Chapter 4 : Pindah

Andika Surya Saputra

"Sabar, sabar...," sahut Putra. Setelah pertengkaran remeh itu suara berisik terdengar.

"Mana dia? Mana?" suara bariton pria yang ditakuti di komplek ini mendominasi suasana.

"Dalam warung, Bos," jawab salah satu anak buahnya.

Beberapa orang pria dewasa muncul dan mengganggu makan malam Dika dan Putra. Si bos menumpahkan botol sambal ke dalam mangkuk soto Dika.

"Jangan harap bisa makan dengan tenang bocah-bocah ingusan!"

"Om kenapa? Sayang kan sotonya mubazir!" Putra merasa kesal. Sedetik kemudian sebuah tinju melayang ke wajah Dika. Membuat remaja itu terpental ke belakang menabrak wadah kerupuk yang dijajar. Anehnga Dika tidak menghindar dengan refleknya. Otaknya merespon lambat.

"Dika!" Putra berdiri. Dia membuang kuah soto yang penuh sambal pada bos preman itu. "Lari Dik!" komando Putra yang menarik Dika segera. Mereka berdua memanfaatkan celah kelengahan para preman karena ulah Putra, dan lari tunggang langgang sejauh-jauhnya.

"Rumah lo Tra!" Dika memberi usul yang langsung disetujui Putra. Mencegat angkot lewat dan memberikan alamat Putra pada sopir angkot.

"Hhh ... Kenapa Dik? Mereka kok mukul elo?"

"Owh ... Kalo nggak salah. Salah satu anak buahnya gue pernah ketemu."

"Lo berseteru sama mereka?"

Dika membalas dengan cengiran. Sudah pasti hobi barunya yang sering membuat masalah.

"Duh, Gue bisa kehilangan lahan pencarian nafkah nih," keluh Putra pasrah.

"Lebay amat. Tinggal minta sama bonyok aja kan."

Putra mendesah. Uang dari mereka memang masih ada. Cukup. Tetapi memiliki penghasilan dari jerih payah sendiri itu rasanya ada kebanggaan tersendiri. Dan lagi, bisa melupakan masalah demi masalah keluarganya.

***

Sesampainya di rumah Putra, masih tidak ada orang. Kedua orangtuanya pasti belum pulang. Pengurus rumah tangga hanya tetangga sebelah yang membantu ibunya Putra mengurus rumah.

"Lo nginep sini? Ayah lo nggak marah?" tanya Putra pada Dika. Dia membuka kulkas barangkali menemukan makanan manusia yang bisa dimakan.

Dika merebahkan diri di sofa empuknya Putra. "Of course. But, don't worry. It's my problem."

"Serah deh. Lo bisa tidur dimana aja. Anggep aja rumah sendiri."

"Huum," Dika mengguman. Ia mengambil posisi tidur di sofa panjang. Melipat tangannya. Menikmati rasa kantuk yang menjalar. Kalau semua hidupnya hanya mimpi, Dika ingin segera terbangun dan menikmati hidup normal dengan damai.

But, it is true ....

***

Two days later....

Hari itu tiba. Hari kepindahannya menuju Rumah Besar Dinata. Perpisahan dengan Ayah, Bunda, Kak Kafi dan Zara adiknya hanya sederhana. Ayah memberikan kemarahan terakhirnya saat Dika pulang pagi setelah menginap di rumah Putra. Dika diceramahi banyak-banyak. Sementara sikap yang lain hanya diam.

"Dika kan bukannya mau mati," kata Dika saat melihat keluarganya murung saat mengantarkannya di halaman rumah.

"Bunda tahu sayang. Dika sering main ke rumah, ya?" tanya Bunda dengan mata berkaca-kaca. Hampir tak rela anak yang ia besarkan sejak bayi ini akan pergi dari sisinya.

"Insyaallah Bun." Dika mengecup kening Bunda dan mencium punggung tangannya. Lalu kepada Ayah dan dua saudaranya.

"Ayah minta maaf kalau selama ini Ayah galak. Tapi, Ayah sayang sama Dika."

Ya. Dika tahu itu. Kak Kafi dulu waktu berbuat nakal juga pernah dihajar sama Ayah. Ditonjok lagi.

"Iya, Yah. Terimakasih untuk semuanya, ya." Ayah merengkuh Dika dalam pelukan. Putra keduanya ini yang sering mendapat kemarahan dan jeweran. Karena sifatnya yang Bandel dan keras kepala. Tetapi dada sang Ayah itu pekat karena rasa bersalah dan sayang yang melebur.

"Kamu akan selalu jadi putra Ayah," kata Ayah.

Setelah berpamitan pada dua saudaranya dan mengucapkan kata perpisahan Dika dipandu oleh seorang pengawal ber jas hitam untuk masuk dalam mobil yang menjemputnya. Mobil itu melaju menuju residence di kota Jakarta. Terus, hingga masuk ke sebuah halaman luas sebuah mansion megah.

Mansion itu dominan dengan warna cream dan gading. Gerbangnya tinggi dengan pagar besi sebagai gate yang gagah dan megah berinisial D besar. Beberapa lapak taman dibuat. Memanjakan mata yang melihat. Dika menggeledek kopernya melewati halaman mansion yang luas.

Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan bugar keluar dari balik pintu dan menghambur ke arahnya.

"My Son." sikapnya ingin memeluk Dika, namun ditepis Dika dengan cepat.

"Jangan sentuh saya!" tegas Andika.

"Tapi, aku ibumu Nak. Ah, sudahlah. Ayo. Yang lain sudah menunggumu."

Perempuan itu bernama Laras. Membimbing Dika memasuki Mansion dari keluarga besar Dinata. Beberaoa orang dengan tuxedo, coat, atau dress menyambutnya di ruang keluarga yang disulap menjadi ruangan pesta sederhana. Lengkap dengan wine dan cocacola bagi yang belum cukup umur. Dika mendengus melihatnya.

"Apa ini?"

"Dika. Mereka adalah saudara dan sepupumu yang mama undang untuk menyambutmu," kata Laras. Ia menunjuk lagi ke arah pria yang duduk di sofa single. "Dan dia Papamu. Ayo, sapa dia!"

Dika hampir tidak percaya ia masih menapaki bumi. Tetapi dengan kikuk ia menghormat pada Pria yang pasti bernama Surya itu. Kepala rumah tangga di rumah ini.

Lalu perkenalan dimulai.

Lelaki ber coat coklat dan Lenin putih adalah Angkasa. Anak pertama Surya.

Perempuan yang memakai dress guci maroon adalah Anggi. Adik Angkasa.

Lalu para sepupu, Ratna, Alfin, Niko dan Nita yang kembar, Icha dan Alfian. Mereka semua memakai pakaian serba mewah.

"Dika, kamu seumuran dengan Alfin, Niko dan Nita," kata Mama Laras antusias.

"Hai. Kamu sekolah Di SMU Kebangsaan ya? Aku dan Niko juga sekolah disana." kata Nita dengan pembawaannya ceria.

"Oh." Hanya itu sahutan dari Dika. Dika melihat Alfin melalui ekor matanya. "Dia?"

Alfin sedang mengobrol asyik dengan Alfian yang berumur sepuluh tahun. Entah apa yang mereka obrolkan sehingga asyik sekali seperti itu.

"Alfin? Dia beda sekolah sama kita. Dia di Utama Jaya. Sekolah musuh! Makanya kita nggak akrab sama dia! Tapi Tante Laras tetap aja ngundang dia," komen Nita. Jelas sekali merasa tidak suka.

Well, pertemuan dan perkenalan singkat itu adalah gerbang Dika untuk memulai hidupnya sebagai kaum aristokrat.




Selamat membaca ,
Saya harap kalian menikmatinya, dan tinggalkan jejak ya, 🙏🤭...

Prince Dika mau istirahat.. 😴

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top