Akasuna no Sasori *Modern*

Akasuna no Sasori. Pria berwajah imut dengan tatapan tajam. Ia dikenal karena rambut merahnya, juga karena sifatnya yang dingin dan ketus. Namanya kerap kali terpampang ketika ada pameran atau pertunjukkan karena kemampuannya dalam bidang seni sudah tidak diragukan lagi. Dengan begitu banyak prestasi, sudah menjadi rahasia umum jika Sasori juga terkenal dengan segudang sifat buruknya. Terutama anti sosial. Sehingga ketika teman-temannya tahu bahwa ia tengah menjalin hubungan dengan seorang gadis, mereka ternganga.

Iya, gerombolan yang melabeli dirinya sebagai Akatsuki itu ternganga saat pertama kali mendengar kabar ini.

Sudah hampir tiga tahun kejadian itu berlalu, tapi Sasori masih geli ketika mengingatnya. Namun, beriringan dengan kejadian itu ada peristiwa lain yang jauh lebih penting. Hari dimana gadis itu mengumpulkan seluruh keberanian yang ia punya untuk menyatakan perasaannya. Hari di mana ia memutuskan untuk berkomitmen hanya pada satu gadis.

Sasori bertekad untuk menjadikan hari ini sebagai salah satu hari terpenting dalam hidupnya. Di hari jadi mereka yang ketiga, Sasori akan meminta Y/N untuk mendampinginya seumur hidup.

"Kau yakin tidak masalah jika kita berjalan-jalan dulu?" tanya Y/N padanya.

Sasori mengangguk kecil. "Tentu tidak."

Dahi Y/N mengerut, memikirkan sesuatu. "Tapi bukannya kau berkata padaku bahwa ada beberapa pekerjaanmu yang belum selesai? Aku tidak keberatan menemanimu di studio semalaman Sasori."

Sasori menghela napas. Gadis itu sering mengutamakan orang lain hingga lupa bahwa ia juga boleh bersikap egois atas Sasori. Sebagai pria, Sasori tidak pernah keberatan untuk mengabulkan keinginan Y/N, tetapi gadis itu terlalu sungkan untuk mengungkapkan apa yang ada di kepalanya.

"Aku tidak ingin membicarakan tentang pekerjaan malam ini, Y/N," Sasori mendekatkan wajahnya padaY/N. Ia mengulas seringai tipis lalu berkata. "Malam ini hanya tentang kita. Tidak ada yang lain."

Sasori mendengus geli ketika wajah gadisnya merona. Dalam pandangan subjektifnya, ia tampak begitu manis. Sudut hati Sasori bersyukur tiga tahun lalu ia mempercayai instingnya yang berkata bahwa gadis ini adalah satu-satunya.

"Sasori-senpai, maaf mengganggu tapi aku harus mengatakannya padamu."

Sasori berdiri di hadapan gadis yang begitu familiar namun asing baginya. Ia pernah beberapa kali melihat gadis ini di perpustakaan dan studio. Ia bahkan pernah memergoki gadis ini makan bersama dengan Kisame dan Itachi. Hanya saja, ia tidak pernah tahu nama gadis ini.

"Katakan saja apa maumu."

"Aku menyukaimu senpai," gumam gadis itu. Sebelah alis Sasori terangkat bingung. "Aku tahu kau tidak akan menghabiskan waktumu dengan orang yang tidak kaukenal, tapi aku perlu mengungkapkannya agar aku bisa melepas perasaanku untukmu."

"Apa kaubilang?" tanya Sasori. Ini memang bukan pertama kalinya ia mendapat pernyataan cinta, namun mendengar kalimat seperti itu adalah hal baru baginya.

"Aku tahu senpai juga tidak akan pernah menyukai gadis sepertiku," Y/N mengangkat kepala, beradu tatap dengan Sasori. "Karena itu, aku sudah siap dengan penolakanmu."

Sasori tidak mengenal gadis ini. Ia juga tidak yakin apakah ketertarikannya pada gadis ini dapat disebut sebagai rasa suka atau hanya penasaran semata. Namun, saat gadis ini datang padanya, mengungkapkan perasaannya hanya untuk mendengar penolakannya, Sasori mendapati dirinya ... tidak suka dengan gagasan itu. Sesuatu dalam netra kecokelatan itu menarik perhatiannya seolah membujuknya untuk mendekat.

"Oi, siapa namamu?"

"A-ah, namaku Y/N," gadis itu membungkuk sopan. "Maaf karena tidak mengenalkan diri lebih dulu."

Sasori mendecih. "Kapan kelasmu hari ini selesai?"

Ia mengulum senyum ketika Y/N mengangkat wajah, bingung dengan pertanyaan yang terlontar. "Jam empat sore, senpai."

"Aku akan menunggumu di gerbang kampus tepat jam 4 lewat sepuluh menit," gumam Sasori.. "Hal pertama yang harus kau tahu dariku adalah aku benci menunggu. Jadi, jangan terlambat."

"E-eh? Untuk apa?" mata Y/N melebar penuh antisipasi. Tampak jelas gadis itu tidak ingin berspekulasi macam-macam saat Sasori belum mengkonfirmasi apapun.

"Kencan tentu saja," seringai Sasori. "Bukankah wajar kalau aku ingin mengenal lebih jauh gadis yang menjadi kekasihku?"

Sasori mengusak lembut kepala Y/N kemudian melangkah menjauh. Setelah beberapa langkah meninggalkan tempatnya barulah terdengar pekikan tertahan dan seruan 'Yes' dari balik dinding. Ia mendengus kecil membayangkan bagaimana rupa gadis itu saat ini.

Sasori harus mengakui, gadis yang kini telah menjadi kekasihnya sangatlah menggemaskan. Dengan matanya yang bulat dan berbinar juga wajahnya yang manis, gadis ini mirip seperti kelinci. Seperti kelinci di rumah baru, pikirnya. Biarlah. Biar sekali ini saja ia bertaruh mempercayai instingnya, toh jika gadis itu terbukti merepotkan ia bisa segera memutuskan hubungan mereka.

Hanya saja saat itu ia tidak mengira bahwa dirinya akan jatuh terlalu dalam.

Iya, Sasori tidak menyangka bahwa ia akan terjerat oleh pesona Y/N dengan begitu mudah. Bagaimana tidak? Gadis itu mengerti dengan fakta bahwa terkadang ia hanya ingin sendirian tanpa diganggu orang lain. Y/N mengerti, tidak jarang pekerjaannya jauh lebih penting. Gadisnya mengerti bahwa Sasori bukanlah pria dengan banyak kata, tetapi memilih untuk menunjukkan kasih sayangnya dengan tindakan.

"Sasori?" ia hanya berdehem pelan sebagai isyarat untuk melanjutkan ucapan. "Bagaimana tipe gadis impianmu?"

Bibir Sasori mengerucut dengan dahi mengernyit. "Kenapa bertanya seperti itu?"

"Hanya penasaran," Y/N mengangkat bahunya acuh tak acuh. "Hubungan ini dimulai karena aku yang lebih dulu berkata aku suka padamu. Mungkin saja kan kalau ternyata aku bukanlah tipe gadis yang kauinginkan."

Sasori menghela napas jengah sambil menelisik sosok gadisnya. Ia menyampirkan mantelnya di bahu Y/N saat gadis itu menggosok lengannya sebagai upaya melawan angin musim dingin. Y/N mengaduh ketika Sasori menyentil keningnya.

"Kita sedang kencan di hari jadi yang ketiga dan kau masih bertanya bagaimana tipe gadis impianku?" Sasori berdecak ketika Y/N mengangguk kecil. "Dasar Gadis Kecil."

Sasori tersenyum samar. Ia menarik tangan Y/N, membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Sebelah tangannya berada di belakang kepala Y/N, menuntun gadis itu untuk bersandar di dadanya, sedangkan sebelah tangannya yang mengisi celah jemari Y/N. Sesuatu yang belum pernah ia lakukan pada gadis manapun dan setelah malam ini, ia tidak akan memeluk gadis lain selain Y/N.

"Aku tidak punya tipe gadis impian," bisik Sasori. Napas hangatnya menyapu telinga Y/N. "Tapi setelah tiga tahun belakangan aku tahu sesuatu."

Y/N mendongak, membiarkan hidungnya menggesek pelan ujung hidung Sasori. "Tahu apa?"

"Bahwa tipeku adalah seseorang yang kupanggil Gadis Kecil. Gadis menggemaskan dengan senyum manis, manja dan sangat perhatian padaku," sudut bibir Sasori tertarik semakin dalam saat Y/N mengalihkan wajahnya tersipu. "Gadis berani dan pengertian. Gadis yang tulus tapi sangat keras kepala. Kau adalah gadis impianku, Y/N."

"Sasori ..."

Ibu jarinya mengelus lembut pipi Y/N. Gadis itu terpaku, kehabisan kata-kata setelah mendengar ucapan Sasori. Namun Sasori mengambil kesempatan ini untuk merogoh saku lalu menyematkan cincin perak di jari manis Y/N.

"Jadi, Gadis Impianku, apakah kau bersedia membiarkanku tinggal di sisimu untuk selamanya?"

Finally coming back guys!!!

Jadi gimana ... boleh gak tuh Sasori sama kamu selamanya? 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top