3- Nasihat ummi

بسم الله الرحمن الرحيم

Happy Reading!!

Terima kasih telah mempertaruhkan nyawa untuk sosok sepertiku

-Naishila Shafana Lazuardy-

"Abang, ih jangan rusuh kenapa si?"

Ruangan bergaya klasik dengan hiasan yang tersusun rapi dan benda-benda yang mampu memanjakan mata kali ini dalam suasana ramai, walaupun hanya di isi dua orang saja.

Kegiatan kakak adik jika bukan beradu mulut atau sesuatu yang membuat keramaian apa lagi? Sudah biasa bukan? Jadi, tak heran jika keduanya saling melempar candaan yang berakhir dengan pertengkaran. Jika berjauhan akan merasa kehilangan, jika bersama isinya hanya debat, dan pasti tidak akur. Sebenarnya itu salah satu bentuk kasih sayang antara kakak adik.

Seperti halnya Naishila sekarang, Abangnya yang kelewat jahil itu tak henti merecoki kegiatan Naishila yang tengah menonton film. Sebenarnya Naishila juga merindukan abangnya, tetapi gengsinya lebih besar dan memilih serius dengan film yang menampilkan hal berbau horor itu. Biasanya saja menonton film di kamar, tetapi kali ini di ruang keluarga bersama Abangnya.

Keano—Abang Naishila tak bosan mengambil perhatian sang adik. Keano baru beberapa hari pulang dari Yaman karena mengambil study di sana, setelah mendapat beberapa pertimbangan.

"Itu setannya keluar, Dek!" Kenao kembali menjahilinya.

Naishila itu sedang serius, dengan lancang Keano mengagetkannya. Naishila sudah menahan gejolak emosi, ini yang dia benci saat berdekatan dengan Keano.

Naishila menutup laptopnya dengan kasar, beranjak dari duduk dengan muka berapi-api. Namun beberapa langkah, tangannya di cegah oleh Keano.

"Kan Abang bercanda, Dek. Sini deh, kamu nggak kangen sama Abang?" Tanya Keano pada Naishila yang membuang muka.

Naishila itu tipe orang penakut, tetapi sangat menyukai hal horor. "Males," ujarnya menyentak tangan Keano. Berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

Bayangan hantu seperti yang tadi ia tonton mulai memenuhi otak. Tetapi ia terus berpikir positif, kenapa juga takut dengan hantu? Setelah meletakkan laptop di meja belajarnya, Naishila kembali ke lantai satu.

Ternyata Keano tidak ada di ruang keluarga, Naishila memilih berjalan ke belakang di mana letak taman asri milik keluarga Lazuardy berada. Naishila mendapati sang Ummi yang sedang duduk di gazebo.

"Ummi, Abang kok nggak ada?" Tanyanya pada sang Ummi.

"Ke supermarket," jawab Umminya malas, sudah hapal dengan tingkah anaknya.

"Yah ... Nai nggak di ajak, kan Nai pengin jajan, Mi." Naishila mengerucutkan bibirnya, kemudian duduk di samping sang Ummi, bersandar pada bahu beliau.

"Tadi aja ribut, di tinggal sebentar nyariin, gitu nggak kangen?" Ummi Fatimah terkekeh geli, mengusap kepala anaknya yang terbalut jilbab. "Ummi, boleh tanya?"

Naishila mendongak, sepertinya pembicaraan Umminya mengarah ke hal yang serius. Naishila mengangguk, kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Umminya lagi.

"Minggu lalu, kamu ngapain di warung bakso pojok?"

Naishila langsung menegakkan tubuhnya, jantungnya berdegup dua kali lebih kencang, lidahnya kelu. Apa yang harus ia jawab? Berkata jujur? Berbohong? Tetapi berbohong itu dosa.

"Jangan di ulangi lagi, ya. Nggak baik kaya gitu, kamu perempuan loh, perempuan itu memiliki rasa malu, malu di sini dalam hal akhlak kamu, Nak," ucap Ummi Fatimah begitu lembut, berusaha memberi pengertian kepada anaknya.

Naishila tidak pernah menjawab jika sedang di marahi. Bukan, lebih tepatnya saat di beri nasihat. Walaupun dalam hati sudah komat-kamit tidak jelas, namun lisannya tetap ia jaga, jangan sampai menyakiti hati malaikat tak ber sayapnya.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dia berkata; "seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam sambil berkata; "wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?" Beliau menjawab; "ibumu." Dia bertanya lagi; "kemudian siapa?" Beliau menjawab; "ibumu." Dia bertanya lagi; "kemudian siapa?" Beliau menjawab; ibumu." Dia bertanya lagi; "kemudian siapa?" Dia menjawab; "ayahmu." (HR. Bukhari)

Dalam hadits tersebut menyebutkan ibu sebanyak tiga kali, bahkan ada hadist lain yang menyebutkan bahwa surga di bawah telapak kaki ibu. Pantaskah kita membentaknya? Membuat beliau menangis? Tidak bukan? Maka berterima kasihlah kepada orang tua kita, tanpa beliau kita tidak akan ada di dunia, sekeras apapun beliau mendidik kita. Karena setiap orang tua pasti memiliki cara tersendiri dalam mendidik anaknya.

Matanya mulai berkaca-kaca, Naishila  mulai sadar bahwa tindakan itu salah. "Ummi, Nai minta maaf."

Ummi Fatimah tersenyum, beliau bersyukur memiliki anak yang selalu mendengarkan nasihat, tanpa menyela. Beliau mengusap pipi Naishila yang basah. "Jangan di ulangi lagi ya? Masih kecil juga jangan cinta-cintaan. Untung Ummi yang lihat, kalau Abi? Atau orang lain?"

"Sayang Ummi." Naishila memeluk Umminya. "Terima kasih telah mempertaruhkan nyawa untuk sosok sepertiku," lanjutnya dalam hati, Naishila tidak kuat untuk sekedar berucap.

—*—

Kegiatan libur semester jika bukan rebahan, bermain ponsel, jalan-jalan, apa lagi? Zaman sekarang sepertinya malas untuk melakukan sesuatu, itu yang Aliza rasakan. Pagi ini ia hanya berguling ke sana-kemari di kasur empuknya, membuka akun sosial media yang ia punya, namun tidak ada yang menarik sama sekali.

"Mau mandi tapi males, main hp cuma scroll nggak jelas, sosmed isinya gitu semua," monolognya. Kemudian Aliza kembali membuka gawainya.

"Duh, punya sahabat kagak ada yang ngajak jalan gitu?" Ketika membuka salah satu aplikasi yang sangat di gandrungi remaja milenial, Aliza menemukan story' Tamara, yang sedang jalan bersama pacar. Sudah biasa Tamara jalan bersama dengan sang pacar.

"Pacaran mulu, ni bocah. Andai gue punya ya, eh tapi jangan deh." Plin plan sekali Aliza ini, sudahlah. Aliza beranjak membuka pintu kamarnya dan menuruni satu demi satu anak tangga. 

"Loh, belum mandi?"

Aliza mengedarkan pandangannya, menggeleng kemudian duduk di single sofa yang tersedia di sana. "Males, Mim."

Aliza itu memanggil ibunya dengan sebutan Mimi, entah menemukan kata itu dari mana dan uniknya Mimi yang seharusnya berpasangan dengan Pipi, tetapi Aliza tetap memanggil dengan sebutan Ayah. Katanya biar berbeda dari yang lain.

"Mim, belanja kek atau apa gitu jalan-jalan ke mall, aku ikut deh," ucap Aliza yang sudah merasa bosan di rumah.

Dina menatap anaknya lamat-lamat. "Kamu aja belum mandi, itu tiga temen kamu nggak ke sini?"

"Nggak, liburan sendiri kali, kalau Tamara lagi pacaran, biasa Mim," ujar Aliza sembari mengembuskan napas, menyenderkan punggungnya pada sofa.

"Kamu nggak pacaran?" Tanya Dina pada anaknya, ya siapa tahu kan anaknya itu punya pacar.

"Nggak, Mim. Punya aja enggak, eh emang boleh pacaran, Mim?"

Dina tersenyum geli mendengar jawaban Aliza, tak salah jika anaknya itu sedang kasmaran, berarti anaknya normal. "Ya, nggak juga. Lagi suka sama siapa?"

Aliza itu sangat terbuka kepada orang tuanya, apapun masalahnya pasti selalu berbagi cerita kepada mereka, tidak malu, ataupun canggung. Berbeda dengan Naishila. "Ada, temen sekolah, kok aku jadi malu ya, Mim?"

"Alah bocah, cuma suka kan? Ya sudah, tapi jangan pacaran ya, ganggu kehidupan," gurau Dina, Dina itu sesosok sahabat paling luar biasa untuk Aliza.

"Tapi, Mim. Waktu itu kita berempat susun rencana gitu deh, terus si Nai bilang sama Fabian, kalau aku suka–" Aliza segera menutup mulutnya, kenapa jadi keceplosan menyebut nama Fabian? Niatnya tidak akan menyebutkan nama dia, tetapi ya sudahlah, toh sudah terbiasa apa-apa bercerita pada beliau.

"Ooh, namanya Fabian, Naishila? Kok berani dia bilang gitu?" Tanya Dina tersenyum geli, anaknya itu sangat menggemaskan menurutnya, sebesar apapun anak, tetap kecil di mata orang tuanya, masih perlu banyak bimbingan.

Jadilah Aliza menceritakan kejadian yang sesungguhnya kepada Dina, walaupun tidak sama persis seperti kejadian waktu itu.

"Naishila nggak di marahin orang tuanya?" Kenapa Dina bertanya demikian? Yang pasti karena Dina sangat paham latar belakang keluarga Lazuardy yang sangat menjunjung tinggi nilai agama, takut saja nanti malah Naishila diapakan oleh orang tuanya karena Aliza.

"Nggak tahu, Mim. Tapi Minggu lalu pas masih sekolah, Nai bilang nggak di marahin, aku juga deg-degan, Mim. Pas Ummi Naishila itu muncul tiba-tiba suruh Nai pulang."

Done publish!!
Jangan lupa vote dan komen!!
TBC!!

Gesss, misal ada perbedaan antara cerita yang di Wattpad sama versi di Instagram punyaku harap maklum ya, Itu gimana ya? Maaf deh, beda dikit gpp ya nanti coba aku cek lagi. Nghokeyy

Next!!!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top