4- Bukan Date
بسم الله الرحمن الرحيم
Happy Reading!!
Rasa Sayang itu nggak harus di ungkapkan, apalagi sama sahabat bisa ke geer an senyum-senyum mirip orang gila
-Naishila Shafana Lazuardy-
Terik mentari semakin menyengat, panas yang menyelimuti tanah ibu kota seakan-akan mampu membakar orang-orang yang beraktivitas di luar. Lalu lalang kendaraan yang tak mengindahkan seberapa jarak yang di bentangkan. Arahnya yang tak tentu dan tanpa tujuan.
Sekitar satu jam hanya berputar-putar, berkeliling Ibu kota. Ini merupakan kerjakan keempat gadis yang sedang gabut, istilahnya pada zaman sekarang. Di rumah, bosan. Tidak ada aktivitas yang menarik. Ternyata keluar rumah belum juga menemukan hal yang menyenangkan.
Sebenarnya jika di pikir kembali, masih banyak hal yang bermanfaat di rumah, seperti belajar? Tetapi ini waktu libur semester, kesempatan untuk bermain. Oke lah, mungkin sesekali untuk menghilangkan suntuk. Membantu orang tua? Sudah terbiasa. Belajar ilmu agama? Belajar lagi?
Itu merupakan pertanyaan serta jawaban yang sering terlontar di kalangan remaja, tidak beda juga dengan Naishila yang tadi sempat sebelum keluar harus bernegosiasi berbagai macam pertanyaan dari Abangnya. Keano sosok pekerja keras dan ambisius, apa lagi dalam hal prestasi. Tidak heran jika ia mendapat beasiswa di Yaman, meskipun anak dari orang kaya, kalau dapat kenapa tidak di manfaatkan? Toh itu rezeki.
Keempat gadis berbeda penampilan itu masih berpikir kemana arah tujuan mereka pergi, dan tempat apa yang pantas untuk mereka singgahi. Lauren yang cantik dengan kaos pendek dan celana jeans serta rambut kecokelatan yang tergerai indah itu dengan ikhlas menawarkan diri menjadi sopir kali ini, selain sudah pandai menyetir, ia juga sudah memiliki SIM, untuk yang lain hanya malas saja, kalau Naishila belum di perbolehkan oleh orang tuanya.
Naishila dengan outfit berwarna cream dan rok panjang serta jilbab sebatas dada itu tampak cantik, ia begitu menyukai warna cream yang menurutnya aesthetic. Aliza dan Tamara tampak kompak dengan celana jeans yang berbeda hitam, Aliza mengenakan atasan kaos pendek yang dilapisi jaket Levis dengan jilbab segi empatnya, sedangkan Tamara ia mengenakan atasan bermotif bunga serta jilbab pashmina. Selera mereka memang berbeda, tetapi hati mereka tetap satu.
"Mau kemana si? Capek gue." Lauren mulai merasakan capek menyetir, menghela napas kasar, berharap ketiga sahabatnya itu mengerti.
"Mau kemana ini? Kasihan Lauren udah capek," ujar Naishila yang duduk di samping kursi kemudi. Ia menoleh ke belakang, menatap kedua sahabatnya yang saling bersandar di kepala sambil menatap gawainya masing-masing.
"Bentar-bentar." Tamara menegakkan tubuhnya. "Udah deket mall?" Tanyanya sembari meregangkan otot.
"Udah si, mau ke sana apa? Gue belok nih, capek gue."
Aliza tertawa mendengar keluhan Lauren, "ya udah, kasihan amat lo. Nanti traktir Boba, deh."
Mengiming-imingi Lauren itu mudah sebenarnya, belikan saja Boba satu cup atau satu botol, pasti diam. Dasar penggila Boba.
"Serius nih?" Kan, bisa di lihat wajahnya langsung berseri-seri.
"Traktir Naishila itu," jawab Aliza acuh. Niat hati hanya mengerjai Lauren, karena sosok Lauren itu mudah di kerjain, mukanya imut gimana gitu. Marah tidak, tertawa juga kadang-kadang tidak, susah untuk di ajak ngakak bareng oleh Aliza.
Sebenarnya Lauren juga kesal, tetapi ya sudahlah. Dia masih mampu membeli sendiri. Naishila melirik ke arah Lauren, ia jadi tidak tega. "Ya udah nanti gue beliin, mau berapa?"
"Terlalu baik, si Ummi," celetuk Tamara tanpa menoleh. Ia masih fokus dengan gawai yang menampilkan tulisan sapaan dari pacarnya.
"Yah, Ummi. Gue cuma ngerjain si Lauren. Tapi jadi aman duit gue, gue boleh nggak, Mi?" Tanya Aliza pada Naishila. Cocok jika Naishila itu dipanggil ummi oleh mereka. Selain sering menasehati, Naishila juga terlalu baik, seperti ini.
Memutar setir, lidahnya sudah terlalu gatal ingin berucap. "Nah, ini baru sahabat baik, Lo mah laknat. Makasih ummi, dua boleh?"
"Yee nguras!"
—*—
Setelah ada sedikit adu mulut karena Boba, mereka akhirnya sudah memasuki mall besar di ibu kota. Tadi mereka membeli Boba di kedai sebelah mall, karena sudah tidak sabar, jadilah membeli di sana. Naishila juga benar-benar membelikan untuk kedua sahabatnya, karena Tamara tidak mau dan dirinya sendiri tidak begitu menyukai Boba. Lauren tidak jadi membeli dua, Naishila langsung menegurnya, karena tidak baik untuk kesehatan.
"Minum tuh sambil duduk, ada baiknya tadi kita di sana dulu, habisin minuman, lo berdua," ujar Naishila pada kedua sahabatnya. Mereka berempat masih berkeliling belum menemukan benda yang mereka sukai.
Diriwayatkan juga dalam hadis Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melarang minum sambil berdiri.
“Jangan kalian minum sambil berdiri, Apabila kalian lupa, maka hendaknya ia muntahkan.” (HR. Muslim)
Menurut medis, minum sambil berdiri juga tidak baik untuk kesehatan, karena minuman akan langsung masuk ke ginjal tanpa di proses. Dapat mengganggu sistem kerja pencernaan hal ini bisa terjadi karena air yang masuk melewati usus akan langsung jatuh ke dinding perut.
Di sisi lain ada tiga cowok tampan yang berjalan tak jauh dari gadis itu. Malah sepertinya mereka akan menghampiri keempat gadis itu. Dengan gaya kasual yang menambah ketampanan mereka.
"Dor."
"Eh kodok ayam." Aliza yang masih minum itu tersentak saat mendengar suara berat seseorang, untung saja tidak tersedak.
Yang lain memasang muka kalem tidak kaget sama sekali, karena melihat sendiri siapa orang yang mengagetkan. Aliza berbalik, tatapannya tertuju pada cowok bergaya kasual dengan rambut rapinya. Aliza hampir saja menelan Boba bulat-bulat.
"Ngapain, lo pada?" Tanya Tamara sengit pada ketiga cowok yang membuat mereka mengangkat bahunya acuh.
Naishila menatap Aliza bergantian dengan Fabian yang masih menatap dirinya. "Kenapa si?" Tanyanya dalam hati.
"Ayo," ajak Lauren pada sahabatnya. Malas untuk berurusan dengan ketiga cowok itu, lebih kesal kepada Fabian yang tidak merespons Aliza. Terpaksa Lauren menarik mereka, sebenarnya Aliza sedikit tidak ikhlas tetapi sahabatnya sudah menarik, apa boleh buat? Mendengar pekikan Naishila mereka tidak jadi berjalan.
"Nggak usah pegang-pegang!" Naishila mengangkat tangannya, ia kesal, dengan lancangnya cowok bernama Andra— itu yang Naishila tahu, mencegah dengan menarik tangannya.
"Y-yaudah maaf, gue nggak tahu. Lo, Naishila?" Andra merasa tidak enak dengan Naishila yang menekuk wajah yang memerah. Pikiran Andra sudah melayang ke mana-mana, memuji kecantikan Naishila, tetapi cepat-cepat dia tersadar.
Naishila mengembuskan napas dan mengangguk.
"Kalian mau ke mana?" Tanya Andra, lagi. Ia sudah menyusun rencana kali ini. Jadi ia sangat berharap bahwa keempat cewek itu mau mengikutinya.
"Nggak tahu," jawab Lauren cuek.
"Ikut kita yuk, ya nggak bos? Nanti di bayari si bos," ucap Andra semau dia. Padahal Fabian sedari tadi hanya diam, kenapa malah membawa dirinya.
"Di bayari?" Siapa si yang tidak tergiur dengan pertanyaan itu.
"Gue nggak yakin elo itu anak orang kaya," cibir Vero, sahabat Fabian pada Tamara
"Bayar sendiri," seloroh Fabian. Bisa-bisa uangnya habis apalagi ada Andra.
"Ya udah mau ke mana?" Tanya Aliza pura-pura sengit, sebenarnya dalam hati ia memekik girang.
"Makan aja yuk." Usul Vero boleh juga, lagi pula siang-siang begini, mereka belum makan. Mereka berjalan ke arah Cafe yang tersedia di sana.
Sesampainya di sana, mereka mencari bangku yang muat untuk tujuh orang. Memanggil pelayan Cafe untuk mencatat pesanannya. Mereka menyamakan pesanannya.
"Kalian udah lama banget berteman gitu?" Tanya Vero yang ingin sekali tahu mereka. Karena jika di lihat mereka itu ke manapun pasti bersama.
"Dari SD kita," jawab Tamara menjentikkan jarinya yang membuat ketiga cowok itu mengangguk.
"Seberapa sayang kalian satu sama lain?" Mendengar pertanyaan Andra, membuat keempatnya saling pandang. Pertanyaan macam apa itu.
"Pertanyaan elo nggak penting banget," celetuk Fabian yang masih menatap gawainya sesekali melirik salah satu cewek di hadapannya.
"Rasa Sayang itu nggak harus di ungkapkan, apalagi sama sahabat bisa ke geer an senyum-senyum mirip orang gila," jawab Naishila santai. Ketiganya menoleh ke arah Naishila.
"Mi, lo tuh terlalu gengsi," seloroh Aliza membuat semuanya tertawa renyah.
Kegiatan tertawa mereka terhenti ketika pesanan mereka sudah sampai, mereka berterima kasih kepada pelayan dan bersiap untuk menikmati chicken katsu yang begitu menggoda lidah.
"Dari dulu gue mikir, ayam pas berdiri nggak ke jengkang? Coba bayangi ayam kalau berdiri itu udah hampir banget jatuh terbalik." Bisa kalian bayangkan sendiri pikiran Aliza tentang ayam. Kuasa Allah begitu besar, Masya Allah ....
Mereka tampak berpikir membayangkan ayam yang di maksud Aliza, tawa Naishila terdengar karena ia mampu membayangkannya. Bagaimana kalau ayam itu terjungkal? Tawa yang beradu mampu menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sana.
Done publish!!
Jangan lupa vote dan komen
TBC!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top