Akasuna no Sasori *Modern*
Sasori mengeratkan pelukannya pada bahu Y/N saat gadis itu merubah posisi. Sudut matanya menangkap gadis itu tengah mencoret sesuatu di atas kertas yang kemungkinan besar adalah tugas yang harus diserahkan dalam waktu dekat. Kedua kaki Y/N menekuk dan menjadikan paha dan lututnya sebagai tumpuan buku, sedangkan kepalanya dibaringkan di bahu Sasori.
"Mengerjakan tugasmu?" tanya Sasori seraya melirik kertas yang sudah berisi gambar.
Dengan posisi Y/N yang bersandar menyamping pada tubuhnya, sementara Sasori menyandarkan punggung di sofa, hanya perlu mendongak supaya mereka mampu beradu tatap.
"Iya," angguk Y/N. "Aku sudah terlalu lama menundanya, besok harus diserahkan."
Sasori tidak membalas. Ia kembali sibuk melihat rentetan foto yang terpajang di beranda salah satu media sosialnya. Sebelah tangannya yang mampu meraih kepala Y/N, bergerak tanpa sadar memainkan dan mengusap rambut gadis itu. Terbius oleh aroma tubuh Y/N, Sasori menyandarkan sisi kepalanya pada rambut gadisnya. Untuk sementara ini, ia merasa tidak ada yang bisa mengganggu ketenangannya.
Ia dan Y/N sering kali menghabiskan waktu di markas Akatsuki. Tidak hanya mereka, anggota yang lain juga sering berkunjung dan meluangkan waktu di tempat ini. Ada yang menggunakan markas sebagai tempat melepas lelah seperti Sasori dan Y/N atau Itachi, ada juga yang mampir hanya untuk mengobrol sambil makan. Beberapa malah menganggap markas sebagai rumah kedua mereka saat jenuh. Sasori dan Y/N biasa datang setelah jadwal kuliah mereka selesai dan Sasori bisa merasa tenang karena makhluk-makhluk berisik yang juga menjadi anggota Akatsuki belum datang.
Samar tapi pasti, Sasori mendengar Y/N meringis lalu kembali mengubah posisi duduknya. Sebelah alisnya terangkat saat Y/N mengusap-usap lengan atasnya lalu memejamkan mata seakan tengah menahan sakit.
"Ada apa dengan lenganmu?"
"Hah?" Y/N terkejut, tidak sadar selama beberapa menit terakhir tatapan Sasori berfokus padanya. "Tidak. Lenganku tidak apa-apa."
Melihat bagaimana ekspresi Y/N, tentu saja Sasori tidak langsung percaya. Namun, sebelum ia mampu menanyakan lebih lanjut, suara Deidara dan Tobi sudah menggema ke seluruh penjuru ruangan. Di sisi lain ruangan, ia mendengar Itachi dan Kakuzu menghela napas jengah.
"Ah ... Sasori-danna apa kabarmu?" sapa Deidara sesaat setelah ia melihat Sasori. "Ada Y/N juga rupanya."
"Kabarku akan jauh lebih baik jika tidak bertemu denganmu, bocah," cetus Sasori tanpa melihat ke arah Deidara. Sementara Y/N hanya mengangkat sebelah tangannya sebagai sapaan dalam hati bersyukur karena bisa menghindar dari pertanyaan Sasori.
"Aahhh ... ada Y/N-senpai," seru Tobi seraya mengibaskan kedua tangannya penuh semangat. "Bagaimana kabarmu Y/N-senpai? Apa kau baik-baik saja? Oh oh, apa luka tempo hari sudah sembuh? Lain kali aku akan menolongmu dari mereka senpai!"
Sasori menoleh pada Tobi yang masih terus mengoceh, mengabaikan gestur Y/N yang menyuruhnya untuk berhenti dan Deidara yang berusaha untuk membungkamnya. Mata Sasori memicing tajam. Luka? Y/N terluka dan ia tidak tahu? Tatapannya langsung beralih pada Y/N yang menundukkan kepala, mengelak dari pandangan tajam kekasihnya.
"Kau terluka? Kapan?" tanya Sasori tidak sabar. Ia meraih tangan Y/N, menggenggamnya erat seraya berusaha untuk tidak menekan Y/N. "Dan siapa yang berani menyakitimu, Y/N?"
Y/N menggigit bibir gugup. "Bukan siapa-siapa Sasori. Tidak ada yang menyakitiku."
Usaha Deidara gagal, karena walaupun berusaha membungkam mulut besar Tobi, topeng yang ia pakai menghalangi tangan Deidara untuk benar-benar menutup mulutnya. Mendengar jawaban Y/N, Tobi kembali berbicara.
"Lho? Memangnya senpai sudah lupa? Itu lho ... yang waktu itu senpai diajak ketemu sama penggemarnya Sasori-senpai lalu senpai didorong oleh mereka. Masa senpai lupa sih? Kan senpai sendiri yang menyuruh untuk merahasiakannya dan tidak bilang apa-apa pada Sasori-senpai," oceh Tobi tanpa menyadari tiga pasang mata menatapnya tajam. "Ish ... apa diumur yang masih muda ini senpai sudah mengalami pikun?"
"Astaga, Tobi. Tutup mulutmu sebelum aku membunuhmu, memutilasi mayatmu dan melempar potongan tubuhmu ke laut," suara Y/N berubah datar dan dingin, namun tidak mengurangi intensitas kekejamannya.
Beberapa yang berada di dalam markas dan mendengar ocehan Tobi, memajukan tubuh seperti ingin mengetahui kelanjutan ceritanya. Deidara mengusap wajahnya, menyerah dengan sifat Tobi yang naif cenderung bodoh. Sementara Sasori memfokuskan seluruh perhatiannya pada Y/N. Ia memandangi tubuh Y/N dari atas sampai bawah, berusaha mencari luka yang sejak tadi disebut-sebut Tobi.
Seakan sudah menyadari apa yang baru saja ia katakan, Tobi terkekeh pelan seraya menggaruk belakang kepalanya. "Hehe ... maafkan Tobi ya Y/N-senpai? Tobi tidak sengaja."
Jika tatapan mampu membunuh seseorang, Tobi pasti sudah mati dengan cara mengenaskan hanya dengan sebuah tatapan tajam dari Y/N. Berhadapan dengan sirat mata Y/N yang terkesan sangat membencinya saat ini, Tobi mengangkat tangan tanda menyerah lalu beringsut menjauh sambil cengengesan. Tidak lama, Deidara turut pergi dengan mengucapkan 'semoga beruntung' tanpa suara.
"Jadi, apa yang sebenarnya terjadi? Apa kau benar-benar ingin merahasiakannya dariku?" Sasori menangkup wajah Y/N dengan telapak tangannya, ingin agar mereka beradu tatap hingga ia tahu jika Y/N berbohong. Ada sedikit rasa sesak mengetahui gadisnya terluka sedangkan ia tidak tahu-menahu.
"Aku baik-baik saja Sasori. Aku bisa menghadapi penggemarmu sendirian," tukas Y/N seraya mengulas senyum. "Kau tidak perlu turun tangan untuk menghadapi masalah sepele seperti ini."
Sasori bungkam. Ia menyingkirkan tangan Y/N yang berada di lengan atasnya. Perlahan, Sasori menurunkan lengan sweater Y/N, cukup untuk melihat bahu gadisnya membiru. Rahangnya mengeras. Amarah mulai menguasainya walau ekspresi wajah berkata sebaliknya.
"Kalau hanya didorong, tidak mungkin memar sampai seperti ini kan?" jemari Sasori mengusap bagian bahu Y/N yang membiru. "Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi Y/N? Dan jangan coba-coba untuk membohongiku."
Y/N menghela napas panjang. Ia memainkan ujung sweaternya gugup berada di bawah tatapan penuh interogasi Sasori. Kalau sudah seperti ini, Sasori yakin Y/N tidak akan berani untuk berkelit atau menghindari pertanyaannya.
"Beberapa hari yang lalu, sebelum bertemu denganmu, tiga atau empat gadis yang mengaku penggemarmu ingin berbicara padaku. Karena sudah terbiasa mendapat perlakuan seperti ini dari penggemarmu dan sebagian besar dari mereka hanya besar mulut, maka kuiyakan keinginan mereka," cerita Y/N. Ia membalas genggaman erat Sasori. "Yang aku tidak tahu adalah mereka memang sudah berniat menyakitiku dari awal. Tentu saja aku melawan mereka, aku bukan gadis lemah," Sasori menyeringai tipis mendengar hal ini. "Mereka memanggilku penipu karena beranggapan aku hanya mengaku sebagai kekasihmu. Mereka bilang, mereka tidak pernah mendengarmu memiliki kekasih. Yah ... aku berdebat dengan mereka sebentar, lalu kehilangan fokusku dan terjadilah luka ini."
"Lalu, kenapa harus merahasiakannya dariku, hm?" Sasori membelai pipi Y/N dengan ibu jarinya, menempelkan dahinya pada dahi Y/N.
"Sudah kubilang, aku tidak ingin mengganggumu hanya karena masalah sepele," balas Y/N. "Aku masih bisa menangani mereka."
"Dasar keras kepala," gumam Sasori jengah sedangkan Y/N memamerkan senyumnya. "Berjanjilah padaku, kalau mereka memanggilmu lagi kau akan memberitahuku. Aku benci melihatmu terluka seperti ini."
Y/N mengulum senyum ketika Sasori mencium bahunya yang memar. "Aku berjanji tidak akan terluka Sasori."
***
Sasori paham betul bagaimana sifat gadisnya. Walau sudah berjanji akan tidak akan terluka, tapi gadis itu tidak berjanji akan melapor padanya jika para gadis yang mengaku sebagai penggemarnya itu kembali menindasnya. Karena itu, ia mengancam Tobi dan Deidara untuk melapor padanya jika memergoki atau bahkan mendengar kabar tentang penindasan Y/N.
Keberuntungan berpihak padanya. Setelah beberapa hari mengawasi Y/N dan orang-orang disekitarnya, Sasori memergoki beberapa gadis menyudutkan Y/N. Ini pertama kalinya Sasori mendengar hujatan dan celaan yang diarahkan pada gadisnya. Sasori tidak pernah merasa begitu murka seperti saat ini. Memang belum ada kekerasan yang terjadi, tapi mengingat memar yang diderita gadisnya sudah pasti Sasori tidak akan membiarkan mereka hidup tentang. Ia tidak bisa bersikap kasar karena lawannya adalah seorang gadis, namun setidaknya Sasori mampu melukai para gadis itu secara mental dan psikologis. Tanpa pikir panjang, Sasori langsung mendekati mereka.
"Maaf membuatmu menunggu Y/N," Sasori menautkan jemarinya dengan jari Y/N lalu menyapukan bibirnya di punggung tangan gadisnya.
Y/N terkejut dengan sikap Sasori yang tidak seperti biasanya, namun ia tetap mengulas senyum seraya melirik ke arah para gadis yang ikut terperangah dengan kehadiran Sasori yang terlalu tiba-tiba. Y/N merasa sedikit puas dengan keterkejutan para gadis yang mengaku sebagai penggemar Sasori.
"Tidak apa-apa. Aku tidak terlalu lama menunggu," sahut Y/N membalas genggaman erat Sasori yang seakan berusaha menenangkannya sekaligus meneruskan permainannya.
Sasori kini mendekatkan wajahnya lalu menggesekkan hidungnya dengan hidung Y/N seakan tidak peduli dengan banyaknya pasang mata yang tengah menyaksikan dirinya mengumbar kasih sayang secara gamblang.
"Benarkah? Kurasa aku cukup lama membuatmu menunggu hingga ada yang menemanimu, kan?" Seakan masih belum cukup, Sasori menempelkan bibirnya di dahi Y/N. Menciumnya lama.
Sudut matanya melihat para gadis itu menganga tidak percaya dengan apa yang mereka saksikan. Ia masih belum puas dengan ekspresi yang mereka tunjukkan. Sasori menangkup wajah Y/N dengan sebelah tangannya yang bebas. Begitu dekatnya wajah mereka hingga napas mereka bersatu. Sebelum bibir Sasori mencapai tujuannya, ia menoleh ke kerumunan gadis di hadapannya.
"Hm ... kalian masih di sini rupanya," ujar Sasori datar tapi tatapannya menajam. Jelas sekali ia jengkel karena para gadis itu tidak kunjung pergi. "Percuma saja berusaha menarik perhatianku dengan bertingkah sok cantik. Dihadapanku, kalian bukan tandingan Y/N. Pergi, aku tidak ingin melihat wajah dan tingkah buruk kalian lagi, dasar bodoh."
Para gadis itu langsung berlari seraya berkata bahwa Sasori adalah pria jahat. Tidak ada yang menyalahkan mereka karena Y/N sendiri meringis mendengar kalimat yang terlontar dari mulut kekasihnya. Namun, Sasori tidak merasa bersalah. Sama sekali. Karena melihat Y/N tertawa karena ucapannya adalah kebahagiaan yang tidak tertandingi.
"Terima kasih Sasori. Terima kasih karena sudah membelaku," kata Y/N tersenyum.
Sasori menyeringai. "Apapun untukmu, Gadisku."
I'M BACKK!!!
Miss you guys so much! Kangen juga rasanya nulis Naruto One-shots lagi astagaaa! Aku tiba-tiba aja punya keinginan untuk ngelanjutin book ini setelah marathon Naruto lagi, mulai dari yang masih bocah, awal shippuden, momen paling menyedihkan as in Jiraiya dan Itachi mati, bahkan sampe perang. Semoga aja keinginan ini bertahan lama ya...
Gimana nih kabar para readers? Aku berharap kalian semua bahagia.
Oh iya, aku dapet tantangan dari temen sesama penulisku untuk bikin QnA. Nah ... kira-kira aku perlu gak bikin QnA ini? Banyak kah dari kalian yang selama ini memendam pertanyaan tertentu? kalau ada jangan sungkan untuk nanya yaaa..
Enjoy and Happy Reading! Gimana one shot comeback-ku setelah sekian lama ini?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top