Borusara *Modern*

Sarada mendecih pelan, merasa harinya sudah cukup buruk padahal matahari masih belum berada di atas kepala. Ia datang terlambat karena terlalu senang menghabiskan waktu dengan ayahnya yang baru saja pulang sampai lupa kalau ia sudah melewatkan bis sekolahnya. Wajar saja, ayahnya bisa pergi selama bertahun-tahun sebelum ia bisa melihat sosok ayahnya itu. Karena ia datang terlambat, Konohamaru-sensei menghukumnya dengan cara membersihkan halaman sekolah yang sudah penuh daun mengingat sudah memasuki musim gugur.

Seperti dewi fortuna sedang mengutuknya, ia terjebak di dalam gudang tempat alat kebersihan yang lumayan sempit bersama dengan Boruto yang juga datang terlambat. Bukannya ia tidak suka dengan Boruto, hanya saja ia merasa sulit untuk mengontrol debaran jantungnya dan merasa gugup saat berada di dekat pemuda pirang itu.

Sarada menyunggingkan senyum tipis saat melihat Boruto berusaha membuka pintu, tapi tetap tidak bisa, pintunya sama sekali tidak mengeluarkan bunyi tanda terbuka. Sebelah alisnya terangkat saat Boruto mengetuk pintu dua kali dengan pelan, lalu menempelkan telinganya di pintu, seperti mencoba mendengarkan sesuatu.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Sarada.

Boruto berbalik cepat, tangannya terangkat untuk menggaruk lehernya yang ia yakin tidak gatal sama sekali. "A-aku hanya ingin mendengar, apa ada seseorang yang lewat sini, mungkin mereka bisa membantu kita keluar dari gudang ini."

"Benarkah?" tanya Sarada memastikan.

"Benar kok. Kalau kau tidak percaya kau boleh periksa sendiri pintunya," balas Boruto dengan nada defensif.

Sarada menggelengkan kepalanya pelan. Ia memilih untuk mempercayai ucapan teman sekelasnya itu. Matanya memperhatikan sekeliling. Gudang yang tidak terlalu gelap karena cahaya masih bisa masuk dari ventilasi yang sangat kecil, tapi lampu di gudang sudah redup. Bau alat pembersih menguar bebas memenuhi indra penciumannya. Tempatnya hanya cukup untuk beberapa orang di dalam, membuat Sarada harus menggeser sedikit posisi duduknya agar Boruto juga mendapatkan tempat.

"Boleh aku bertanya sesuatu padamu?" tanya Boruto.

"Kau sudah bertanya Boruto, tapi tidak apa. Kau mau bertanya apa?" Sarada melepaskan kacamatanya, lalu membersihkan kacamatanya dengan bagian bawah bajunya.

Boruto menggumamkan serentetan kata-kata yang tidak bisa didengar oleh Sarada.

"Apa? Aku tidak bisa mendengarmu, Boruto."

"Aku bertanya apa kau menyukai seseorang? Sepertinya aku tidak akan bisa membayangkan kalau kau menyukai seseorang. Kira-kira seperti apa orang itu, ya?" Boruto mengacak rambutnya yang sudah terlihat berantakan, sementara Sarada hanya melirik sekilas, lalu menghela nafas perlahan.

"Aku tidak tahu apa yang kau maksud dengan menyukai seseorang, Boruto. Kalau yang kau maksud adalah teman, maka aku menyukaimu, Chouchou, Mitsuki juga yang lainnya," sahut Sarada. Katakan saja ia pembohong, tapi ia benar-benar tidak tahu apa yang Boruto maksud. Sarada yakin melihat semburat kemerahan di wajah Boruto saat ia menyebut kata 'aku menyukaimu'.

Yang ia tahu adalah cinta. Kata yang selalu di ucapkan orangtuanya tanpa suara atau saat melihat Paman Naruto dan Bibi Hinata. Kalau hanya sekedar suka, berarti hanya secara umum, kan? bukan rasa spesifik yang hanya dirasakan pada satu orang.

"Dan kau adalah murid terpintar di angkatan kita," gumam Boruto setengah menyindir. "Maksudku adalah perasaan suka yang hanya kau rasakan pada lawan jenismu. Yang kau rasakan hanya pada satu orang, Sarada."

Sarada mengangkat bahunya acuh tak acuh. "Mungkin. Bagaimana denganmu, Boruto? Aku yakin gadis yang kau sukai pasti memiliki kesabaran yang luar biasa mengingat julukanmu, si pembuat onar."

"Apa maksudmu!?" tanya Boruto setengah berteriak. "Tapi, ia memang gadis yang sabar cenderung cuek, sih."

"Jadi kau memang sedang menyukai seseorang?"

"M-mungkin," balas Boruto, mengikuti jawaban Sarada.

Tiba-tiba Sarada mendekatkan wajahnya ke arah Boruto, matanya menatap lurus mata biru Boruto yang memancarkan sirat terkejut. Tidak nyaman di tatap intens oleh Sarada dari jarak sedekat ini, Boruto memundurkan kepalanya, membuat Sarada semakin memajukan kepalanya. Kalau saja Sarada tidak memperhatikan sesuatu, ia pasti akan tertawa melihat wajah memerah Boruto yang menurutnya agak lucu.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Boruto sangsi.

Sarada menyunggingkan senyumnya, mengingatkan Boruto pada Paman Sasuke yang sudut bibirnya sedang tertarik. "Matamu lebih biru daripada mata Paman Naruto."

"Terserah padamu saja," kata Boruto. "Omong-omong, ada yang harus kukatakan padamu."

"Apa?"

"Sejak dulu aku selalu m-" baru saja Boruto ingin menyelesaikan ucapannya dengan wajah memerah selama beberapa saat. Tiba-tiba saja pintu gudang terbuka. Alih-alih sosok petugas kebersihan, sosok chubby Chouchou yang sedang memegang bungkus keripiklah yang terlihat.

"Kalian mau?" tawar Chouchou dengan wajah polosnya.

"Bagaimana bisa kau membuka pintunya, Chouchou?" tanya Sarada. Ia bangkit dan menghampiri Chouchou yang wajahnya sama sekali tidak berubah.

"Hanya tinggal membukanya, pintu ini sama sekali tidak terkunci."

Sarada melemparkan tatapan tajam pada sosok pirang di belakangnya. Boruto bersumpah kalau ia merasakan aura yang sama seperti saat ayahnya menceritakan tentang kekuatan monster Bibi Sakura.

Untuk embunnadha25

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top