Bab // 13
"Mbah Sarti." bentak Candra dengan sangat keras. Semua mata menatap Candra terkejut. Namun mbah Sarti malah tersenyum tipis.
"Kamu tahu betul, seperti apa kejadian dua puluh tahun yang lalu Candra. Ayahmu dan keluargamu memiliki andil paling besar." ucap mbah Sarti dengan santai namun penuh penekanan.
Wajah Candra mengeras, kedua tangannya mengepal. Sebagai keturunan langsung dari bangsawan di desa Kelawangin, keluarga Adicandra masih memiliki pengaruh yang paling besar.
Seluruh warga desa Kelawangin tidak berani membantah perintah Candra. Semua yang terjadi di desa Kelawangin sudah pasti di ketahuinya.
Keluarga Adicandra memiliki anak buah yang setia, mereka akan melakukan apapun yang di perintah juragannya yang kaya itu tanpa belas kasih.
"Mbah ngurusi mawon persiapan ritual mengkeh, ampun ngendiko ingkang mboten-mboten, nopo meliih kedaden 20 tahun kepungkur. Kulo ajeng ngurus sedoyonipun." kata Candra serius.
(Mbah urus saja persiapan ritual nanti, jangan bicara yg bukan-bukan apalagi tentang kejadian 20 tahun yg lalu. Aku akan mengurus semuanya.)
Mbah Sarti masih dengan senyum tipisnya berkata."Kulo namong ngemutke mawon, wonten awan peteng ingkang nutupi desa Kelawangin."
(Aku hanya mengingatkan saja, ada awan gelap yg menaungi desa kelawangin.)
"Kutukan itu ndhak mungkin benar terjadi kan mbah?" tanya Kusumo dengan suara bergetar. Raut ketakutan nampak jelas di wajah paruh baya itu.
"Jangan bicara yang ndhak-ndhak Kusumo. Ndhak ada yang akan terjadi di desa Kelawangin. Sudah bertahun-tahun berlalu, kamu liat, ndhak terjadi apapun." ujar Samitra.
"Ingat yang terjadi belakangan ini kang Samitra." ucap Prastomo.
"Itu hanya kejadian alam biasa. Ndhak ada hubungannya dengan yang lalu. Kutukan itu ndhak ada." kata Candra dengan suara tegas.
"Kalau kutukan itu ndhak ada, kenapa pentas itu harus selalu di adakan di malam purnama? Aku yakin, karena seserahan dan gawe itulah kenapa desa Kelawangin masih hidup tentram hingga kini. Bukankah begitu nak Candra?" kata mbah Sarti.
"Menurut mbah, apa yang harus kita lakukan?" tanya Prastomo.
"Tanyakan saja pada Candra, dia selalu tahu apa yang harus dilakukan demi kebaikan desa kelawangin, atau...demi dirinya sendiri." ucap mbah Sarti.
"Perbuatan itu dilakukan oleh leluhurku, aku hanya berusaha memperbaikinya mbah." bela Candra.
"Masalahnya, sudah ndhak ada lagi yang bisa di perbaiki.
Sing kedaden mesti kedaden."
***
Ayu, Kenar, Ratih dan Sari sedang bermain-main di pinggir sungai. Air yang dingin serta jernih membuat Kenar betah berada di dalam sungai. Ia berenang dan sesekali menyelam, sungai di desa kelawangin sangat bersih dan menyegarkan.
Ayu dan Ratih hanya bermain di pinggiran sungai. Hanya Kenar dan Sari yang berenang. Awalnya Kenar dan Sari berenang bersama-sama, jarak mereka tidak terlalu jauh namun karena terlalu asik, Kenar tidak sadar, ia berenang cukup jauh ke tengah.
"Mbak Kenar, jangan berenang terlalu jauh..." teriak Sari.
Kenar melambaikan tangan pada Sari sembari melempar senyum. Ia kembali berenang ke ke sampingnya Sari.
"Mbak, renangnya jangan jauh-jauh." ucap Sari mengingatkan kembali.
"Kenapa? Di tengah sana lebih dalam, menyelam jadi lebih menyenangkan." ucap Kenar.
"Iya aku tahu mbak. Tapi jangan terlalu jauh." ucap Sari masih mengingatkan.
"Iya. Jangan khawatir." Kenar menepuk bahu Sari.
"Kita lomba?" ajak Kenar.
"Boleh. Mbak Ayu, mbak Ratih, liat kita ya, siapa yang lebih dulu balik ke pinggir." teriak Sari.
"Beres." sahut Ayu berdiri kemudian memberi tanda mulai menggunakan tangannya.
Kenar dan Sari mulai berenang ke tengah, Ayu dan Ratih bersorak menyemangati mereka. Sari berenang dengan semangat, ia ingin mengalahkan Kenar yang terlihat jago berenang. Namun di tengah sungai ia tidak bisa bergerak. Kakinya kram, ia tidak bisa menggerakkannya sama sekali.
"Aarrgghh," Sari meringis memegang kakinya. Kenar sudah meninggalkannya jauh.
Wajah Sari menegang, air sungai di sekitarnya berubah keruh sebelum menghita semuanya. Suaranya tercekat di tenggorokan. Ia sama sekali tidak bisa mengeluarkan suara, bahkan saat tiba-tiba tubuhnya tertarik ke dalam sungai dengan begitu cepat.
Kenar menoleh ke belakang. Ia menatap bingung ke sepanjang sungai. Sebelumnya ia juga berhenti di sini. Dan ia masih bisa melihat pinggiran sungai. Ia masih bisa melihat Ayu dan Ratih dari sini. Lalu kenapa sekarang terlihat sangat jauh? Kemana Sari?
"Sari...." Kenar berusaha memanggil Sari.
"Sari...kamu di mana? Jangan main-main." teriak Kenar seorang diri di tengah sungai.
Sepi. Tidak terdengar suara sahutan dari Sari. Bahkan Kenar mulai merasa ini terlalu sepi. Dan ia mulai ketakutan.
"Sari..." Kenar memanggil-manggil Sari dengan suara bergetar. Ia mulai berenang kembali ke pinggir. Berharap Sari akan muncul tiba-tiba mengagetkannya dari dalam sungai.
Kenar tidak mau berpikir bagaimana Sari bisa bertahan begitu lama di dalam air.
Kenar tidak akan marah meski ia akan sangat terkejut dengan ulah Sari.
"Sari..." Kenar berenang ke tepian. Ia memutuskan untuk naik dari dalam sungai. Dengan pakaian yang basah kuyup ia berjalan di pinggiran sungai sambil terus memanggil-manggil nama Sari.
Kenar juga memanggil Ayu dan Ratih bergantian, tidak ada sahutan sama sekali. Kenar merasa perjalanannya terasa sangat jauh. Jika di ingat, jarak ia berenang dengan tepi sungai tidaklah sejauh ini.
Dan ini......
Langkah Kenar terhenti. Ia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.
Hutan.
Kenapa ia tiba-tiba masuk ke dalam hutan?
Hutan apa ini?
Kenapa ia bisa ada di sini?
Berbagai pertanyaan di benaknya semakin membuatnya cemas.
Takut? Pasti.
Namun sesuatu membuatnya tidak berbalik dan berlari menjauh dari hutan.
Kenar menenggak ludah. Membasahi tenggorokannya yang kering. Ia memeluk tubuhnya yang kedinginan. Kakinya melangkah pelan memasuki hutan. Suara-suara penghuni hutan membuatnya merinding. Kepalanya tak henti-hentinya menoleh ke kiri dan kanan. Ia awas pada sesuatu yang kini tengah mengintainya.
"Ssssssssssshhhhhhhhhhhhhhh."
"Hah," Kenar menoleh ke belakang begitu mendengar suara itu.
"Sssssssssssssshhhhhhhhhhhh."
Kenar menoleh dengan cepat ketika suara itu kembali terdengar di arah yang berlawanan.
"Gggrrrrrrrr.Srek.Srek.Srek."
Kenar mengambil langkah mundur kemudian berlari dengan cepat. Kenar terus berlari dengan jantung berdetak kencang. Rambutnya terbang di terpa angin kencang. Ia tidak lagi merasakan dingin di tubuhnya.
Tubuhnya memanas akibat rasa takut. Suara-suara itu semakin ramai terdengar, lolongan anjing hutan dan burung hutan menambah kengerian yang ada di dalam hutan itu.
"Hah.hah.hah.hah."
Napas tersengal-sengal Kenar seolah beradu di tengah hutan itu. Kenar sudah tidak bisa merasakan rasa sakit di kakinya akibat tergores ranting-ranting kayu atau batu-batu kecil yang ia injak.
"Ssssssssssssshhhhhhhhhhhhh."
Bayangan hitam di belakang Kenar mulai bergerak semakin cepat, berkumpul menjadi satu kemudian menjulang tinggi di belakangnya. Kenar merasakannya lagi.
Mimpi itu.
Tidak mungkin mimpi itu menjadi nyata.
"Aaaaaaakkkkkhhh." Kenar terjungkal ke depan ketika kakinya tersangkut akar pohon. Kenar beringsut mundur hingga punggungnya membentur sebuah pohon besar.
Bayangan hitam itu melayang. Bayangan itu membentuk siluet manusia dengan tubuh yang sangat besar. Mata merah itu...menatap Kenar dengan dengan penuh amarah.
Keringat dingin membasahi seluruh wajah Kenar. Ia semakin mengerut begitu bayangan hitam itu menyeringai, menampakkan deretan taring yang sangat tajam. Makhluk mengerikan dalam mimpi itu kini nyata.
"Aaaaaaaaakkkkhhh."
***
"Ssssssssssssshhhhhhhhh."
Teeengkiyuuuuu
Narik sukmo masuk rank #9
IG : Dewie Sofia
😱😱😱
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top