Chapter 19 : Tugas Dari Pak Soni

Haiii..  Author akan menyapa di awal cerita.. Semoga kalian sehat yaaah..  😆. Happy to read.. 

***

110 menit sebelum evaluasi Bu Tuti.

Suasana kelas ix bahasa 2 terasa mencekam. Hawa-hawa lelah melayang-layang bagai hantu casper di langit-langit kelas. Menyerang dengan garang siswa-siswa malas yang taunya hanya main saja. Sementara itu bagi sang guru, waktu yang hampir membunuh para siswanya itu tampak tak ia pedulikan. Beliau masih setia menerangkan rumus Program Linear Dua Variabelnya.

Sayangnya, persaingan ketat untuk nilai matematika hanya terjadi diantara King and Queen of match yaitu Alfin dan Indah saja. Dika yang bosan dan nggak ngerti mengenai penjelasan di depan menoleh ke samping. Ia menahan tawanya saat melihat Alfin yang terangguk-angguk seperti ayam mabok di tengah pelajaran. Ternyata Alfin juga mengantuk. Sebuah keajaiban dunia nomor sewidak rolas (60-12) telah terjadi.

Dengan usil Dika merekam aksi ngantuknya Alfin.

"Ngapain lo Dik? " kata Alfin saat sadar dirinya diperhatikan oleh Dika. Dirinya menyangga keningnya untuk menahan kepalanya agar tidak terayun lagi. Image nya bisa bubrah kaprah kalau dia ketahuan mengantuk di sesi pelajaran oleh Bu Martini.

"Nggak papa. Dua menit lagi bel Fin. " bisik Dika sambil mengepalkan tinjunya memberi semangat. Ia pun lalu menghitung dengan serius. Bukan rumus dalam soal yang Dika hitung, melainkan detik-detik jam menuju kebebasan. Menuju jam istirahat yang cuma 30 menit. Menuju surganya para siswa. Menuju tempat tongkrongan. Menuju warung makan sambel jengkolnya Pok Lilis. Pokoknya break 30 menit itulah surga bagi para perut keroncongan.

3...

2...

1...

Hitung semua siswa dalam hati. Namun bukan bel yang berbunyi melainkan perut keroncongan mereka. Seperti bunyi genderang mau perang. Ya ampun. Sudah jam 1 namun belum juga bel. Siswa yang bagai dibabat oleh samurai tak kasat mata meletakkan kepalanya penuh tanpa daya. Mereka sudah lelah.

"Fin, bilang sama Bu Martini jamnya udah habis. " bisik Dika pada ketua kelas.

"Lo aja sono! " decak Alfin. Hampir seluruh anak di kelas melirik Alfin untuk menegur sang guru.

Karena tidak tega dengan wajah-wajah kelaparan teman-temannya, Alfin pun menyerah.

"Bu! " Alfin mengangkat tangan.

"Ya Alfin? Silahkan maju kerjakan latihan soal di papan! " perintah Bu Martini. Tanpa memberi kesempatam pada Alfin mengemukakan niatnya mengangkat tangan. Ini namanya pucuk dicinta, pucuknya hilang.

"Tapi jamnya ibu sudah habis bu. " tolak Alfin dengan intonasi sesopan mungkin. Seluruh kelas mengangguk memberi dukungan pada ketua kelas mereka.

Bu Martini mengecek jam tangan di pergelangannya.

"Iya. Ibu tahu. Tapi bel sekolah sedang diperbaiki. Jadi, sebagai penutup, silahkan kerjakan satu soal di depan!"

"Saya saja bu! " seruan Indah yang tiba-tiba itu membuat nafas Alfin yang semula tegang bisa kendor kembali. Indah bagaikan Dewi, menyelamatkan Alfin yang tadi lalai karena mengantuk. Untung cewek cerdas nan supel itu segera mengambil inisiatif menyelamatkan teman-temannya dari kungkungan kelas matematika.

Meskipun Indah itu pintar, butuh kurang lebih sepuluh menit Indah merampungkan soal yang diberikan Bu Martini di papan tulis. Itu termasuk Bu Martini yang mengecek hasil kerja Indah benar atau salah. Akhirnya, setelah melalui detik-detik yang rasanya ber dekade-dekade, Bu Martini menyatakan hasil kerja Indah benar. Kelas boleh di bubarkan.

Euforia. Lega. Bahagia. Menangis. Tertawa. Suasana langsung gaduh dan sebagian besar langsung ngibrit keluar mencari makan siang.

"Freedooooom.. " teriak Leo di kelas. Ia merangkul Marcel kemudian. "Ayo Cel kita makan terus ke ruang musik. Cayyo! "

"Lo sehat Fin? " tanya Dika saat melihat Alfin tak semangat merapikan buku-buka matematikanya.

"Sehat. Kenapa nanya? "

"Uluh-uluuuh.. Gue itu perhatian tau! Makanya nanya!" kata Dika.  "Makan siang nggak lo? "

"Gue mau ke ruang guru. "

Dika menepuk jidatnya. Betapa malang nasibnya Alfin. Mainnya cuma sering ke ruang guru. Ada apalagi gerangan? Karena keingin tahuan Dika lebih besar dari rasa laparnya, Dika membuntuti Alfin menuju ruang guru. Mau daftar bimbel kali ya.

Di ruang guru, diantara berderet-deret meja guru, Pak Soni melambaikan tangan ke arah Alfin.

"Fin! " panggil Pak Soni sumringah melihat murid kesayangannya.

"Ada apa pak? " tanya Alfin.

"Begini Fin. Sebenarnya saya mau minta tolong padamu Fin. Tapi ini menyangkut urusan pribadi, juga hidup dan mati saya sih..  Gimana? "

"Kalau saya bisa bantu, saya akan bantu pak. "

"Anak saya nggak membawa Surat persetujuan orang tua mengenai donor darah. Suratnya saya bawa Fin. Kamu bisa serahin suratnya? Titipkan ke satpamnya juga gak papa. Nanti bapak catetin kelas dan jurusannya. Soalnya bapak ada rapat sama Pak Kepsek. "

"Bolek Pak. Dimana sekolahnya? "

"SMU JJ. "

"Ooh..  JJ (dibaca Jey-Jey) .. Saya tau pak. Mana pak Suratnya? "

Pak Soni menyerahkan amplop berisi titipannya. "Maafin bapak ya Fin.  Bapak akan izinkan kamu ke guru mapel selanjutnya. "

"Baik Pak.  Alfin pamit. "

Sementara itu Dika masih mengekori Alfin.

"Kenapa Fin? " tanya Dika saat mencegat Alfin di depan pintu ruang guru.

"JJ Dik. "

"Ikut!"

"Nggak! "

"Pokoknya ikut! "

"Hhh..  Terserah. " jawab Alfin karena tak mau berdebat panjang yang akan menguras waktunya lebih banyak lagi.


Alhamdulillah... Dan Astaghfirullah(libur terus) ...  Kembali lagi, up date lagi..  Setelah banyak menekur dan mencari-cari.. Kutemukan juga kunci-kunci..  🗝🗝🗝

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top