Inuzuka Kiba *Modern*

Aku menatap Kiba dengan tatapan marah. Berani sekali ia membohongiku seperti ini. Sudah hampir satu tahun kami menjalin hubungan dan ia tahu kalau hal yang paling kubenci adalah dibohongi, karena itu ia berjanji tidak akan membohongiku. Kiba membalas tatapanku dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan, menyesal, kesal dan sakit? Entahlah...

"Kenapa tidak bicara? Tidak tahu ingin bicara apa karena sudah tertangkap basah?" kataku ketus. Masih tidak ada reaksi yang berarti dari Kiba, yang terdengar hanyalah gonggongan Akamaru yang tiduran tidak jauh dari posisi kami berdiri.

Kiba menggeram kasar. "Kau tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, Y/N."

Aku menyentakkan tangannya yang berusaha menggenggam tanganku. "Sudahlah Kiba, tidak usah mengelak lagi. Kenapa kau berbohong padaku? Apa selama ini kau memiliki gadis lain selain aku? Atau perasaanmu padaku sudah hilang?"

"Jangan asal bicara!" mataku melebar tidak percaya. Kiba sudah membentakku, tangannya sudah terangkat, tapi berhenti setelah melihat tatapan yang kuberikan padanya.

Sudah cukup! Ia membohongiku dan tidak ingin mengatakan alasannya, membentakku, ia juga hampir menamparku kalau saja sisi warasnya tidak kembali. Perasaan marah menguasai diriku. Takut terjadi hal yang tidak kuinginkan kalau tinggal lebih lama, aku keluar tanpa menutup pintu. Aku mendengar Akamaru menggonggong dan hal yang kusadari selanjutnya aku berada di punggung Akamaru. Di belakang kami, Kiba meneriakkan namaku dan Akamaru. Ia mencoba mengikuti Akamaru, tapi karena tubuh dan jangkauan langkah Akamaru lebih besar, Kiba tertinggal jauh.

"Kau ingin membawaku kemana, Akamaru?" tanyaku.

Akamaru menggonggong dan mempercepat langkah kakinya. Aku berpegangan pada bulunya, tapi tidak menariknya terlalu kuat. Aku memperhatikan tempat-tempat yang kulewati, Akamaru membawaku ke dalam hutan, dekat tebing. Kami sering main ke sini, aku suka dengan suasananya yang tenang, Kiba senang karena bisa menjelajahi tempat baru dan Akamaru menikmati tempat ini karena ia bisa bermain dengan leluasa. Ah... mengingat nama Kiba membuatku teringat dengan kejadian kemarin.

Kemarin malam Kiba menghubungiku, ia bertanya tentang keadaanku dan apa yang sedang kulakukan. Saat itu aku baru saja menyelesaikan tugasku dan ingin tidur, Kiba terdengar agak kecewa, lalu berkata selamat tidur untukku. Sebelum sambungan terputus, aku bertanya padanya apa yang sedang ia lakukan. Kiba menjawab kalau ia sedang berada di kamar sambil mendengarkan musik. Aku mempercayainya, tapi Ino mengirimiku pesan yang isinya bertanya tentang keadaanku dan kenapa aku tidak bergabung dengan mereka. Ia juga mengirimkan foto Kiba dan seorang gadis di kafe atau bar?

Karena itu aku pergi ke rumahnya siang ini, untuk bertanya apa yang sebenarnya ia lakukan. Sepanjang perjalanan aku berdoa kalau Kiba tidak mencoba berbohong padaku, tapi kenyataannya tidak begitu. Kiba sudah membohongiku.

"Guk!" Akamaru menghentikan langkahnya tepat di tempat biasa kami bersantai dan bermain. Ia merebahkan tubuhnya, membiarkanku turun.

"Kenapa kau mengikutiku Akamaru?" aku mengusap lehernya. Ia mengonggong senang.

Aku menyandarkan tubuhku pada Akamaru, bulu putihnya terasa lembut di kulitku, tebal bulunya juga membuatku hangat saat angin di hutan bertiup kencang. Ah.. kalau saja Akamaru bisa menjadi bantalku.

"Kau juga ikut dengan Kiba semalam? Ia tidak berada di kamarnya, kan? Ia pergi keluar dengan seseorang, kan?" Akamaru menundukkan kepalanya, mengerti semua yang kuucapkan. Ia menggumam pelan seakan ikut merasa bersalah padaku.

"Aku tidak menyalahkanmu, kau tidak membohongiku. Kiba yang bersalah, bukannya kau Akamaru," aku memeluk lehernya lembut, tidak ingin membuat lehernya terasa sakit.

Terdengar suara yang sangat familiar sedang meneriakkan namaku dan Akamaru. Biar pun aku sudah menyuruh Akamaru untuk diam, tetap saja akhirnya ia memberitahukan tempat persembunyian kami. Kiba menghampiri kami dengan raut wajah panik, rambutnya basah karena keringat, sepertinya ia benar-benar berlari dari rumah sampai ke sini.

Mataku melebar saat Kiba tiba-tiba memelukku, ternyata tidak hanya rambutnya saja yang basah, tapi bajunya juga terasa basah, nafasnya masih memburu, dadanya naik-turun tidak teratur. Akamaru menggonggong senang melihat Kiba.

"Syukurlah kau baik-baik saja. Kukira Akamaru akan menculikmu dan tidak akan membawamu kembali padaku," ucap Kiba di sela nafasnya.

Sebelah alisku terangkat. "Membawaku kembali padamu?"

Kiba menarik dirinya, tapi belum melepaskan lengannya, ia menyeringai lebar sambil menggaruk tengkuknya gugup. "Yah... bukan hanya aku yang tergila-gila padamu, Akamaru juga merasakan hal yang sama. Karena itu, ia membawamu pergi, benar kan Akamaru?"

Akamaru membalas ucapan Kiba dengan jilatan di wajah. Aku menahan tawa melihat Kiba dan Akamaru, tapi tiba-tiba saja aku teringat dengan kejadian sebelumnya. Kiba baru saja membohongiku. Aku menyentakkan lengannya dan beranjak menjauh. Tidak mungkin aku akan mengalah semudah itu.
Seperti mengingat apa yang terjadi Kiba menghela nafas panjang. "Ini tidak seperti yang kau kira, Y/N. Aku tidak berselingkuh dan tidak akan pernah, memilikimu saja sudah cukup untukku."

"Lalu kenapa berbohong? Kenapa aku tahu foto itu dari Ino?"

"Sebenarnya kemarin Naruto mengajak kami semua untuk kencan bersama, ia bersama Hinata, Sasuke dengan Sakura, juga dengan yang lainnya, karena itulah aku menghubungimu. Aku sempat merasa kecewa karena kau bilang baru selesai mengerjakan tugas dan akan segera tidur, aku tidak tega untuk mengajakmu pergi saat kau kelelahan, Y/N. Untuk foto itu, Shion menanyakanmu padaku, ia bertanya kenapa kau tidak ikut," jelas Kiba.

"Shion?" aku mengingat-ingat gadis yang berada dalam foto itu dan memang benar itu Shion! Astaga.. kenapa aku sampai tidak bisa mengenali teman sekelasku sendiri?

"Kenapa kau harus berbohong? Kalau mengatakan sebenarnya, semua ini tidak akan terjadi, kan?" balasku masih belum puas.

"Kalau aku mengatakan yang sebenarnya, kau akan memaksakan diri untuk ikut agar tidak mengecewakan aku. Aku tahu kalau kau sudah begadang beberapa hari untuk menyelesaikan tugas itu, karena saat siang kau selalu menemaniku dan Akamaru," jawab Kiba dengan cengiran khasnya.

Memang benar sih, agar bisa menyelesaikan tepat waktu aku harus begadang. Senyum mulai tertampak di wajahku, mungkin ia bersalah karena sudah berbohong padaku, tapi alasannya kali ini bisa kuterima.

"Baiklah, aku akan memaafkanmu, tapi jangan pernah berbohong lagi padaku, oke?"

Kiba tidak membalas ucapanku. Ia melompat ke arahku dan memelukku lagi. Akamaru menggonggong, tidak terima karena tidak dipeluk oleh Kiba juga. Pelukannya semakin erat, Kiba menghujani pipiku dengan ciuman.
"Jangan pernah lari dariku lagi. Beruntung kali ini hanya Akamaru yang membawamu, bagaimana jadinya aku kalau laki-laki lain yang membawamu?" Kiba menggembungkan pipinya kesal.

Aku tertawa mendengar kata-katanya. "Kalau laki-laki lain yang membawaku, maka Akamaru yang harus mengejarmu. Karena tidak mungkin kau bisa mengejar mobil sport, mengejar Akamaru saja sudah berkeringat seperti ini, apalagi mengejar mobil?"

"Eh? Apa maksudmu dengan mengejar mobil sport? Apa kau memang sudah berniat untuk kabur dariku?"

"Mungkin begitu."

"Aku tidak akan melepaskanmu," bisik Kiba. Suaranya terdengar sangat jelas di telingaku. Dalam hati aku terkekeh, tentu saja karena hal itulah yang kuinginkan. Agar Kiba tidak melepasku.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top