Borusara *Modern*

Sarada tersenyum saat melihat Himawari, senyumannya masih bertahan saat melihat Boruto di belakang Himawari. Tentu saja kalau ada Himawari pasti ada Boruto, Bibi Hinata tidak akan membiarkan Himawari pergi tanpa pengawasan. Gadis kecil itu tersenyum sambil melambaikan tangannya, lalu menghampiri Sarada sambil setengah berlari.

"Selamat sore Sarada-neechan," sapa Himawari.

"Yo, Sarada."

"Selamat sore, Himawari," balas Sarada. Ia mengangguk ke arah Boruto sebagai balasan untuk salamnya. "Kau mau pergi kemana sekarang?"

"Padang bunga matahari, boleh kan?" Himawari menatap Sarada dan Boruto bergantian.

"Kalau Sarada mau, aku ikut saja," kata Boruto, ia mengangkat bahunya, tidak terlalu peduli kemana adiknya ingin pergi toh ia harus selalu bersamanya atau ibunya akan marah.

Sarada mengangguk setuju, lalu menuntun Himawari ke arah padang bunga matahari tempat biasa mereka bermain. Sebenarnya Bibi Hinata dan mamanya lah yang menyuruh Boruto dan dirinya untuk menemani Himawari di luar karena mereka akan mempersiapkan sebuah pesta perayaan untuk papanya dan Paman Naruto. Ia tidak tahu pasti apa tujuan dari pesta itu, yang ia tahu hanyalah mamanya dan Bibi Hinata sangat bersemangat merencanakan pesta itu.

Himawari langsung berlari ke tengah-tengah padang bunga, meninggalkan Sarada dan Boruto yang duduk di bawah pohon sambil tetap mengawasi gadis kecil berambut sama dengan ibunya. Sejak tadi Sarada menyadari ada sesuatu yang aneh dengan Boruto, laki-laki pirang itu terus saja meliriknya dan mengatupkan mulutnya rapat-rapat, sementara sifat itu tidak seharusnya ada dalam diri Boruto.

"Kau tahu kenapa ibu kita menyiapkan pesta?" tanya Sarada membuka pembicaraan.

"Entahlah, tapi aku pernah mendengar ibu dan Bibi Sakura berbicara tentang kepulangan ayah kita dari dinas di luar negeri," jawab Boruto. Ia masih memfokuskan dirinya dengan Himawari yang mulai sibuk mengumpulkan bunga matahari.

Sarada menyeringai tipis. "Jadi kau menguping pembicaraan ibu-ibu?"

Boruto menatap Sarada dengan mata terbelalak, wajahnya sedikit memerah entah karena panas atau karena malu, beberapa kali ia membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tapi tidak ada yang keluar. Sarada terkekeh, lalu balik menatap sosok yang berada di sampingnya dengan tatapan jenaka.

"Aku tidak menyangka kalau kau akan menguping pembicaraan ibu kita hanya untuk tahu kapan ayahmu akan pulang. Siapa sangka walaupun kau selalu mengeluh tentang ayahmu, ternyata kau hanya rindu padanya," timpal Sarada.

"Tidak kok. Aku tidak pernah menguping pembicaraan siapapun dan aku tidak rindu pada ayahku," bantah Boruto. Ia memalingkan wajahnya dari Sarada yang terus menatapnya dalam diam. "Setidaknya, tidak serindu yang kau bayangkan."

"Benarkah?"

Boruto mendecih. "Bagaimana dengan kau sendiri? Kudengar dari Bibi Sakura kalau kau sering membicarakanku?"

Senyum penuh kemenangan terlihat di wajah Boruto saat Sarada memalingkan wajahnya yang memerah. Kini giliran Sarada yang mendecih, ia kembali menatap Boruto saat dipikir wajahnya sudah tidak menghangat lagi, matanya menatap tajam Boruto yang terlihat menunggu penjelasan darinya.

"Aku bicara tentang kenakalanmu di sekolah pada mama. Seluruh Konoha pun tahu kalau Boruto Uzumaki adalah pembuat onar nomor satu. Aku bingung apa yang diinginkan Bibi Hinata saat kau ada di perutnya? Padahal Bibi Hinata adalah wanita yang lembut dan baik hati, tidak seperti anak lelakinya," balas Sarada.

Boruto bangkit dengan kesal. "Daripada kau, gadis menyebalkan yang menatap semua orang dengan tatapan dingin dan suka menyendiri. Kalau dilihat sangat berbeda dengan Bibi Sakura yang hangat dan murah senyum, tidak seperti dirimu!" balas Boruto tidak mau kalah.

Himawari menatap kakaknya dan Sarada saat suara keduanya terdengar, lalu kembali sibuk mengumpulkan bunga matahari untuk dijadikan mahkota, ia sudah terbiasa mendengar keduanya bertengkar. Sarada melipat tangannya di depan dada, tidak membalas ucapan Boruto karena memang ucapannya itu setengah benar. Boruto kembali duduk di sebelah Sarada saat ia sudah tenang.

"Kau melakukan semua itu agar Paman Naruto mau memperhatikanmu, kan?" tebak Sarada.

Boruto menyandarkan kepalanya ke batang pohon. "Tidak juga. Memang ayahku jarang berada di rumah, tapi bukan hanya perhatiannya saja yang yang kuinginkan, tapi juga perhatian dari seorang gadis."

"Benarkah? Kau menyukai seseorang?" sebelah alis Sarada terangkat heran. Rasanya sulit di percaya Boruto memiliki seseorang yang ia suka."

"Kata ibuku sih seperti itu."

"Memangnya siapa gadis yang kau suka?"

"Hm..." Boruto menggumam pelan, wajahnya memerah untuk kedua kalinya hari ini. "Aku menyukaim-"

"Oniichan! Sarada-neechan! Lihat apa yang kubuat," Himawari tiba-tiba datang, memaksa Boruto untuk menghentikan kalimat yang ingin ia ucapkan dan melihat hasil karya adik perempuannya.

"Cantik sekali, Himawari, aku menyukainya," ucap Sarada melihat mahkota bunga matahari yang dipamerkan Himawari. Mahkota bunga itu benar-benar indah sama seperti yang membuatnya.

"Kalau begitu biar aku memakai mahkota di kepala Sarada-neechan," seru Himawari. Sarada tersenyum, lalu menundukkan kepalanya sedikit. "Aku juga membuat satu untuk oniichan, di pakai ya?" Boruto menghela nafas panjang, lalu ikut menundukkan kepalanya.

"Dengan ini aku resmikan kalian menjadi Raja dan Ratu dari negeri bunga," kata Himawari sambil bertepuk tangan tanpa menyadari arti dari ucapannya. Gadis kecil itu juga gagal menyadari kalau kedua orang di depannya sudah berwajah kemerahan
***
Pesta yang direncanakan oleh Bibi Hinata dan mamanya berjalan dengan lancar, bahkan papanya bisa tersenyum kecil saat mendapat kejutan ini. Tadi sore, setelah Himawari membuatnya menjadi 'Ratu dari negeri bunga' ia mengusulkan untuk kembali dan membantu persiapan terakhir. Himawari melarangnya dan Boruto untuk melepaskan mahkota yang ia buat, jadilah mereka harus menanggung malu menjadi bahan ledekan teman-temannya.

"Ibu, ibu, kau harus tahu apa yang sudah kulakukan bersama Oniichan dan Sarada-neechan hari ini," seru Himawari. Bibi Hinata berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan Himawari.

"Memangnya apa yang kalian lakukan?" tanya Bibi Hinata lembut. Himawari sempat melirik kakaknya yang menatapnya dengan penuh peringatan agar tidak bercerita apapun, tapi diacuhkan oleh adiknya.

"Aku membuat Oniichan dan Sarada-neechan menjadi Raja dan Ratu dari negeri bunga. Mereka akan memerintah negeru bunga bersama, hebat kan bu?" balas Himawari.

Banyak reaksi yang ia lihat. Bibi Hinata menutup mulutnya dengan mata melebar dan wajah sedikit memerah, Paman Naruto menatapnya dan Boruto bergantian, mamanya tersenyum penuh arti ke arahnya, sementara papanya terdiam membeku, gelas yang ia pegang terhenti di tengah jalan sebelum sempat di teguk.

"Ah, aku tahu kalau suatu saat hal ini pasti akan terjadi," kata mamanya, ia merangkul bahu Bibi Hinata dengan penuh senyum.

"Sakura-chan itu belum pasti," sahut Bibi Hinata, tangannya menepuk bahu mamanya dengan lembut.

Paman Naruto merangkul bahu papanya dengan cengiran lebar. "Teme, kita akan menjadi keluarga besar yang bahagia nanti."

Papanya menghela nafas panjang, berusaha melepaskan rangkulan sahabat karibnya. "Kami-sama... aku tidak perlu warna pirang dari Uzumaki untuk menghiasi silsilah keluarga Uchiha."

Kedua orangtua mereka saling bersahutan tanpa menyadari tatapan bingung Himawari, wajah memerah Boruto dan dengusan kecil dari Sarada. Hm... rasanya silsilah keluarga Uchiha dan Uzumaki akan bersatu eh?

Untuk Hiru_chan

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top