Bab // 3
Kenar tengah menyiapkan pakaiannya. Ia akan ikut pulang ke rumah Ayu untuk mengisi liburannya. Kenar sangat bersemangat begitu mendengar cerita Ayu tentang desanya.
Ada hutan yang di penuhi bunga-bunga liar dan kupu-kupu indah di sepanjang aliran sungai yang bersih.
Para warganya sebagian besar merupakan petani dan juga peternak. Dan kata Ayu, di desanya masih menjunjung tinggi adat. Kesenian seperti menari, menembang dan juga wayang kulit masih sering di adakan saat pesta rakyat di adakan.
Kenar sungguh tidak sabar. Kenar bahkan mengabaikan rengekan mamanya yang memintanya untuk pulang. Kenar tidak mau bertemu dengan pria itu lagi.
"Kakak mau balik ke Jakarta?" tanya Aya yang membantu Kenar merapikan pakaiannya.
Satu bulan setengah bukan waktu yang cepat, jadi ia membawa cukup banyak baju. Apalagi dari cerita Ayu tentang desanya yang indah pasti, ia akan sangat betah di sana.
"Enggak. Gue ikut Ayu ke rumahnya. Desanya indah banget." ucap Kenar.
"Kakak udah liat?"
Kenar mengangguk. "Gue pernah liat fotonya di ponsel Ayu. Rasa-rasanya desa itu manggil gue." ucap Kenar dengan senyum di wajahnya.
"Kedengarannya keren banget." ucap Aya.
"Lo gak mudik Ay?"
"Mudik kak. Tapi dua hari lagi." ucap Aya.
"Oya, lo pulang kemana sih heee?" tanya Kenar malu karena ia tidak tahu Aya berasal darimana.
"Ke sumedang kak." jawab Aya tersenyum maklum.
"Oh gitu, telepon gue ya kalo lo udah nyampe rumah." ucap Kenar.
"Iya kak. Semoga liburan kakak menyenangkan." ucap Aya.
"Terima kasih."
"Lama banget sih." Ayu masuk ke kamar Kenar dengan wajah cemberut.
"Lo mau pindahan?" tanya Ayu menatap dua koper besar milik Kenar.
"Gue kan lama di sana." jawab Kenar.
"Iya kak, mungkin kak Kenar nemu jodoh anak juragan di kampungnya mbk Ayu terus kak Kenar gak balik kesini." ucap Aya sambil tertawa yang diikuti tawa Ayu.
"Kalian apaan sih. Ayo bantu gue bawa kopernya turun." ucap Kenar.
Aya membantu Kenar membawa kopernya keluar.
"Kami berangkat dulu Ay. Salam sama Feby dan yang lain ya." ucap Kenar setelah memasukan kopernya ke dalam mobil. Mereka menggunakan jasa taxi online, meski cukup mahal yang penting mereka nyaman. Desa Ayu hampir mencapai perbatasan jawa tengah dengan jawa timur.
Butuh waktu tiga jam perjalanan menuju desa Ayu.
Desa Kelawangin.
"Wah seger banget." seru Kenar ketika mereka memasuki desa Kelawangin. Sawah hijau di sepanjang jalan membuat Kenar tak henti-hentinya memandang keluar jendela.
"Dasar orang kota tapi ndeso." ejek Ayu.
"Biarin." balas Kenar.
Mobil berhenti di sebuah rumah yang lumayan besar dengan model bangunan tua namun nampak sangat asri dan terawat.
"Assalamualaikum." ucap Ayu dan Kenar bersamaan.
"Waalaikumsalam warahmatullahhiwabarakatuh. Kamu sudah pulang ndhuk?" ucap Seruni, ibunya Ayu.
"Iya bu. Kami sudah datang." ucap Ayu menyalami ibunya, begitu juga dengan Kenar.
"Jadi ini temennya Ayu yang mau menginap?" tanya Seruni.
"Iya ibu." jawab Kenar lembut.
"Cantik ya." puji Seruni.
"Terima kasih bu." ucap Kenar.
"Ayu, ajak Kenar ke kamar kalian. Semoga betah disini ya nhuk." ucap Seruni.
"Iya bu pasti."
Ayu mengajak Kenar ke kamarnya.
"Wah, kamar lo keren Yu. Langsung ngadep ke hamparan sawah." ujar Kenar senang dan berdiri di dekat jendela kamar Ayu. Rumah Ayu terletak lebih tinggi dari rumah warga lainnya, memberikan pemandangan yang lebih indah.
"Iya dong. Makanya gue selalu kangen kampung gue." ucap Ayu.
"Kenapa lo ngomongnya lo - gue kalo di kampus?" tanya Kenar.
"Ikut yang lain aja." jawab Ayu.
"Tar sore kita ngapain?" tanya Kenar semangat.
"Lo mau jalan-jalan ke pinggir sawah dulu? Kalo sore anak-anak banyak yang bermain di sana." ucap Ayu.
***
"Mbk Ayu lagi libur to?" sapa mbah Dalu, salah satu pekerja bapaknya Ayu.
"Iya mbah. Anak-anak mana mbah? Biasanya mereka main di sini kalau sudah sore." tanya Ayu.
"Anak-anak masih main di sungai sepertinya mbk." jawab mbah Dalu yang sedang membersihkan tanaman padi dari tanaman liar yang tumbuh di sela-sela akar padi. Tatapan mbah Dalu terlihat bertanya ketika melihat Kenar.
"Oya mbah, ini teman Ayu kuliah. Namanya Kenar." ucap Ayu memperkenalkan Kenar pada mbah Dalu.
"Apa kabar mbah?" sapa Kenar ramah.
"Baik mbk Kenar. Semoga betah di kampung kami." ucap mbah Dalu.
"Pasti mbah. kami ke sungai dulu." Ayu dan Kenar meninggalkan mbah Dalu, mereka berjalan melalui jalan setapak menuju sungai. Kenar tak henti-henti mengambil gambar dirinya jika melihat pemandangan yang pas untuk berselfie.
Ayu berdecak kesal. "Di sungai nanti view_nya lebih bagus Ken." gerutunya yang hanya mendapat kekehan dari Kenar.
"Mbk Ayuuuu...." beberapa anak-anak yang sedang mandi di sungai memanggil Ayu histeris. Bahkan ada yang naik dari sungai dan menyalami Ayu. Dengan senyum yang terkembang Ayu menerima uluran tangan anak itu yang basah.
"Kalian sudah besar ya." ucap Ayu.
"Iya. Mbk Ayu lama ndak pulang." ucap salah seorang dari mereka yang bernama Ratih.
"Oya, perkenalkan ini teman mbk, namanya mbk Kenar. Selain cantik dia juga baik."
"Halo anak-anak. Salam kenal." sapa Kenar.
"Salam kenal mbk Kenar." ucap anak-anak itu. Mereka kemudian kembali masuk ke dalam sungai dan bermain air. Ayu duduk di atas sebuah batu, sedangkan Kenar sibuk memotret menggunakan kameranya.
Hari semakin sore, Ayu, Kenar dan anak-anak kembali ke rumah masing-masing. Mereka berjanji akan berkumpul esok sore di aula desa untuk melihat anak-anak latihan menari dan bermain musik tradisional.
"Gimana jalan-jalannya?" tanya Seruni ketika Ayu dan Kenar tiba di rumah.
"Menyenangkan bu." jawab Kenar.
Seruni tersenyum. "Kalian mandi dulu, shalat baru makan malam."
"Baik bu." ucap Ayu dan Kenar.
Prastomo, bapak Ayu baru kembali dari rumah pak Lurah langsung menemui istrinya di dapur.
"Ayu dan temannya sudah pulang bu?"
"Sudah pak. Mereka sedang bersih-bersih di kamar." jawab Seruni.
Prastomo sedang menyesap kopinya di teras belakang saat angin tiba-tiba bertiup kencang. Langit gelap terlihat terang benderang oleh kilatan petir dengan suara memekakkan telinga. Suara teriakan terdengar memenuhi rumah karena terkejut.
Seruni berlari ke arah suaminya dengan wajah pucat.
"Pak..."
Prastomo bergeming ditempatnya. Ia mengedarkan pandangannya ke segala arah.
"Pertanda apa ini pak?" tanya Seruni dengan suara gemetar. Ia takut apa yang ada dipikirannya benar adanya.
"Ini ndhak pernah terjadi lagi sejak..." Prastomo tidak menyelesaikan ucapannya ketika petir kembali membelah langit desa Kewalangin.
"Pak," Seruni menarik lengan suaminya. Takut apa yang akan dikatakan suaminya sama dengan yang ada di pikirannya.
Suara pentungan bambu dari pos siskamling desa terdengar samar diantara tetesan hujan yang mengalir deras.
"Banyu Janggala Bhagawanta."
Daaaaarrrrr.
Petir kembali terdengar lebih kencang dari sebelumnya ketika nama itu terucap. Nama yang sangat di haramkan untuk di ucapkan di desa Kelawangin selama lebih dari puluhan tahun yang lalu.
***
Thanks vomentnya
Luph u phul 😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top