Akasuna no Sasori
Hal yang paling menyakitkan untuk Sasori bukanlah saat melihat semua bonekanya hancur atau mendengar pernyataan cintanya di tolak oleh gadis yang ia cintai. Hal yang paling menyakitnya untuk Sasori adalah saat melihat gadis yang ia cintai, yang menjadi kekasihnya, yang menjadi penyemangat hidupnya selama bertahun-tahun terbaring di atas ranjang rumah sakit karena penyakit mematikan yang bersarang di tubuhnya. Penyakit yang selalu di tampilkan di film romantis sedih. Leukimia.
Saat melihat senyum yang selalu Y/N paksakan agar Sasori tidak khawatir, ia malah semakin sedih seakan malaikat sedang mengambil nyawanya dengan perlahan dan menyakitkan. Y/N memang tidak pernah mengeluhkan sakitnya, tapi Sasori mendengar rintihannya saat malam dan mendengarnya menangis bahkan menjerit dalam tidurnya. Ia rela bertukar tempat dengan Y/N agar gadis itu tidak perlu merasakan rasa sakitnya lebih lama lagi.
Terkadang ia tidak datang sendiri, tapi juga membawa si berisik Tobi dan Deidara juga Konan, bahkan Nenek Chiyo juga sering berkunjung. Sering kali ia mengucapkan terima kasih pada Tobi, Deidara, bahkan Pain dan Kakuzu karena dengan kedatangan mereka, ia bisa melihat tawa Y/N yang sudah lama sekali tidak muncul.
Saat yang paling ia benci adalah setelah Y/N menjalani kemoterapinya. Ia harus menahan air mata yang ingin turun saat melihatnya muntah. Ya, Akasuna no Sasori yang terkenal dingin bisa menangis karena melihat gadis yang ia cintai menderita, walaupun takdir tidak berada dalam kuasanya.
"Aku tidak apa-apa Sasori. Jangan menatapku seperti aku akan mati besok," kata Y/N menenangkan sambil memamerkan senyumnya. Ia tahu kalau Y/N hanya bercanda agar ia lebih tenang, tapi ia juga takut karena penyakit sialan ini bisa membuat Y/N pergi dari pelukannya kapanpun kami-sama menghendaki.
"Sasori?"
"Hm?" balas Sasori setengah menggumam. Y/N terkekeh pelan saat melihat raut wajah bingung Sasori saat menoleh ke arahnya.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Y/N. Ia memajukan wajahnya sampai Sasori bisa melihat tulang pipinya yang muncul karena kemoterapi.
"Tidak ada. Kenapa bertanya?" Sasori bertanya balik. Ia bangkit dari kursinya dan membenahi letak selimut Y/N. Ia juga mengambil permen mint yang ada di atas meja di depan Y/N, lalu mengunyahnya perlahan.
"Kau terlihat sedang memikirkan sesuatu," Y/N menyipitkan matanya, memaksa Sasori untuk mengatakan apa yang sedang ia pikirkan. Hasilnya nihil. Sasori tidak akan pernah mengatakan khayalannya pada Y/N sampai ia sembuh. "Aku mau ke taman rumah sakit boleh?"
Sasori menghela nafas mendengar permintaan konyol kekasihnya. Dokter sudah melarangnya untuk bergerak terlalu sering dan gadis itu ingin pergi ke taman rumah sakit. Merasa Sasori akan menolak permintaannya, Y/N langsung memasang wajah memohon mirip anak anjing yang minta diasuh.
Sasori memalingkan wajahnya.
"Kau tidak boleh banyak bergerak, Y/N," tolak Sasori.
"Aku bisa memakai kursi roda dan kau yang mendorongnya," bujuk Y/N. "Kumohon Sasori. Rasanya pengap terus-terusan berada di kamar yang sempit dan membosankan ini. Ssesekali aku juga ingin melihat bunga yang warna-warni dan menyegarkan mata. Kau sendiri juga tidak pernah memperhatikan sekelilingmu lagi kan karena terus-terusan berada di sini?"
Kali ini Sasori menghela nafas mengalah. Ia tidak akan pernah bisa menolak permintaan kekasihnya yang cantik ini. Ia tidak menjawab, tapi menarik kursi roda yang berada di kamar Y/N mendekat. Sasori menggendong Y/N dari tempat tidur ke kursi roda, ia menyadari berat badan Y/N yang semakin ringan setiap harinya. Membuatnya lebih khawatir lagi.
"Ah... terima kasih Saso-chan!!" pekik Y/N senang. Ia memeluk leher Sasori lebih lama dan mencium pipinya.
"Jangan memanggilku seperti itu, Y/N," dengus Sasori.
"Biar saja," Y/N menjulurkan lidahnya ke arah Sasori. "Kau terdengar lebih imut saat aku memanggilmu dengan nama panggilan itu, Saso-chan."
"Panggil aku seperti itu sekali lagi dan aku akan menguncimu dalam kamar selama satu bulan," ancam Sasori penuh penekanan.
Y/N mendengus pelan mendengar ancaman kosong Sasori. Ia tahu kalau Sasori tidak akan bisa menguncinya di dalam kamar rumah sakit kalau ia memohon seperti tadi. "Baiklah, baiklah. Kau sama sekali tidak menyenangkan, Saso-chan."
"Y/N!"
Sasori tersenyum kecil, sayangnya Y/N tidak bisa melihat itu. Senyum Sasori melebar saat ia melihat Y/N memekik girang saat melihat ada kupu-kupu yang berhenti di atas hidungnya selama beberapa detik. Gadis itu juga terus mengoceh tentang bunga yang mulai berguguran dan musim gugur yang terasa lebih dingin dari biasanya. Sasori melepas jasnya saat Y/N berkata seperti itu dan memakaikan jasnya di bahu Y/N.
"Terima kasih, Sasori," kata Y/N. Sasori hanya mengangguk kecil dan mencium puncak kepala Y/N penuh sayang. "Ne, Sasori?"
"Hm?"
"Tetap hidup seperti ini kalau aku mati nanti. Kalau perlu carilah penggantiku dan bahagiakan gadis itu. Kau tidak perlu khawatir karena aku tidak akan cemburu pada gadis itu, kalau perlu aku akan menggentayangi gadis itu kalau ia membuatmu sedih. Lalu, jaga Nenek Chiyo karena beliau sangat menyayangimu. Ah, jangan lupakan Akatsuki yang membuat kita bertemu. Kau harus berterima kasih pada Leader-sama karena sudah mempertemukan kita. Aku tidak ingin makam yang terlalu mewah, cukup yang sederhana dan berada di samping orangtuaku. Selain i-"
"Apa yang kau bicarakan, Y/N!?" potong Sasori kesal. Ia tidak percaya kalau gadisnya sudah membicarakan tentang kematian di saat seperti ini.
"Aku membicarakan tentang apa yang harus kau lakukan setelah aku mati nanti," balas Y/N sambil tersenyum. Senyum terpaksa yang penuh kesedihan.
"Kita tidak akan membicarakan itu, Y/N. Tidak akan pernah. Aku tidak akan membiarkanmu pergi semudah itu, kau tahu?" kata Sasori tegas. Ia mati-matian menahan air matanya.
Y/N terkekeh kecil. "Tentu saja, Saso-chan. Kau tidak akan membiarkanku pergi semudah itu, tapi kau harus mengingat ucapanku barusan karena kita tidak akan membicarakannya lagi."
"Aku tidak akan mengingatnya. Kau bisa berterima kasih pada Pain sendiri."
Y/N menarik tangan Sasori sampai wajah mereka berdekatan. Gadis itu tersenyum, tapi matanya berkaca-kaca. Ia menatap Sasori lekat-lekat seakan mencoba mengingat wajah Sasori untuk yang terakhir kalinya. Sasori sama sekali tidak suka ini. Ia mencium dahi Y/N, lalu menjauhkan wajahnya.
"Kau terlalu lama berada di luar. Ayo kembali ke kamarmu."
***
Seperti ucapan Y/N adalah kenyataan, malamnya Sasori dikejutkan dengan suara detak jantung Y/N yang tidak teratur. Saat ia memanggil dokter, mereka memaksanya keluar. Dalam keadaan panik, Sasori menelpon Nenek Chiyo dan memberi kabar tentang kejadian ini. Ia yakin Nenek Chiyo akan memberi kabar ini juga pada anggota Akatsuki lainnya.
Dari luar Sasori mendengar tentang jantungnya melemah atau nafasnya tidak terasa lagi, membuatnya melongok dari kaca pintu. Dalam hati ia berdoa agar Y/N kembali di selamatkan, agar ia bisa memeluk Y/N lagi, melihat senyumnya lagi. Walaupun hati kecilnya tahu kalau sudah tidak ada harapan lagi.
Nenek Chiyo datang bersama dengan yang lainnya dengan raut panik. Tidak ada yang bertanya kenapa kamar Y/N berisik atau saat mereka mendengar tentang jantung yang sudah tidak bisa berfungsi lagi. Nenek Chiyo mencoba menenangkannya dengan mengusap punggungnya, tapi yang bisa membuatnya tenang hanyalah saat melihat Y/N kembali tersenyum padanya dan berkata kalau semuanya hanyalah lelucon.
Seiring dengan rendahnya suara dari dalam, jantung Sasori berdetak lebih cepat. Ia berharap ada kabar bagus dari dokternya, tapi wajah dokter yang keluar tidak terlihat meyakinkan.
"Maaf," saat itu juga Sasori hancur. "Y/N sudah tiada."
Untuk @kemilautata
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top