Brother Uzumaki Naruto *Modern*

Sudah menjadi rahasia umum seorang Uzumaki Naruto hanya takut pada dua hal, yaitu ujian dan dua wanita dalam keluarganya. Tidak, Naruto tidak terlalu takut dengan amukan sang Ayah, malah sebenarnya sosok manusia yang paling baik yang pernah Naruto kenal adalah ayahnya. Baginya, sang Ayah lebih mirip dengan malaikat ketimbang manusia. Ia juga tidak takut dengan amukan Sakura, juga dengan ejekan teman-temannya ataupun omelan Kakashi-sensei saat ia mendapat nilai jelek. Tidak, tidak. Jauh melebihi semua itu, Naruto lebih takut dengan dua wanita terdekat dalam hidupnya. Ibu dan kakak perempuannya.

Ya, Naruto takut pada murka sang Ibu dan kejahilan kakak perempuannya. Apalagi kalau keduanya sudah meraung penuh amarah, Naruto tidak akan punya tempat persembunyian lagi. Bahkan dibelakang punggung sang Ayah pun tidak akan membuatnya terhindar dari amukan.

Itulah yang saat ini Naruto rasakan. Mendapati kakak perempuannya tersenyum simpul seraya menggenggam ponselnya dengan sebelah alis terangkat. Tidak salah lagi, Naruto yakin hidupnya tidak akan pernah tenang sampai kakaknya puas menjahilinya. Tiba-tiba saja ia menyetujui dengan sepenuh hati ucapan Shikamaru yang berkata bahwa semua perempuan itu menyeramkan.

"Jadi, apa ini? Adikku akan berkencan dan tidak mengatakan apa-apa padaku?"

"Sudahlah Onee-san, jangan dilihat terus!" Naruto merebut paksa ponselnya. Sempat bergulat dengan kakaknya sebentar, tapi Naruto berhasil mengambil kembali ponselnya yang telah menjadi tawanan Y/N selama beberapa menit sambil menginterogasinya.

Y/N, kakak Naruto, mengusap lengannya yang tidak sengaja terbentur tepi ranjang. "Sejak kapan kau menyembunyikan sesuatu dariku, Naruto? Aku terluka kalau kau main rahasia-rahasiaan begini denganku."

Naruto menjulurkan lidahnya kesal. "Aku tidak menyembunyikan apapun darimu Y/N-neesan."

"Lalu kenapa tidak bilang padaku?" Y/N melipat kedua tangannya di depan dada, berpura-pura kesal karena Naruto memilih untuk tidak bercerita padanya tentang ini. "Bahkan saat aku menyukai teman sekelasku, aku pasti cerita padamu."

Naruto menjambak rambutnya sendiri, setengah frustasi menghadapi drama yang dibuat kakaknya. "Karena aku belum tahu apakah ia memiliki perasaan yang sama denganku atau tidak? Apa Nee-san tidak tahu kalau pria bercerita tentang gadis yang ia sukai pada kakak perempuannya adalah hal yang memalukan?"

"Ah ... jadi kau mulai malu denganku, Naruto?" Y/N mendudukkan diri di pinggir kasur Naruto dengan wajah tertunduk. Naruto tidak bisa melihat jelas ekspresi yang ditampakkan oleh Y/N karena rambut merahnya menjuntai hingga menutupi wajah. "Aku tahu kalau laki-laki akan semakin enggan berbicara tentang dirinya pada ibu atau saudara perempuannya setelah dewasa. Hanya saja, aku tidak menyangka kau juga akan begitu padaku, ototou."

Naruto mengerang frustasi. Ia menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Semua ini berawal karena keteledorannya. Dalam setengah jam terakhir, entah sudah berapa kali ia mengutuk sifat cerobohnya.

Setengah jam yang lalu, tanpa permisi Y/N memasuki kamar Naruto. Sebenarnya masuk kamar tanpa mengetuk sudah menjadi kebiasaan dua bersaudara ini, hanya saja kali ini Y/N tercengang. Hal yang pertama kali ia lihat ketika masuk ke kamar adiknya adalah Naruto yang sedang meloncat-loncat dengan wajah super bahagia sambil menggenggam ponselnya. Ia juga sempat mendapati Naruto mencium layar ponselnya, namun ia akan menganggap kejadian itu sebagai halusinasi semata.

Melihat adiknya yang luar biasa senang sampai lompat-lompat menimbulkan rasa penasaran Y/N yang tidak bisa dibendung. Satu pertanyaan muncul di benaknya. Apa yang membuat Naruto sesenang ini? Bahkan saat Ayah mereka membelikan dua kantung ramen sebelum pergi liburan ke luar negeri bersama dengan Ibu, ia tidak terlihat sesenang ini.

Sontak saja, ketika Naruto masih terdiam karena terkejut, Y/N langsung merebut ponselnya. Betapa terkejutnya Y/N ketika melihat chatroom yang berisi ajakan makan bersama minggu ini dari Naruto dan diiyakan oleh lawan bicaranya. Senyum Y/N mengembang jahil saat mengetahui lawan bicara adiknya adalah ... Hinata Hyuuga.

"Bukan begitu, Onee-san!" erang Naruto. "Aku hanya tidak ingin membesar-besarkan masalah ini saja. Aku akan kecewa kalau kenyataannya tidak sesuai dengan harapanku."

"Aku kan bisa membantumu kalau kau jujur padaku sejak awal Naruto. Mungkin saja aku bisa membuat kencan kalian menjadi nyata lebih awal jika kau cerita padaku," Y/N mengusak rambut Naruto gemas dengan tingkah adiknya.

Naruto melirik kakak perempuannya sejenak lalu pindah posisi. Ia meraih bantal dan menenggelamkan wajahnya di sana. Kakinya bergerak naik turun seperti anak kecil yang merajuk saat permintaannya tidak dipenuhi.

"Kaubilang apa?" tanya Y/N ketika Naruto menggerutu.

"Aku juga tidak ingin Nee-san kecewa kalau pada akhirnya Hinata tidak suka padaku. Kau kan senang sekali menjodoh-jodohkanku dengan Hinata," Naruto mengulangi ucapannya. Wajahnya terlihat sebagian, ia melirik Y/N yang tengah tersenyum kecil.

Y/N menggelengkan kepala jengah. Bagaimana bisa ia dianugerahi seorang adik yang menggunakan kepintarannya di saat-saat tertentu saja? Ayah dan Ibu mereka adalah orang cerdas, lalu bagaimana bisa Naruto sebodoh ini? Mau dibilang anak tetangga juga tidak bisa. Penampilannya sama persis dengan Sang Ayah.

"Melihat Hinata menyetujui ajakan makan bersama, aku yakin ia juga suka padamu, ototou," balas Y/N meyakinkan.

"Kau yakin? Apa kau benar-benar yakin Nee-san?" Naruto tidak bisa menyembunyikan rasa antusiasnya. Ia duduk bersila di depan Y/N dengan ekspresi memancarkan kegembiraan.

"Kaupikir sedang bicara dengan siapa? Tentu saja aku yakin dengan pengamatanku," sahut Y/N congkak. "Kalau kau tidak percaya padaku, kaubisa menanyakannya pada Hinata langsung."

Dalam sekejap, Naruto kembali murung. "Mana bisa? Neji ikut makan bersama kami. Aku tidak mungkin menanyakan hal itu di depan Neji."

Y/N terkekeh pelan. Ia mengibaskan tangan saat Naruto melemparkan tatapan bingung ke arahnya. "Inilah sebabnya kau harus cerita padaku lebih awal. Kalau kau ingin kencan romantis berdua dengan Hinata tanpa gangguan Neji, aku bisa mewujudkannya."

"Oh ya? Bagaimana?"

"Neji adalah orang yang perfeksionis. Dia tidak akan mungkin menolak ajakanku untuk belajar dan mengerjakan tugas bersama minggu ini. Kau tidak perlu khawatir Naruto, untuk alasan kau pergi, biar aku yang bilang pada Ibu."

Y/N kelabakan saat Naruto menghambur memeluknya erat seraya berulang kali mengucapkan terimakasih onee-san. Tidak ia pedulikan kepalanya yang terantuk dinding karena keantusiasan Naruto. Peristiwa ini mengingatkannya pada Naruto kecil saat ia mengiyakan segala permintaannya bahkan di saat orang tua mereka tidak mengijinkan.

Ia hanya tersenyum kecil. Pembuat onar atau tidak, lambat atau tidak, disangka bodoh atau tidak, terlepas dari bagaimana publik melihat Naruto, bagi Y/N Naruto tetaplah adik kecilnya.

***

Saat Naruto pulang, ia mendapati kakaknya sedang membaca buku di sofa ruang televisi. Adrenalin akibat apa yang terjadi beberapa waktu lalu masih mengalir dalam tubuhnya hingga ia tidak ragu menerjang Y/N yang masih serius dengan untaian kata yang tertulis. Masa bodoh dengan keberadaan Ibu dan Ayahnya, ia terlalu senang untuk memendam berita ini sendirian.

"Oneesan!"

Y/N meringis pelan lalu memukul punggung Naruto dengan buku yang ia genggam. "Apa-apaan kau, mengagetiku seperti itu!?"

Naruto hanya memamerkan cengirannya saat Y/N terus mengomel. Untuk saat ini, Naruto tidak takut dengan omelan Y/N. Perasaan bahagia yang membuncah dalam benaknya mengalahkan rasa takut yang biasanya timbul saat kakaknya marah. Lagipula, dari nada bicaranya Naruto tahu bahwa Y/N tidak benar-benar marah padanya.

"Jadi? Apa yang terjadi sampai kau langsung meloncat ke arahku tanpa memberi salam?" Y/N menaruh bukunya di meja sebelah sofa, memberikan seluruh perhatiannya pada Naruto yang terlihat sudah sangat tidak sabar untuk berceloteh.

"Pertama-tama, nee-san, aku diterima!!" cengiran Naruto menular saat ia memberitahu Y/N kabar gembira ini. Ketika ia ingin berkomentar, Naruto mengangkat sebelah tangan.

"Jangan disela dulu," Naruto berdehem pelan. "Lalu aku ingin berterima kasih padamu, nee-san. Kalau bukan karenamu, Neji pasti akan mengganggu kencan kami dan aku tidak akan bisa mengatakan perasaanku dengan baik pada Hinata. Jadi, terima kasih nee-san!"

"Traktir barbekyu, kau bisa berterima kasih dengan cara itu," balas Y/N. Ia terkekeh pelan mendengar Naruto merengek tentang keadaan dompetnya yang miris.

Ya, Naruto memang takut dengan kejahilan kakak perempuannya, terutama jika menyangkut asmara. Tapi bagaimanapun juga, Naruto yakin kalau ia kesusahan dan gelisah, kakaknya pasti akan membantunya, walaupun akan meminta traktiran.

"Oh iya, ada yang ingin kutanyakan padamu. Bagaimana caramu membujuk Neji? Setahuku ia tidak mudah dibujuk dan keras kepala. Apa kau menggunakan sihir atau semacamnya?"

Melihat kerlingan di mata Y/N, Naruto mulai sedikit khawatir. "Iya, aku menggunakan sihir cinta. Memangnya aku belum memberitahumu kalau Neji adalah kekasihku?"

Haloooo.... selamat datang kembali di book yang kayaknya udah berdebu. Aku tahu beberapa dari kalian nungguin banget kelanjutan dari oneshots ini and I'm really sorry karena gak bisa update sesering yang aku mau.

BIG THANKS BUAT KALIAN YANG MASIH NUNGGUIN DAN MASIH BACA FANFIC INI!! Aku berterima kasih banget sama kalian karena masih setia baca cerita abal-abal ini. Semoga kalian suka yaaa. 

Terima kasih juga untuk support dan komennya, aku seneng banget baca komen dari kalian, ada yang lucu, rada nyeleneh sama yang ngasih saran juga ada. Semoga aja dengan imbauan dirumah aja aku jadi makin produktif buat bikin cerita.

Diingatkan lagi ya guys dengan mudahnya penyebaran virus corona ini, kalian harus ekstra hati-hati. Sering-sering cuci tangan, pakai masker juga kalau lagi diluar, hindarin nyentuh barang-barang asing yang gak terlalu penting untuk kalian sentuh, kalau emang gak mendesak banget mending jangan keluar dan sehabis keluar ada baiknya kalau kalian langsung mandi atau bebersih.

STAY SAFE GUYS!!


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top