Hidan *Modern*
Aku memutar bola mataku bosan saat melihat sosok yang terlalu familiar ketika membuka pintu rumah. Hidan dengan luka lebam dan berdarah hampir di seluruh tubuhnya, baik itu darahnya sendiri atau darah lawannya. Pelipisnya berdarah, begitu juga dengan bibir, lengan dan perutnya. Matanya sudah membiru dan jalannya sedikit pincang. Jelas sekali ia baru bertarung dengan kelompok lain. Tanpa banyak bicara, aku menyuruhnya masuk tanpa suara.
Selalu seperti ini. Datang tengah malam dengan keadaan terluka dan aku bertanya tentang siapa dan kenapa ia bertarung dengan orang atau kelompok itu sambil terus mengobati lukanya. Setelah itu, ia tidur di kasur bersama denganku karena ia menolak untuk tidur di sofa, begitu juga denganku yang tidak ingin kedinginan.
"Sekarang siapa lagi yang kau beri pelajaran, Hidan?" tanyaku setelah mengambil kotak obat.
Hidan mendengus pelan tidak ingin menjawab.
"Kau ke rumahku saat tengah malam dan membuatku tidak tidur untuk beberapa jam sampai membuatku ketiduran saat siang hari. Kurasa aku pantas menerima penjelasan darimu mengingat aku juga menjadi salah satu orang yang kau repotkan," bentakku. Tanganku bergerak dengan sendirinya utnuk memukul luka yang ada di perutnya lebih keras.
Hidan meringis pelan. "Bajingan itu mengatakan sesuatu yang tidak ingin kudengar, oke? Dan teman-temannya yang brengsek juga mendukung bajingan pengecut itu."
Aku tidak mengalihkan pandangan dari tangan Hidan yang masih berdarah. "Apa yang mereka katakan?"
Tidak ada balasan. Saat aku menatapnya ia malah mengalihkan pandangannya ke arah lain selain tatapanku. Aku mendesis kesal dengan sikapnya yang keras kepala. Bisa dibilang tingkat kekeras kepalaannya melebihi diriku.
"Apa kata mereka, Hidan?"
"Sesuatu yang tidak ingin kita berdua dengar, oke?" elaknya. Ia menatap sekelilingku, tapi tidak denganku.
"Katakan padaku atau aku akan menendangmu keluar dari rumahku ke jalanan yang dingin dan membiarkan luka infeksi sementara kau mati perlahan-lahan karena kuman yang terus masuk ke tubuhmu lewat luka yang tidak diobati," ancamku setengah menggeram. Tanganku berhenti untuk membalut tangannya untuk menegaskan maksudku.
"Kau tidak akan berani, Y/N."
"Kau mau mencobanya, Hidan?"
Hidan menghembuskan nafas keras karena kesal. "Baiklah, dasar gadis keras kepala sialan."
Aku mengangguk senang sambil memamerkan senyum puas.
"Kalau kau memang sangat ingin mendengarnya, baiklah, akan kukatakan padamu," decak Hidan. "Bajingan itu berkata kalau aku hanyalah pengecut yang selalu mengadu pada kekasihnya, sama sekali tidak memiliki dan sangat lemah sampai tidak bisa membuat bajingan sialan itu terluka. Semua itu masih bisa kutahan untuk tidak menghajar mereka karena teringat janji sialan itu padamu.
"Tapi yang membuatku hilang kendali adalah saat mulut terkutuk bajingan itu berkata kalau kau adalah jalang murahan yang menjadi kekasihku hanya karena dibayar. Mulut sialan itu berkata kau akan memuaskan siapapun tanpa pikir panjang dan yang paling membuatku kesal adalah saat bajingan itu berkata kalau kau sama sekali tidak berharga dan aku sama sekali tidak mencintaimu!" suara Hidan semkain meninggi saat mengatakan kata yang terakhir.
Aku tersenyum tipis mendengar penjelasannya. "Jadi kau mengakui kalau kau mencintaiku?"
Hidan mendengus lagi. Suaranya sudah terdengar lebih lembut dari yang sebelumnya. "Dari semua penjelasanku hanya kalimat sialan itu yang kau tangkap?"
"Tidak Hidan," gelengku. Kali ini suaraku yang melembut. "Aku mendengar semua penjelasanmu dengan baik, tapi kau tahu aku sudah terbiasa dengan semua itu. menjadi kekasihmu memang tidak mudah dan aku sudah menerima kenyataan itu sejak pertama kali kau menyampaikannya, kan? Jadi kau tidak perlu marah dan memukul orang lain lagi hanya karena aku."
Terdengar helaan nafas frustasi dari Hidan. Ia menyentuh perban yang baru saja kubalutkan di sekitar perutnya. Ia menatapku dengan tatapan kesal bercampur dengan sedih.
Memang tidak mudah bertahan dengan kekasih yang sangat terkenal dikalangan gangster yang tidak ingin kuketahui namanya. Harus kuakui salah satu alasan aku menyukainya adalah karena aku terpesona saat melihatnya bertarung untuk melindungiku, tapi saat aku menjadi kekasihnya 'dunia' Hidan gempar. Mereka tidak percaya kalau aku menerimanya karena murni perasaanku. Membuatnya berkali-kali menegaskan kepada orang yang sudah meragukan hubungan kami sampai akhirnya ia sering ke rumahku dengan banyak luka.
Tiba-tiba saja Hidan sudah mendekat dan memelukku erat. Aku membalas pelukannya dalam hitungan detik dan sedikit berhati-hati karena luka yang bertebaran di seluruh tubuhnya. Hidan menenggelamkan wajahnya di lekukan leherku dan menciumnya sekali.
"Mana bisa, Y/N? Demi dewa Jashin, aku bisa menahan emosi kalau mereka mengataiku bahkan menghajarku tanpa alasan, tapi tidak denganmu. Aku selalu marah kalau ada seseorang menghinamu, aku selalu khawatir kalau kau terluka. Mana bisa aku tidak marah?" gumam Hidan di leherku. Suaranya agak tertahan, tapi aku masih bisa mendengar ucapannya dengan sangat jelas.
"Terserah kau saja, Hidan. Yang jelas aku tidak ingin melihatmu seperti ini lagi. Kau tahu sendiri, melihatmu terluka juga membuatku ikut terluka."
"Mmmhmm."
"Omong-omong, kau belum menjawab pertanyaanku, lho," kataku mengingatkan.
"Apa?"
"Kau mengakui kalau kau mencintaiku?"
Hidan melirikku dengan tatapan tajamnya. "Tentu saja, bodoh. Untuk apa aku memeluk gadis keras kepala sepertimu kalau aku tidak mencintaimu?"
"Hidan?"
"Apa lagi?" terdengar helaan frustasi dari bibirnya. Aku tersenyum simpul.
"Aku juga mencintaimu."
Gomenasai karena lama update mulu... Tugas sekolah bneran bikin ide buat one shots hilang semua
Aku juga minta maaf buat yg requestnya belum aku publish, hontou gomenasai!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top