2- Tentang Mereka

بسم الله الرحمن الرحيم

Happy Reading!!

Kalau bisa menang, kenapa harus kalah?

-Budak Nusang-

Murid baru itu berjalan menghampiri kursi kosong yang tersedia di kelas, di sebelahnya ada gadis cantik dengan jilbab putih tersenyum padanya.

"Hai Laura, aku Naishila, panggil aku Nai." Gadis bernama Naishila itu mengulurkan tangan di sambut oleh seseorang di depannya, Naishila tersenyum manis namun gadis di depannya malah mendengus kesal.

"Nama aku Lauren bukan Laura," ucapnya kesal, padahal baru saja Lauren memperkenalkan diri di depan kelas.

Naishila terkekeh melihat wajah kesal Lauren yang menurutnya lucu, ia juga malu karena salah menyebut nama. "He he ... Maaf."

Lauren tak menghiraukan itu, ia memilih memperhatikan guru yang sedang ceramah di depan.

"Kalian harus berteman baik dengan Lauren, ibu cukupkan saja sampai di sini, kalian boleh ke kantin dan mengajak Lauren berkeliling. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

Lauren tersenyum senang, belum apa-apa ia sudah merasakan nyaman di sekolah barunya. Sepertinya penghuni kelas ini menerima dirinya dan menyambut dengan baik.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, terima kasih Bu ...."

Setelah guru menghilang di balik pintu, semua siswa tanpa terkecuali menghampiri meja Naishila dan Lauren.

Semua berebut ingin berkenalan dengannya. Menyebutkan nama, bahkan yang lelaki sudah bertanya macam-macam, seperti menawarkan Lauren untuk menjadi pacarnya.

"Nama aku Budi, kamu mau jadi pacar aku?" Budi si cowok cungkring itu mengulurkan tangan namun tidak di sambut oleh Lauren.

"Ini bapak Budi, ini ibu Budi, lah anak Budi kagak ada akhlak banget," celetuk salah satu murid, sontak membuat beberapa siswa tertawa renyah. Receh si, tetapi cara bicaranya yang dibuat-buat dengan gaya menye-menye itu yang lucu.

"Udah sana bubar."

Mendengar sentakan itu membuat semuanya pergi, tersisa keempat gadis yang berbeda penampilan.

"Hai, kenalan dong sama aku, panggil aku Tamara." Mengibaskan rambut dan tersenyum pada Lauren.

"Aku Aliza."

Lauren tersenyum dan mengangguk kepada dua orang yang menurutnya aneh, lalu ia tersenyum.

"Maaf, Lau ..." Naishila tampak mengernyitkan dahi mengingat sesuatu. "Lauren? Kamu orang mana si, rambutnya coklat."

Lauren jengah, pasti Naishila itu lupa lagi dengan namanya. "Papi aku asli Amerika mami orang Indonesia, tapi aku sekarang menetap di Indonesia."

Ketiganya tampak melongo, iya si Lauren itu cantik, rambutnya yang kecoklatan, bola matanya pun berwarna coklat, kulit putih, seperti bukan orang Indonesia.

"Kok bisa lancar ngomong Indonesia?" Tanya Aliza, sebelum ada yang menyerobot pertanyaannya.

"Sering di ajak mami ngomong gitu."

Ketiganya mengangguk.

"Oke, kita sahabatan ya, bertiga kurang mantap, jadi di tambah Lauren. Setuju?" Tanya Tamara pada mereka.

"Boleh," ucap Naishila dan di setujui oleh Aliza.

Lauren tampak berpikir. "Nggak apa-apa aku masuk geng kalian?"

"Please, ini bukan geng dan kita nggak geng-geng an."

"Sumpah kalian dulu lucu banget, mana SKSD sama gue, gue paling kesel sama Nai."

Jam istirahat Kali ini mereka sedang berada di kantin menunggu makanan yang belum siap dan diantarkan oleh ibu kantin. Sembari menunggu mereka bernostalgia kala baru pertama kali bertemu.

"Iya tuh, baru juga kenalan udah lupa, tapi gue heran elo pelupa gini tapi pinter," ujar Aliza tanpa dosa kepada Naishila. Memang benar juga ucapan Aliza.

Tidak ada kata sakit hati karena ucapan dari sahabat, malah dari mereka suka meminta ucapan pedas untuk menyadarkan salah satu di antara mereka.

"Udah takdir kali." Naishila pasrah. Lagipula ia juga tidak meminta kepada sang kuasa untuk menjadi mudah pelupa dan memiliki otak smart.

"Laura sama Lauren itu beda, ya mirip dikit si," ucap Tamara sembari merapikan rambutnya dengan jari. Kebiasaannya, gadis penyuka make up itu sangat memperhatikan penampilan, rambut geser sedikit langsung di benahi.

Naishila menghiraukan ucapan Tamara, kemudian menatap Lauren. "Lau, ini gue baru sadar ya, elo orang Amerika tapi nama lo Eropa?"

"Emang iya?" Buru-buru Aliza bertanya.

"Iya nama Rong kan Eropa," ujar Naishila yang tahu, karena ia membuka buku nama dan arti untuk bayi milik Abinya.

"Kok tahu si? Granpa yang ngasih nama katanya biar keren," jawabnya sembari terkekeh.

"Baca-baca di buku nama punya Abi, eh ada nama lo." Membaca memang segalanya, pasti ada sesuatu di balik tulisan dan benda tebal itu. "Lo, masih inget si Budi?" Lanjutnya.

"Budi Doremi?" Timpal Tamara.

Aliza menjitak kepala Tamara. "Budi cungkring, ini bapak Budi sama ibu Budi."

"Udah ah, tuh makan aja udah sampe," ucapnya pada mereka, malas sekali membahas cowok cungkring itu. "Bu, kok nggak teriak panggil kita?" Tanyanya pada ibu kantin.

"Nggak usah atuh, sok mangga." Ibu kantin itu mempersilakan padanya.

"Makasih ibu ...."

—*—

Seluruh murid SMA Nusa Bangsa mengisi lapangan futsal, ada yang tiduran, duduk, bermain ponsel, dan masih banyak lagi. Di pojok kanan terdapat siswa kelas XI MIPA 5 dimana murid lelaki yang menjadi perwakilan lomba futsal antar sekolah itu sedang bersiap-siap, sedangkan kaum hawa sedang menceramahi sang Adam yang akan bertanding di babak final.

Karena semester satu berakhir jadi SMA Nusa bangsa mengadakan clasmeeting. Dimana pertandingan futsal kali ini menjadi penutup acara.

"Pokoknya, kita harus menang dari IPS 5, jangan sampai kalah."

"Harus semangat, please jangan licik. Biarpun mereka main licik, kita main halus dan sportif aja, guys."

Suara dari mulut hawa itu sangat memenuhi gendang telinga, sampai Adamnya MIPA 5 itu malas mendengarkan. Bagaimana tidak malas, mereka hanya menceramahi untuk menang, dan perkataan itu-itu saja.

"Udah tenang aja, kita bakal menang, yang penting kalian ciwi-ciwi jangan berhenti semangatin kita."

"Keluarkan suara toa kalian."

Ucapan dari ketua kelas yang menjadi kapten futsal mereka itu mampu menyihir mereka. Dia begitu tenang, dan tatapan yang sangat meyakinkan bahwa mereka bisa.

"Menang kalah, soal biasa. Menang Alhamdulillah, kalah ya kita udah berusaha, jadi harus apa. Tapi kita akan berusaha semaksimal mungkin."

Kelas seperti inilah yang diidamkan mereka, kelas lain kadang merasa iri pada MIPA 5 yang selalu kompak.

"Kav, itu udah di suruh ke sana," ucap anggota OSIS yang menghampiri kerumunan MIPA 5.

Sang kapten memberi kode untuk menuju tengah lapangan. Sontak seluruh anggota itu mengikutinya. Yang ikut serta futsal mengikuti sang kapten menuju tengah lapangan yang terdapat murid IPS 5 sebagai lawannya. Dan yang tidak ikut lomba, duduk di pinggir lapangan tepat di posisi mereka.

"SEMANGATT!!"

Suara dari mulut ataupun dari alat-alat untuk meramaikan itu terdengar merdu, di tambah bunyi botol dan drum yang mereka pinjam dari ruang musik.

Babak demi babak dilalui. Skor yang terus seri itu menambah sedikit kecemasan.

"KAVIAN, SEMANGAT ADA NAI DI SINI," celetuk Tejo yang duduk tak jauh dari Naishila. Dari rumor anak MIPA 5 si ketua kelas itu menyukai Naishila.

Naishila menatap sengit Tejo. Ide jahil muncul di otaknya. "KAVIAN, SEMANGAT KAMU HARUS MENANG, AYO CETAK GOL."

Waktu permainan sebentar lagi usai. Belum juga ada kejelasan siapa yang akan memenangkan pertandingan.

Kavian yang mendengarkan sorakan dari temannya itu menambah kecepatan menggiring bola, membawanya menuju tempat lawan.

"GOLLL."

"GOL TENDANGAN CINTA DARI BABANG KAVIAN UNTUK ENENG NAISHILA," sorak satu kelas minus Naishila dan Kavian.

Tepat di mana waktu berakhir, bola itu ikut masuk ke dalam gawang lawan. Mereka semua masuk ke tengah lapangan. Berlari tanpa memperdulikan tatapan orang-orang di sana.

Bahkan ada yang berdecak kagum dan iri karena kekompakan mereka, tak banyak juga yang menatap jijik dan tidak suka karena tingkah ke alayan mereka.

Setelah berkumpul semua, mereka berdiri melingkar, menumpuk tangan. "KALAU BISA MENANG, KENAPA HARUS KALAH!!"

Anggap saja itu slogan MIPA 5, kelas itu memang unik. Namanya saja Budak Nusang, budak ini bukan budak pembantu, tetapi budak yang berarti anak, seperti yang mereka dengar di kartun kembar botak. Anak Nusa Bangsa, seperti itulah mereka di kenal, kelas yang berisi murid bobrok tetapi memiliki otak cerdas.

"Woo, slogannya keluar. Selamat kepada XI MIPA 5." Suara yang melalang buana dari cowok yang menggunakan mic.

Setelah merasa puas, mereka hengkang dari lapangan. Berjalan ramai-ramai menuju kelas.

Menepuk pelan bahu sang kapten, cowok yang biasa di sapa Jono itu berujar. "Kakap, Ini gara-gara teriakan Tejo nggak si?" Dari 15 murid lelaki MIPA 5 itu tidak ada yang benar dalam menyebutkan nama.

"Nggak, udah takdir menang, gue aja yang hebat," ucapnya hiperbola.

"Sombong amat," ujar seluruh anggotanya.

Keempat gadis yang berbeda tinggi itu berjalan di belakang sendiri, sembari membicarakan yang menurut mereka sangat penting. Seperti membicarakan doi. Sepertinya, kebiasaan cewek jika sedang kasmaran tidak henti membicarakan dia.

Karena IPS 5 tadi merupakan kelas Fabian, yang pasti mereka jadi teringat kejadian kemarin. "Sumpah, gue tuh kemarin udah deg-degan," lapor Aliza pada mereka, benar-benar keberanian Naishila itu membawanya pada rasa takut, setalah itu muncul ummi Naishila juga.

"Kata ummi kalau nggak deg-degan mati."

Mendengar ucapan sok polos Naishila membuat ketiganya menonyor kepalanya. Tamara dari arah kanan, Lauren depan, dan Aliza kiri. Jadi apa kepala Naishila? "Nggak usah sok polos."

"Yang jadi masalah itu, kemarin lo di marahin sama ummi nggak?" Tanya Aliza, lagi.

"Kagak, ummi nggak nyinggung sama sekali."

Ketiganya bernapas lega, berarti ummi Naishila tidak melihat kejadian kemarin. Sesampainya di kelas, mereka langsung menghempaskan tubuhnya di lantai, menyusul teman lain yang sudah rebahan.

"Bagi minum dong."

"Kapan pulang si?"

"Ayo cabut."

Berbagai macam suara yang menyatu mampu menghidupkan suasana. Naishila bangkit, membuka pintu dan berjalan santai ke arah luar. Malas mendengar ucapan tak penting mereka.

Naishila tersentak saat akan menabrak seseorang. "Eh."

"Panggilin kavian."

Naishila berbalik, mengintip di sebalik pintu. "Kavian kamu di cariin Fabian."

Mendengar suara Naishila, Kavian beranjak menemui Fabian. Sebelum itu ia menatap Naishila. “kamu masuk sana, ini obrolan lelaki.”


Done publish!!
Jangan lupa vote dan komen!!
TBC!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top