Bab // 27
Dengan napas memburu Kenar terus saja berlari. Mengabaikan tatapan heran dari orang-orang yang berpapasan dengannya. Kenar terus saja berlari ke arah rumah Prastomo.
Samar-samar Kenar mendengar kembali nyanyian-nyanyian itu.
"Tidak. Hentikan." jerit Kenar sembari menutup kedua telinganya rapat-rapat tanpa menghentikan larinya.
Kenar menerobos masuk ke dalam kamar begitu ia sampai ke rumah Prastomo.
Kenar menutup pintu dan langsung naik ke atas ranjang. Ia menutupi seluruh tubuhnya menggunakan selimut. Kedua kakinya di tekuk, kedua tangannya menempel erat di dadanya.
"Pergi. Pergi." Jeritnya.
Angin berhembus sangat kencang. Jendela kamar bergerak kencang. Suaranya amat keras hingga Kenar yakin kaca-kaca jendela itu sebentar lagi pasti akan pecah.
"Kowe ora bakal iso mlayu. Ora bakal iso ndelik. Kowe bakal marani aku."
(Kamu tidak akan bisa lari. Tidak akan bisa bersembunyi. Kamu akan datang padaku)
Suara itu menggema di antara hembusan angin kencang. Dari balik selimut tipis yang menutupi tubuhnya Kenar dapat melihat sosok hitam itu melayang di atasnya. Sorot mata merah itu bersirobok dengan Kenar.
Kenar terpaku. Tubuhnya melemas hingga ke tulang. Kenar tidak bisa menggerakkan badannya. Napasnya tercekik ketika tangan yang lebih menyerupai sulur-sulur hitam itu bergerak, meliuk-liuk hendak menggapai Kenar.
"Aaaaaaaaaaaaaaa." jerit Kenar sekencang-kencangnya.
"Eh, lo kenapa?"
Kenar membuka mata cepat. Di lihatnya Ayu sedang menatapnya penuh tanya. Kenar memandang ke sekeliling kamar. Tidak ada apa-apa. Mata Kenar tertuju pada jendela kamar yang terdengar bergoyang kencang tadi. Sekali lagi Kenar melongo, Jendela kamar terbuka namun tidak nampak seperti sudah di terjang angin kencang.
"Lo kenapa?" Pertanyaan Ayu membuat Kenar mengalihkan tatapannya dari jendela kamar. Napasnya menderu kencang. Wajahnya pias. Tubuhnya bergetar.
Ayu yang mulai panik duduk diatas ranjang. Ia memegang tangan Kenar yang sangat dingin. "Tarik napas pelan-pelan." ucap Ayu.
Kenar mengikuti perintah Ayu. Ia menarik napasnya pelan. Setelah mencoba beberapa kali akhirnya ia bisa bernapas dengan normal.
"Apa yang terjadi?" tanya Ayu sekali lagi.
Kenar hanya bisa menggelengkan kepala sembari menangis. Satu suarapun tidak bisa keluar dari bibirnya. Ayu memeluk Kenar erat.
"Semua baik-baik aja Ken. Jangan takut. Gue bakal selalu ada buat lo." bisik Ayu. Kenar mengangguk lemah, tangisannya mereda. Ia tidak mau jika sebentar lagi Bapak dan Ibunya Ayu masuk ke dalam kamar dan melihat keadaannya yang kacau.
"Mau minum?" tanya Ayu lembut. Kenar menggeleng.
"Ya sudah, lo baringan aja lagi biar pikiran lo sedikit lebih tenang. Gue buatin teh anget ya. Jangan menolak." ucap Ayu begitu melihat Kenar hendak menggelengkan kepalanya.
"Ini teh paling nikmat. Teh yang hanya di sajikan bagi keluarga bangsawan di keraton. Tunggu di sini." Ayu langsung keluar dari kamar dan membuat teh untuk Kenar.
Kenar yang mulai bernapas dengan teratur merapatkan selimut itu ditubuhnya.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" ucap Kenar frustasi.
Gue harus pulang. Gue gak mau lama-lama di sini. Gue gak peduli dengan festival itu.
Banyak hal yang ada dipikiran Kenar hingga ia tidak sadar Ayu sudah kembali ke dalam kamar dengan secangkir teh di tangannya.
Aroma teh yang begitu lembut dan menenangkan masuk ke indra penciuman Kenar.
"Ini tehnya, di minum geh." ucap Ayu.
Kenar meraih teh itu, menghirup aromanya yang menenangkan kemudian meminumnya pelan. Rasa teh yang luar biasa melewati tenggorokannya, membuatnya kembali meneguk teh itu.
"Tehnya nikmat sekali. Terima kasih." ucap Kenar pada Ayu.
"Sama-sama." ucap Ayu.
"Kalay tehnya hanya di dapat di keraton, gimana lo bisa dapetinnya?" tanya Kenar.
"Bapak sering ke keraton sebagai perwakilan desa. Lo istirahat aja, gue di belakang rumah ya, mau bantu Ibu sebentar." Pamit Ayu.
Kenar mengangguk. Ia kembali menghirup aroma teh sebelum meneguknya hingga habis. Kenar merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Memejamkan mata agar ia bisa sedikit lebih rileks.
............
"Ratimayu...teh buatanmu selalu enak."
Puji seorang pria yang duduk menghadap seseorang yang dipanggil dengan nama Ratimayu itu.
"Kang mas bisa saja. Ini teh nomor satu di keraton. Siapa saja yang membuatnya akan selalu enak." ucap gadis itu dengan wajah sinis. Namun pria itu tetap tersenyum dan terus memuji si gadis.
"Bedalah. Tangan lentik sang bidadari dengan tangan keriput embah Rahmi. Kalau tanganmu yang membuat, saat aku meminumnya nikmatnya sampai ke hati kangmas." rayu si pria membuat Ratimayu merona.
"Lha kalau embah yang buat memang rasanya gimana tho kangmas?" tanya Ratimayu penasaran.
"Rasanya itu ya," si pria memperbaiki posisi duduknya hingga benar-benar menghadap pada Ratimayu.
"Tapi ya kamu ndhak usah bilang-bilang ke embah, nanti kangmasmu yang ganteng ini di kebiri sama embah." ucap si pria dengan tingkat kecemasan yang dibuat-buat tentunya.
Ratimayu tertawa dengan segala tingkah dan ucapan si pria. Pria yang telah memikat hatinya. Pria yang telah menjadi kekasih hatinya.
"Kalau embah Rahmi yang buat, rasa nikmat tehnya berubah jadi garem, asin." ucap si pria menjulurkan lidah ke depan seolah sekarang ia sedang keasinan.
Ratimayu tertawa lebar. Wajah cantiknya semakin kentara ketika semburat merah itu mewarnai pipinya tanpa ragu.
"Kowe ayu banget nek lagi ngguyu."
(Kamu cantik sekali kalo sedang tertawa)
Ratimayu menatap prianya malu-malu. "Kowe ngomong opo sih kangmas?"
(Kamu ngomong apa sih mas)
"Sumpah, ayumu ora ono sing nandingi, aku tresno kowe, mong kowe." ucap pria itu sungguh-sungguh.
(Sumpah, kecantikanmu tidak ada yang menandingi, aku mencintaimu, hanya kamu)
Ratimayu menatap mata pria itu lekat. Lalu dengan wajah serius Ratimayu berkata. "Aku yo tresno kowe, janji yo karo aku, ojo pernah ninggalke aku."
(Aku juga mencintaimu, berjanjilah padaku, jangan pernah meninggalkanku)
"Aku Banyu Janggala Bhagawanta janji, ndhak akan pernah ninggalke kowe."
(Aku Banyu Janggala Bhagawanta janji, ndhak akan pernah ninggalke kowe)
................
Malam harinya Kenar berbicara dengan Ayu. Setelah hampir dua jam ia memikirkan keputusannya. Ya, Kenar memutuskan untuk menghabiskan sisa liburannya di Jakarta. Ia tidak peduli jika pria itu berusaha menemuinya lagi.
Menghadapi Raka masih lebih baik daripada hal-hal aneh yang menimpanya belakangan ini. Kenar bisa gila jika ia berada lebih lama lagi di sini.
"Mau bicara apa?" tanya Ayu yang kini sudah duduk di atas sebuah kursi kayu yang berada di samping meja belajar Ayu.
Kenar berdehem, menarik napas pelan kemudian mulai mengutarakan niatnya.
"Gue...gue mau balik ke Jakarta." jawab Kenar.
Ayu terkejut mendengar keinginan Kenar. "Bukannya, lo mau ngabisin liburan lo di sini?" tanya Ayu.
"Mama nelpon, minta gue pulang." ucap Kenar.
"Benarkah?" tanya Ayu. Kenar mengangguk mantap.
"Kapan?" tanya Ayu.
"Besok pagi." Ayu melotot kaget mendengar ucapan Kenar. Secepat itukah Kenar ingin pulang?
"Baiklah, gue bakal nganter lo sampai terminal. Disini belum ada layanan taksi online, kecuali dari daerah luar yang ke sini, seperti kita kemarin." jelas Ayu.
"Gak pa-pa Yu, terima kasih. Maaf ya, udah ngerepotin lo selama gue di sini."
Ayu berdecak. "Biasa aja kali. Cuma, sayang aja lo gak bisa lihat festival tahunan kami."
"Iya. Padahal gue juga pengen banget." ucap Kenar.
"Ya sudah kalau begitu. Lo istirahat aja dulu sembari mengemasi barang-barang lo. Nanti gue sampein ke Bapak dan Ibu." Kenar mengangguk. Ia segera mengemasi barang-barangnya. Setelah selesai, Kenar berdiri di dekat jendela, menatap kegelapan desa kelawangin serta menikmati nyanyian jangkrik-jangkrik yang begitu indah.
***
Setelah berpamitan dengan Ibu dan Pak Prastomo keesokan paginya, Kenar diantar Ayu menggunakan mobil.
"Maaf, gue gak bisa anter lo sampai bandara. Jaraknya lumayan jauh." ucap Ayu dengan perasaan bersalah.
"Gak pa-pa. Harusnya gue yang minta maaf. Oh ya, sampaikan maaf gue sama Ratih dan Sari. Maaf, gue gak sempat pamit." ucap Kenar.
"Lo udah ngasi tahu Dierja?" Kenar terdiam, kemudian menggeleng. Kenar menatap ke luar jendela. Ternyata ia sudah semakin jauh dari desa kelawangin.
"Dierja sepertinya suka sama lo." Kenar terdiam, mengabaikan pendapat Ayu. Meski dalam hati ia juga memikirkan Dierja.
Seandainya, mereka tidak bertemu di sini, mungkin akan lebih mudah.
***
Kemarin Dierja abis malam takbiran jadi gak bisa up
Dierja ama Kenar minta angpao voment lo.
Follow IG ku ya Dewie_Sofia
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top