Hyuuga Neji *Modern*

Okay, sebelum mulai aku mau ngasih warning untuk kalian yang mudah ke trigger karena ada suicidal behavior di cerita ini. Jadi, untuk kalian yang gampang ter-trigger kusarankan untuk gak udah baca cerita ini.

Happy reading!

Tidak akan ada yang pernah  menyangka bahwa Neji akan menyukai seseorang. Tidak ada yang menduga bahwa iris lilacnya akan tertuju pada seorang gadis. Gadis yang wajahnya tidak pernah luput dari senyuman. Gadis yang begitu menggemaskan saat mencoba memahami pelajaran yang sulit bahkan setelah Neji mengajarinya dengan perlahan. Gadis yang binar matanya mampu mencerahkan harinya. Gadis yang entah bagaimana mulai menguasai hatinya.

Gadis bernama Y/N.

Sejujurnya, Neji tidak mengerti apa yang begitu menarik dari gadis yang saat ini tengah berceloteh mengenai liburannya beberapa waktu lalu. Y/N tidak terlalu cantik, namun Neji mengkategorikan rupa Y/N dengan kata manis. Y/N juga tidak terlalu pintar, beberapa kali ia sampai harus turun tangan karena di beberapa mata pelajaran nilai Y/N hampir tak tertolong. Untuk sifat, Neji berani bertaruh gadis ini hampir semalas Shikamaru dan keengganannya untuk belajar mampu menyaingi Naruto. Singkatnya, sekilas Y/N sama seperti gadis normal lainnya. Lalu apa yang luar biasa dari Y/N hingga menarik perhatiannya?

“Bagaimana Neji? Kudengar festivalnya akan dimulai minggu depan. Kau mau menemaniku, kan?”

Sebelum ia mampu mencerna pertanyaan Y/N, Neji mendapati dirinya tersenyum tipis lalu mengangguk tanpa sadar. “Baiklah.”

Ah ... jadi itu alasannya. Alasan mengapa Y/N berbeda dengan gadis lainnya adalah senyum tulusnya ketika mengobrol dengannya juga sorot mata yang seolah berkata bahwa saat bersama dengan Neji, yang lainnya tidaklah penting. Saat bersamanya, pandangan Y/N hanya tertuju padanya dan Neji dengan yakin hal yang sama juga berlaku padanya.

***

Dengan Y/N, Neji tidak sungkan menceritakan masalah yang mengganggunya dan ia juga tidak keberatan untuk menerima saran dari gadis itu jika memang masuk akal. Contohnya saja ketika secara gamblang, Hinata mengaku padanya bahwa ia memang menyukai Naruto. Mengingat saat itu Neji belum benar-benar mengenal siapa pria pirang itu selain titelnya sebagai pembuat onar nomor satu, Neji melarang Hinata untuk berdekatan dengan Naruto.

“Kurasa tidak ada salahnya membiarkan mereka bersama, Neji,” cetus Y/N setelah Neji menceritakan apa yang Hinata katakan padanya.

Neji mendengus pelan. “Mana bisa aku membiarkan Hinata bersama dengan pembuat onar seperti itu. ia akan dalam masalah jika Hiashi-sama sampai tahu.”

Y/N terkekeh pelan. “Apa kau mengenal Naruto dengan baik?”

“Aku cukup mengenalnya sebagai pembuat masalah,” tukas Neji melipat kedua tangannya di depan dada.

“Itu masih belum cukup,” gumam Y/N menggeleng. “Mengapa kau tidak lebih mengenalnya lagi? Kali ini bukan sebagai pembuat onar, tapi sebagai Uzumaki Naruto. Kita tidak bisa menghakimi seseorang atas tindakannya tanpa mengenalinya lebih dulu, kan?”

Ucapan Y/N memukulnya telak. Benar. Ia tidak bisa melabeli seseorang hanya dengan tindakannya tanpa mengetahui alasan dibaliknya. Mengenal bagaimana Hinata, ia yakin sepupunya tidak akan menyukai sembarang orang, terlebih jika orang itu hanya suka membuat masalah.

“Selalu ada sesuatu yang lebih dalam daripada yang terlihat. Kau yang berasal dari klan Hyuuga, pasti mengerti hal ini, kan?” lanjut Y/N seraya menyunggingkan senyum.

Neji ikut tersenyum lalu mengangguk pelan. Iya, lebih dari siapapun, ia yang paling mengerti betapa menyakitkannya dihakimi oleh orang lain tanpa mengenalnya lebih dulu. Yah ... walaupun ia tidak akan semudah itu membuka diri pada orang lain, setidaknya Y/N sudah menyadarkan hal itu padanya.

Bermandikan sinar matahari sore, garis wajah Y/N tampak lebih lembut dari biasanya. Ditambah dengan senyuman yang masih tampak di rupa manisnya, Neji mendapati jantungnya berdetak lebih cepat. Napasnya tercekat sesaat ketika perlahan tatapan Y/N terfokus padanya seakan tidak orang lain di dunia ini selain mereka berdua.

Sesaat kemudian, Neji menyadari bahwa dirinya telah jatuh cinta. Dan ia tidak tahu bagaimana caranya kembali.

Sudah hampir setahun sejak kejadian itu dan sudah hampir setahun Neji memendam perasaannya. Bukan, ia tidak menyatakan perasaannya bukan karena takut ditolak atau takut Y/N tidak memiliki perasaan yang sama dengannya dan akhirnya menghancurkan hubungan pertemanan mereka. Tidak. Neji tidak mengungkapkan perasaannya hingga saat ini karena ia merasa ada beban tak terlihat yang tengah ditanggung Y/N dan ia tidak ingin menambah beban itu.

Sudah berulang kali Neji menanyakan apa ada masalah yang begitu menyita pikiran Y/N, namun gadis itu hanya menggeleng seraya tersenyum dan berkata bahwa ia baik-baik saja. Namun, Neji tahu lebih baik. Senyum Y/N terlihat terpaksa dan tidak setulus biasanya. Saat ia perhatikan lebih teliti, banyak perubahan pada Y/N.

Kantung dibawah mata Y/N terlihat lebih gelap, pipinya agak cekung dengan sudut mata yang sembap dan memerah. Cahaya di matanya meredup dan senyumnya yang sering kali terlihat terpaksa dan letih. Namun, gadis itu masih keras kepala dan bersikeras berkata bahwa dirinya baik-baik saja.

Tidak suka melihat Y/N menanggung masalahnya sendiri, Neji berpindah haluan. Ia bertanya tentang Y/N pada Hinata yang merupakan salah satu teman dekat Y/N. Neji berhasil bicara berdua dengan Hinata—setelah melemparkan tatapan tajam pada Naruto tentu saja.

“Ah, Y/N-chan? Neji-niisan menyadarinya juga. Aku sudah berpikir bahwa Y/N-chan sedang berada dalam masalah, karena itu beberapa waktu lalu aku dan Naruto-kun berkunjung ke rumahnya dengan alasan ingin belajar bersama. Lalu, tidak lama setelah kami datang, aku mendengar ... kedua orangtua Y/N sedang bertengkar,” cerita Hinata ketika Neji menanyakan perihal Y/N pada sepupunya.

“Kedua orangtuanya bertengkar?” ucap Neji mengulang perkataan Hinata.

Hinata mengangguk. “Iya. Dan Neji-niisan, kudengar orangtua Y/N-chan ... akan bercerai.”

Saat itu Neji terbelalak, tidak menyangka seberat itu beban yang ditanggung oleh gadis yang ia sukai. Setelah mengetahui kebenarannya, Neji tidak lagi menganggu Y/N dengan pertanyaan ‘apakah kau baik-baik saja?’ atau ‘apa yang bisa kulakukan untukmu?’. Sebaliknya, karena Neji tidak pernah pandai berkata-kata manis, ia menebusnya dengan tindakan. Ia memastikan selalu berada di sekitar Y/N kalau-kalau gadis itu butuh sandaran atau seseorang untuk diajak bicara.

“Apa yang kaulakukan di sekolah sesore ini, Neji?” tanya Y/N saat Neji duduk di sebelahnya tanpa suara.

Keduanya berada di atap sekolah, menyaksikan matahari turun perlahan kembali ke peraduannya. Tas dan blazer mereka diletakkan tak jauh dari keduanya, sedangkan Y/N dan Neji duduk di tepi atap dengan kaki menjuntai ke bawah.

“Melihat matahari terbenam,” jawab Neji santai. “Bagaimana denganmu, kenapa masih berada di sekolah sesore ini?”

Y/N menarik napas panjang. Tubuhnya condong ke belakang,bertumpu pada kedua lengan dengan kepala mendongak. Angin petang membelai pipi dan helaian rambut gelap Y/N. Neji memuji gadis yang tampak memesona di hadapannya dalam hati.

“Aku ingin lebih lama merasakan ketenangan ini, Neji,” gumam Y/N memejamkan mata. Gadis itu tersenyum, namun dalam pandangan Neji senyumannya tampak sedih. “Aku hanya ingin sendirian.”

“Tidak ada yang benar-benar ingin sendirian Y/N,” Neji menggeser posisi duduknya menjadi lebih dekat dengan Y/N. “Bahkan saat kau berkata ingin sendirian, sebenarnya kau hanya ingin tahu siapa yang akan tetap bersamamu, kan?”

Ucapan Neji membuat sesuatu dalam diri Y/N bergejolak. Dinding pertahanan dalam dirinya runtuh hingga tanpa bisa ditahan air mata yang berhasil ia pendam selama ini tumpah. Y/N tidak menolak saat Neji dengan hati-hati menuntunnya untuk menyandarkan kepala di bahu bidangnya. Tidak dapat dipungkiri, ucapan Neji benar adanya. Ia tidak benar-benar ingin sendirian.

“Kau tidak sendirian Y/N,” bisik Neji. Bibirnya menempel pada kelopak mata Y/N yang basah. “Ada aku di sini. Kau masih punya aku.”

Neji tidak tahu berapa lama ia merengkuh Y/N, berapa lama gadis itu menangis dan berada lama mereka berada di atap. Tidak masalah. Saat itu waktu bukan prioritas utamanya, dunia boleh terus berputar dan waktu boleh terus berjalan, tetapi yang paling penting bagi Neji adalah Y/N dan bagaimana gadis itu berjuang untuk menaklukan masalahnya.

“Aku akan selalu berada di sampingmu Y/N.”

Setelah kejadian itu, Neji mengulum senyum menyadari Y/N tidak lagi murung. Senyumnya lebih tulus dan matanya lebih berbinar. Ia kembali berbincang dengan teman sekelasnya dengan antusias dan lebih memperhatikan kesehatannya. Walaupun begitu, Neji masih sering mengawasinya, memastikan bahwa ia memenuhi janjinya dengan terus berada di sisi Y/N jika gadis itu membutuhkannya.

Alasan atas sikap protektifnya terhadap Y/N—selain fakta bahwa ia menyukai gadis itu adalah karena ... ada sesuatu yang mengganggunya. Ada yang aneh pada Y/N tetapi ia belum tahu pasti apa itu.

Kegelisahannya terjawab dua minggu kemudian. Alih-alih sosok Y/N yang hadir, wanita dengan setelan formal yang mengaku sebagai Ibu Y/N-lah yang muncul dikelas. Wanita itu masih belum berhenti menangis terutama saat wali kelas mereka berkata bahwa Y/N tidak lagi bisa menghadiri kelasnya, bahwa Y/N tidak bisa lagi bersama mereka.

Bahwa Y/N ... telah tiada.

Neji masih linglung saat beberapa dari siswi di kelasnya menangisi Y/N. ia masih belum menerima realita bahwa gadis yang beberapa hari lalu masih merangkul lengannya dan berjanji untuk pergi ke festival bersama telah tiada. Ia masih termangu saat Hinata menyodorkan amplop putih bertuliskan namanya. Neji mengenali tulisan tangan ini. Tulisan tangan Y/N.

Neji, sebelumnya maafkan aku karena pergi mendadak. Maaf karena tidak bicara apapun padamu saat kau sudah begitu baik padaku.

Sejujurnya aku sudah tidak kuat, Neji. Aku merasa kehadiranku hanya akan menyusahkan orang lain terutama dirimu, padahal aku sangat menyukaimu. Iya, aku menyukaimu Hyuuga Neji. Aku sangat menyukaimu hingga aku tidak bisa membayangkan kau yang begitu sempurna bahkan dengan segala kekuranganmu bersanding denganku yang penuh dengan cacat ini. Aku tidak ingin menjadi bebanmu lagi Neji. Karena hal terakhir yang kuinginkan adalah menjadi bebanmu.

Terima kasih sudah menjadi sandaranku, menjadi pilar dan tumpuanku. Terima kasih sudah memberikan memori paling indah yang akan selalu kuingat. Terima kasih untuk pelukan hangat dan senyum tulus yang selalu kau berikan padaku. Terima kasih sudah menjadi satu-satunya sumber kebahagiaan di hidupku yang sebentar ini. Aku bahagia bersamamu Neji.

Sekarang, carilah kebahagiaanmu sendiri.

Neji meremas surat dari Y/N. Ia pamit pada wali kelas untuk keluar kelas. Kakinya melangkah ke atap dengan sendirinya. Neji duduk di tempat yang sama seperti saat itu. Alih-alih bersama dengan Y/N menyaksikan matahari terbenam, kali ini hanya ada dirinya dengan surat pemberian Y/N. Matanya terpejam erat, berusaha menghalau air mata yang siap terjun kapan saja.

Entah kata apa yang paling tepat untuk menggambarkan perasaan Neji saat ini. Hampa. Patah hati. Nelangsa. Sedih yang amat sangat. Tidak, yang lebih tepat adalah putus asa.

Bagaimana bisa aku menemukan kebahagiaanku jika kau adalah bagian dari kebahagiaan itu, Y/N?

Sejujurnya, aku baru melewati salah satu fase paling sulit dalam hidupku dan saat itu yang aku pikirkan cuma 'Aku capek. Aku mau menghilang aja.'

Cerita ini kutulis untuk mengungkapkan isi perasaanku saat itu. Di saat kita benar-benar ngerasa sendiri dan ngerasa kalau keberadaan kita cuma jadi beban atau bahkan ngerasa kalau kita gak ada harganya.

Aku tahu dan aku paham rasanya.

Tapi, pesan yang mau aku sampaikan di cerita ini adalah seberapa sulit fase yang kalian jalani, kalian gak benar-benar sendiri. Percaya deh, kalian mungkin gak sadar dan gak tau, tapi di luar sana ada satu orang yang bahagia liat kalian tersenyum, ada orang yang ikut senang ngeliat kalian senang. Sama seperti Neji yang ikut hampa setelah kepergian F/N, akan ada orang yang sedih kalau kalian menghilang.

Guys, you'll never truly be alone. So stay strong. Kalau bukan untuk dirimu sendiri, tetap kuat untuk mereka yang sayang sama kamu.

Aku berhasil melewati fase sulit and I know you can do it too.

Untuk kalian yang saat ini sedang berjuang melawan dunia, kamu kuat dan kamu pasti menang ngelawan masalahmu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top