Hyuuga Neji
Peperangan selalu menjadi mimpi burukku. Bagaimana bisa seseorang bisa menginginkan perang sebagai jalan terakhir dan jalan perdamaian yang paling sering diambil oleh pemimpin desa. Aku benar-benar tidak habis pikir. Bukankah perang hanya membawa rasa luka yang lebih dalam pada kedua pihak, rasa kehilangan juga rasa sedih yang tidak berujung? Andai saja semua orang berpikir seperti diriku atau seperti Hokage Ketiga yang kulihat sangat bijaksana dan ingin menghindari peperangan.
Bau darah terasa kuat di udara, mayat bergeletakan memenuhi medan perang, bahkan terlihat potongan tubuh yang membuatku ingin muntah. Tidak hanya itu, helaan nafas frustasi dan pasrah terdengar jelas, suara musuh bahkan membuatku menggeram marah, tapi diantara semua itu yang paling membuatku terluka adalah sosok yang sedang bersama dengan Naruto di depan sana.
Aku tidak bisa melihat dengan pasti apa yang terjadi di sana dan apa yang mereka bicarakan, tapi aku tahu sosok itu dimana pun. Sosok tinggi dengan rambut panjang yang selalu diikat di punggungnya, keturunan Hyuuga yang dijuluki 'si jenius Hyuuga'. Sosok Neji. Aku bersumpah, hal yang terjadi selanjutnya membuatku tidak bisa bernafas. Kakiku tidak mampu menopangku lagi sampai aku jatuh berlutut. Pandanganku terlihat buram, aku tidak tahu apa yang terjadi dengannya, tapi aku tahu kalau Neji terluka.
Di belakang sana ada sesuatu yang tajam yang terbang ke arah Neji. Ia tidak bisa melihatnya karena sedang menatapku dengan pandangan meminta maaf. Aku melihat muncratan darah karena benda tajam itu beradu dengan punggung Neji. Punggung yang selalu menggendongku saat aku lelah untuk berjalan karena terlalu serius berlatih dengan Lee.
Di saat seperti ini kakiku tidak bisa berlari, gravitasi tidak memperbolehkanku untuk berdiri. Bersamaan dengan paru-paruku yang berhenti bekerja, aku tidak bisa bernafas dan rasanya sesak. Pandangan mata yang semakin memburam seiring dengan air mata yang semakin menumpuk.
Kumohon, selamatkan Neji. Sudah cukup aku kehilangan keluargaku yang meninggal saat penyerangan Kyuubi, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku kalau Neji juga pergi meninggalkanku. Kumohon, siapapun, bangunkan Neji dari tidurnya saat ini. Jangan biarkan ia pergi meninggalkanku. Kumohon, Neji.
"Y/N..Y/N, hey Y/N, bangun!" mataku terbuka saat sosok di sebelahku mengguncangkan bahuku untuk membuatku bangun.
Nafasku terengah, pipiku terasa basah, tapi tangan hangat yang berada di pipiku membuatku menoleh ke arah pemilik tangan. Mata tanpa iris berwarna lavender menatapku dengan tatapan khawatir yang terlihat jelas, alisnya terlihat menyatu karena memperhatikanku. Saat mataku sudah kembali melihat dengan jelas, sosok Neji langsung terlihat di mataku. Tanpa banyak pikir, aku langsung memeluknya.
"Sshh, itu hanya mimpi buruk. Tidak ada yang bisa menyakitimu saat aku bersamamu, Y/N. Tenanglah," suara Neji terdengar lebih lembut dari biasanya. Ia tidak hanya mengusap rambutku, tapi juga punggungku dengan gestur menenangkan.
Teringat dengan mimpi itu lagi membuatku ingin menangis, tapi aku tahu kalau semua itu hanyalah mimpi, bukanlah kenyataan. Tanpa sadar aku mengepalkan tangan di punggungnya, mencoba meyakinkan diriku kalau Neji benar-benar memelukku sekarang dan bukan hanya pikiranku yang membayangkannya.
"Kau mau menceritakan mimpimu padaku?" tanya Neji. Ia menangkup pipiku di kedua tangannya.
Aku menarik nafas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan diri sebelum bercerita. "Aku tidak tahu kapan dan bagaimana, tapi kita berada di tengah-tengah peperangan. Aku melihatmu di depan, kabut yang tebal membuat penglihatanku tidak jelas. Entah bagaimana, aku tahu kalau aku sedang terluka, kau menatapku sambil mengaktifkan byakugan."
"Lalu, apa yang terjadi?" tanya Neji. Ia mengusap pipiku dengan ibu jarinya.
"Kau terluka karena sesuatu. Aku tidak tahu bagaimana persisnya semua itu bisa terjadi, hanya saja suasana di sekitarku tiba-tiba sunyi dan aku mendengar suaramu, Neji. Kau meminta maaf karena akan meninggalkanku sendirian dan aku berkata jangan pergi, tapi kau hanya membalas dengan ucapan 'aku mencintaimu.'"
Neji bukanlah orang yang mudah khawatir atau peduli dengan orang lain. Kalaupun ia merasa semua itu, ia akan menyembunyikannya dengan baik sampai aku saja bingung dengan tingkahnya, tapi saat ini ia terlihat tidak peduli dengan semua itu. Ia terang-terangan mencium dahiku, juga kedua mataku. Memperlihatkan senyum yang jarang ia perlihatkan pada semua orang.
"Kau akan baik-baik saja. Aku tidak akan meninggalkanmu, Y/N. Kau bisa yakin itu," ucap Neji lembut.
"Bagaimana kau bisa yakin? Bagaimana kalau kau mengingkari ucapanmu sendiri? Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu di saat misi? Atau bahkan perang benar-benar akan terjadi dan mimpiku menjadi kenyataan?" tanyaku bertubi-tubi. Masih belum merasa lega dengan perasaanku ini.
Neji mendorong bahuku dengan hati-hati, lalu menempatkan kepalaku di atas salah satu lengannya. Ia bergumam pelan dan tidak berhenti mengusap punggungku, walaupun aku sudah tidak menangis lagi. Mataku melirik jam dinding yang tergantung di atas pintu, jam tiga pagi. Perasaan bersalah menyelimutiku karena membangunkan Neji karena mimpi buruk kekanakkanku.
"Maafkan aku, Neji."
"Untuk apa?"
"Karena sudah membangunkanmu untuk alasan konyol seperti ini," ucapku.
Telunjuk Neji mengangkat daguku untuk menatapnya. Sirat khawatir sudah tidak terlalu terlihat lagi di matanya, tapi aku masih bisa melihat sirat kesal di sana. Aku tidak tahu apa yang membuatnya kesal seperti itu.
"Y/N... aku tidak peduli kalau kau mengganggu tidurku, bahkan aku tidak peduli kalau kau mengganggu latihanku selama kau baik-baik saja, aku tidak akan merasa keberatan sama sekali. Kau bisa menggangguku kapanpun kau mau, mengerti?" Neji menatap lurus ke arahku, menandakan kalau ia serius dengan ucapannya kali ini.
Aku mengangguk.
Neji tersenyum tipis, lalu mendekatkan tubuhku ke arahnya. "Sekarang kau bisa tidur lagi. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu besok karena tidak bisa mengimbangi cara berlatih Lee."
Aku tertawa kecil membayangkan cara latihan Lee yang sama ekstremnya dengan Guy-sensei. "Tidak ada yang bisa mengimbangi latihan ekstrem itu Neji, bahkan dirimu."
"Selamat tidur, Y/N," bisa kurasakan Neji mencium dahi dan kedua kelopak mataku sambil tersenyum tipis.
"Selamat tidur, Neji."
Kali ini aku tertidur pulas dengan mimpi indah, tentunya ada keberadaan Neji di sana. Pelukannya membuatku lupa dengan mimpi burukku, aku benar-benar berharap kalau suatu saat nanti tidak perlu ada perang di dunia shinobi ini atau aku harus menghadapi fakta Neji akan meninggalkanku sendirian. Untuk saat ini, aku hanya ingin menikmati kebersamaanku dengannya.
Untuk siapapun yang request Neji.. Aku lupa nama kalian,, maaf ya...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top