Deidara *Modern*
Semua orang terlihat sibuk mempersiapkan malam ini, tanpa terkecuali. Malam ini Akatsuki akan mengadakan pesta kembang api, seperti yang selalu mereka lakukan saat musim panas di mulai. Aku dan Konan selalu menjadi bagian konsumsi dan itu sangatlah melelahkan, kami harus membuat banyak makanan dan dalam porsi besar karena semua laki-laki yang ada di Akatsuki memiliki nafsu makan yang besar, terutama Tobi dan Zetsu.
Mataku melihat sosok Deidara yang sibuk dengan kembang apinya. Aku ingat kalau ia selalu menyukai seni, hanya saja ia terlalu pemilih dengan seni yang akan dilihatnya. Deidara beranggapan kalau seni adalah sesuatu yang keindahannya tidak bertahan lama seperti ledakan, mungkin karena itulah ia selalu menyukai kembang api. Berlawanan dengannya, Sasori malah berpikir kalau seni seharusnya abadi, karena itu mereka sering bertengkar.
"Y/N, siapa yang kau lihat?" Konan membuyarkan fokusku saat menatap Deidara.
Aku tersenyum kikuk. "Tidak ada. Aku tidak melihat siapapun, kenapa kau berpikir kalau aku melihat Deidara?"
Konan tersenyum menggoda, atau menurutku seperti itu. "Aku tidak mengatakan apapun tentang Deidara, Y/N. Siapa sangka kalau ternyata kau menyukai Deidara?"
"Kau sendiri bukannya sama denganku? Siapa sangka kalau kau menyukai Pein?" balasku sambil menyeringai. Wajah Konan memerah samar, aku tertawa pelan merasa berhasil mengalihkan pembicaraan dari topik Deidara.
Wajah Konan tambah memerah saat Pein masuk ke dapur dan bertanya tentang makanan. Aku menjawab kalau makanan hampir semuanya siap, Pein langsung pergi setelah mendengar jawabanku. Konan terdengar agak kecewa karena Pein tidak tinggal lebih lama, tapi aku mengingatkannya tentang tugas kami yang sepertinya tidak akan selesai dengan sendirinya.
"Apa aku boleh meminjam Y/N? Aku membutuhkannya untuk mempersiapkan sesuatu di halaman belakang, hm," Konan mengiyakan permintaan Deidara yang tiba-tiba datang dengan cepat.
Aku menatap Konan aneh. "Bagaimana dengan makanannya? Kau tidak akan bisa menyelesaikannya sendirian."
"Aku akan memanggil Itachi atau Pein saja," jawab Konan. "Kau bersenang-senanglah, mungkin ini satu-satunya kesempatan kau bisa bersama dengan Deidara."
Belum sempat aku menjawab, Deidara sudah menarik tanganku untuk mengikutinya sampai halaman belakang. Mataku melebar saat menyadari kalau tempat ini masih kosong, belum terisi apapun. Seharusnya sudah ada meja panjang dan kursi untuk makan, tapi kenapa tidak ada satu pun yang terlihat?
"Kenapa masih kosong, Dei?" tanyaku.
Deidara menggaruk tengkuknya gugup. "Mungkin karena aku terlalu fokus dengan kembang apinya? Hm."
"Lalu kenapa yang lain tidak membantu?" tanyaku lagi.
"Tobi dan Hidan sedang bertengkar di dalam, kurasa Itachi dan Pein membantu Konan, Sasori dan Kisame menggantikanku untuk mengurus kembang api, Kakuzu sedang membeli bahan yang kurang, ia tidak ingin orang lain yang belanja karena akan menghabiskan terlalu banyak uang, hm," jelas Deidara. Aku melihat jam yang melingkar di tanganku, memastikan kalau kami masih sempat untuk menata meja dan kursi.
Deidara sepertinya juga sadar dengan waktu kami yang singkat. "Kita bisa mengganti meja dan kursinya dengan selimut. Aku punya banyak selimut di dalam, hm."
Aku tersenyum. "Ide bagus, Deidara. Cepat ambil selimutnya."
Mataku menatap punggung Deidara yang sedang berlari. Aku terlalu khawatir dengan persiapannya sampai lupa dengan perasaanku pada Deidara. Mungkin aku harus mengatakan perasaanku padanya malam ini, saat pesta kembang api, terdengar sangat romantis. Belum selesai aku berkhayal Deidara sudah kembali dengan cepat.
"Cepat, kita harus menyelesaikannya sebelum yang lain selesai, hm," aku dan Deidara mulai menggelar selimut di atas rumput. Halaman belakang ini cukup luas untuk kami semua yang akan menikmati pesta kembang apinya.
"Aku benar-benar gugup, kuharap kembang apinya tidak mengecewakan, hm."
***
Aku ingat dengan ucapan Deidara sebelumnya, ia berharap kalau kembang apinya tidak akan mengecewakan. Sama sekali tidak. Bahkan sebaliknya, kembang apinya sangat indah. Aku berbagi selimut dengan Deidara, ia tersenyum puas melihat karyanya.
"Seperti biasa, kembang apimu sangat indah, Deidara," pujiku. Mataku tidak lepas dari langit yang sedang terhias oleh berbagai warna.
"Y/N, hm," panggil Deidara. "Apa kau tahu kalau warna dari kembang api itu memanfaatkan reaksi nyala api logam? Natrium menghasilkan warna kuning, Stronsium menghasilkan warna merah-"
"Aku tidak tahu kalau kau memperhatikan pelajaran dengan baik," sindirku. Deidara memang tidak dikenal karena kepintarannya dalam bidang akademik.
Ia tersenyum tipis. "Hanya jika berhubungan dengan hal yang kusukai, sama seperti aku menyukaimu, hm."
"Maksudmu?"
"Aku hanya tertarik dengan hal yang kusukai, karena aku tertarik padamu jadi aku tahu kalau aku menyukaimu, hm," kata Deidara. "Aku selalu tertarik saat kau terus menatapku dan berpikir kalau aku tidak sadar, aku juga suka saat bersamamu. Mungkin kali ini Sasori benar, kalau seni adalah sesuatu yang keindahannya bertahan lama, keindahannya abadi, sama seperti dirimu, Y/N, hm."
Demi topeng lolipop Tobi, aku meragukan kalau pendengaranku bekerja dengan baik. Apa Deidara benar-benar mengatakan itu padaku, atau ini hanyalah khayalanku saja? Aku menatap matanya, memastikan kalau ia tidak bercanda dan akan menertawaiku karena mempercayainya, tapi tidak, aku hanya melihat kesungguhan dan kejujuran. Benarkah Deidara menyukaiku?
"Aku juga menyukaimu, Deidara. Aku menyukai pandanganmu tentang seni, aku juga menyukai senyumanmu saat berkutat dengan hal yang kau sukai, mungkin karena itulah aku sering menatapmu, tapi kalau kau sadar aku sering menatapmu kenapa kau tidak berkata apapun padaku?"
"Hanya ingin memastikan saja, hm," jawab Deidara sambil tersenyum lebar mendengar penjelasanku. "Aku ragu kalau kau menyukaiku, bahkan setelah Sasori mengatakan itu padaku, hm. Keraguanku hilang saat mendengar pembicaraanmu dengan Konan tadi, aku mendengar kalau kau menyukaiku secara tidak langsung. Karena itulah aku berani menyatakan perasaanku, hm."
Wajahku menghangat, aku menundukkan kepalaku agar Deidara tidak melihat wajahku. Tangannya memaksaku untuk menatapnya, ia tersenyum padaku. Deidara mencium dahiku, hampir saja aku lupa kalau kami tidak hanya berdua saat mendengar suara Tobi.
"Akhirnya Deidara-senpai dan Y/N-chan menyatakan perasaan mereka. Tobi ikut senang untuk kalian berdua."
"Berisik, dasar lolipop sialan. Kau menghancurkan momennya," ucap Hidan sambil melempar gelas plastik untuk minumnya.
Aku melirik Deidara, sepertinya kami tidak akan tenang kalau tidak membekap mulut Tobi. Ah.. itu ide yang bagus, aku akan melakukannya lain kali.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top