obat pada Ino, tidak membiarkanku untuk memasak dan sekarang menyuruhku untuk beristirahat. Sepertinya dibutuhkan seseorang yang sudah terbiasa dengan sikap Shikamaru untuk memahami apa yang ia lakukan. Aku memejamkan mataku, pengaruh dari obat itu membuatku mengantuk.
***
Aku menyodorkan tisu pada Shikamaru setelah ia bersin. Sudah kuduga kalau tidur di kasur yang sama, Shikamaru akan tertular. Lihat akibatnya sekarang, ia tidak berhenti bersin sejak bangun tidur, aku harus memberitahu Tsunade-sama kalau ia tidak bisa ikut misi. Sialnya Ino sudah berangkat pagi-pagi sekali bersama dengan Sakura, jadi aku tidak bisa meminta obat yang ia berikan kemarin.
"Lain kali, jangan tidur di dekatku kalau aku sedang flu, oke?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top