1- Keberanian Naishila
بسم الله الرحمن الرحيم
Happy Reading!!
Jangan berteman yang hanya mau menemanimu ketika kamu sehat atau kaya karena tipe teman seperti itu sungguh berbahaya sekali di belakang hari.
-Imam Ghozali-
Siang ini begitu terik. Tidak, tidak seperti biasanya. Ada sedikit semilir angin yang mampu menyejukkan hati. Jam belajar yang di gunakan untuk berpanas-panasan akhirnya selesai juga, namun sial, tidak ada kendaraan yang mengangkut dirinya pulang. Mengingat jam pulang kali ini lebih awal dari biasanya. Salah satunya cara hanya jalan kaki.
Terlarut dalam lamunan, tak sadar Naishila menabrak seseorang. Naishila mendongak menatap seseorang yang di taberaknya.
"Maaf," cicit Naishila, setelah itu Naishila kembali berjalan sedikit cepat ketika melihat keberadaan ke-tiga sahabatnya yang tak jauh dari arahnya.
"Girls, tunggu," teriak Naishila yang mampu di dengar oleh sahabatnya. Ada Aliza, Tamara, dan Lauren.
Menumpu tangan pada lutut, napasnya tersengal. Sahabatnya hanya memperhatikan Naishila yang masih kecapekan. Tidak memberi minum atau memberikan selembar tisu untuk mengelap keringat di dahinya.
"Capek?" Tanya Lauren dengan nada mengejek. Naishila tidak mengindahkan pertanyaan Lauren. Menegakkan tubuhnya dan membenarkan letak jilbab seraya mendekat ke arah Aliza.
"Yok jalan," seru Tamara semangat.
Mereka ber-empat kembali melanjutkan perjalanan menuju halte bus dengan sedikit candaan dan percakapan kecil. Jarak rumah mereka tidak beda jauh kurang lebih selisih 200-300meter. Mereka sudah bersahabat sejak SD kelas 6. Sekolah di SMP dan menempati kelas yang sama, sampai sekarang SMA kelas 11 mereka masih bersama, tidak tahu nanti kelas 12 entah masih satu kelas atau tidak, karena yang mereka tahu nanti akan di acak sesuai dengan nilai yang mereka dapatkan.
"Lo, masih pacaran?" Tanya Aliza penuh selidik kepada Tamara. Tamara hanya mengangguk sebagai jawaban. Dari mereka ber-empat Tamara lah yang sudah berpacaran.
Lauren menatap ke duanya. "Lo, pengin?"
"Pengin si, tapi gue takut dosa," ujar Aliza cengengesan. Ada yang seperti Aliza, aneh memang, tetapi setidaknya dia masih ingat dosa.
"Cewek bar-bar tapi masih terkontrol, gue suka gaya, lo," celetuk Naishila yang sedari tadi hanya menyimak obrolan mereka.
"Iya dong," ucap Aliza bangga. "Tuh bus, kuy naik," lanjutnya kala melihat bus yang sudah di depan mata.
"Tapi nih ya, ada yang ngomong sama gue kalau lagi suka sama seseorang gitu." Liriknya pada Aliza, yang di lirik hanya memutar bola matanya jengah.
"Sama siapa Al?" Tanya Lauren yang paham dengan pembahasan Tamara. Aliza tidak menjawab.
Naishila duduk manis menikmati angin yang masuk dari celah jendela. Sesekali mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Menatap gawai, ia mendapat pesan dari ummi-nya, bahwa beliau akan keluar bersama Abi-nya karena ada acara di kantor rekan bisnisnya.
"Orang tua kalian lagi pergi nggak?" Tanya Naishila mengalihkan pembicaraan mereka.
"Tadi pagi si mami gue bilang mau temenin papi ada acara bisnis," jawab Lauren cepat, dua manusia itu hanya mengangguk, masih mengobrol tentang cowok yang Aliza suka.
"Sama dong," ujar Naishila, ia akan merencanakan sesuatu agar tidak mati kebosanan di rumah sendirian.
"Mending nanti main ke rumah Ali aja," ucap Tamara, yang di maksud Ali adalah Aliza, tidak ada yang benar memang bila mengucap nama sahabatnya.
Sahabat memang suka seperti itu ya, bila sakit bukannya mendoakan malah memampuskan, yang sering terjadi ketika jatuh bukannya membantu malah tertawa, pertolongan pertama bagi sahabat yang jatuh adalah tertawa. Tetapi itu yang asik dari hubungan persahabatan, kata Aliza supaya nanti bisa untuk cerita anak cucu.
"Ya udah, nanti main aja ke rumah gue, nanti gue cerita."
—*—
Setelah berganti pakaian dan makan siang, Naishila bergegas menuju garasi untuk mengambil motor. Mengendarai dengan kecepatan normal. Sesampainya di rumah Aliza, Naishila di sambut oleh Lauren yang duduk sendiri di teras depan.
"Siang, sendiri aja nih mirip jomlo," gurau Naishila pada Lauren yang sedari tadi menatapnya.
"Siang cantik, emang saya jomlo Bu, ayo naik, udah di tunggu," jawab Lauren santai, kalau Tamara yang di ajak bergurau pasti sudah ngamuk.
"Assalamualaikum," salam Naishila lirih ketika memasuki rumah Aliza, walaupun tidak ada yang menyahut, setidaknya ia mengucapkan salam.
Mereka berdua masuk ke rumah Aliza, menaiki tangga menuju kamar Aliza. Ternyata Tamara sudah ada di sana, seperti orang gila sedang bernyanyi keras mengeluarkan suara fals yang di buat-buat.
Lauren menghampiri Tamara, berdiri di depan Tamara meraih kedua pipinya dan bersiap mengeluarkan suaranya. Naishila Dan Aliza bersiap menutup kedua telinganya.
"AAAAA," teriak Lauren tepat di depan muka Tamara tak kalah keras dengan suara Tamara. Refleks, Tamara memukul lengan Lauren.
Untung saja lengan, Lauren sangat bersyukur kepada Tuhan. "Untung lengan, bukan muka, makasih Tuhan."
"Gue mau tanya nih?" Celetuk Aliza, setelah acara teriakan Lauren dan Tamara selesai. "Misal, nih misal ya gue miskin atau siapapun dari kita ada yang miskin, apa kita akan bersahabat gini ya?"
"Nah, gue juga pernah mikir gitu, Al." Ya, karena memang mereka semua keturunan Sultan. Keluarga mereka bukan kaleng-kaleng.
"Tapi, Nai, Al. Ini bukan harta kita, eh bukan gitulah, iya juga yah," ujar Lauren menggaruk rambutnya yang tak gatal.
"Kayaknya kita tetap sahabatan, kita aja berteman sama siapa aja kok, nggak pandang bulu kan?" Tanya Tamara meyakinkan mereka.
Bila di sekolah mereka juga tidak hanya berempat, tetapi suka bergabung dengan teman yang lain, entah itu siapa, asalkan tulus dan mau untuk berteman.
Tetapi tidak ada yang tahu, jalan cerita kehidupan. Allah sebaik-baik penulis skenario, ini sudah menjadi takdir-Nya. Menerka-nerka apa yang terjadi memang sulit, entah benar atau salah hanya prediksi sendiri yang menurutnya paling tepat, kembali lagi ke takdir.
"Iya si, lagian kekayaan orang tua kita juga beda jauh, nggak keluarga terkaya nomor pertama sama keluarga kedua, tiga, empat, lima gitu. Beda jauh kita coy."
Naishila mengangguk-angguk mendengar jawaban dari Lauren dan Tamara.
"Tumben, itu pikiran sedikit terbuka," ujar Tamara yang mendengar ucapan Lauren tadi. Lauren mengangkat bahunya acuh.
Tamara beranjak dari duduknya berjalan menuju balkon kamar Aliza, membuat Lauren cemas karena tadi Lauren tidak menanggapi ucapannya.
"Tamara! Lo marah sama gue?" Lauren ikut beranjak dan menyusul Tamara.
"Kagak elah, lebay amat, lo."
Mendengar jawaban Tamara, Lauren bernapas lega, "lah kan situ, suka gitu, ya siapa tahu kan."
"Ngajak ribut beneran?"
Naishila melirik Aliza sembari mengangkat dagunya memberi kode pada Aliza. Keduanya ikut menuju balkon. Siapa tahu Tamara dan Lauren adu mulut, mereka akan menonton.
"Kalian ngapain ngikut?" Tanya Lauren sinis.
"Rumah-rumah gue, ya suka-suka gue lah."
"Ribut aja lah udah," celetuk Naishila yang sudah lama jengah dengan keadaan ini.
Sudah sering terjadi seperti ini, namun tidak jadi ribut. Sulit untuk ribut, bila benar-benar berantem pasti hanya adu mulut, saling mendiami beberapa hari, setelah itu menertawai apa yang telah terjadi. Tidak pernah serius.
Keadaan hening, tidak ada yang membuka suara sekitar lima menit lamanya. Hingga Tamara mengejutkan ketiganya terutama Naishila yang sedang melamun.
"Ali, doi, lo tuh," pekik Tamara heboh. Aliza langsung beranjak dan matanya mulai jelalatan entah menatap kemana. Lauren menatap lamat-lamat seseorang yang melintas di depan rumah Aliza. Sedangkan Naishila, ia menyipitkan matanya berusaha melihat siapa seseorang yang di sukai Aliza. Sial, ia tidak memakai kacamata.
Jiwa kepo Naishila mulai meronta. "Siapa si, Al? Gue nggak jelas lihatnya."
"Itu loh, kelas sebelah, si Fabian," kata Lauren asal ceplos, siapa yang tahu, ceplosan Lauren benar. Karena tadi Lauren melihat dengan jelas lelaki pengendara motor merah itu.
Mengernyit, mengingat bahkan mencari-cari seseorang bernama Fabian dalam ingatannya tetapi tidak ada. "Fabian? Nggak tahu gue."
Menepuk bahu Naishila pelan, sambil meringis. "Gini nih, sahabat gue."
"Apa si, Al." Melepas paksa tangan Aliza yang sedang menepuk bahunya.
"Makanan dong, Al." Tamara yang doyan makan mulai bosan. Ia mulai mencari makanan dan merengek kepada sahabatnya.
"Kan gue tadi chat elo, suruh bawa makanan sendiri, stok makanan gue abis." Sebelum Tamara datang ke rumah, Aliza sudah memberi kabar bahwa stok jajannya habis dan meminta agar Tamara membawa sendiri. Aliza malas untuk keluar saat panas seperti ini.
"Ya udah yuk, cari makan lah," ajak Tamara yang sudah pasti tidak bisa di ganggu gugat. Mereka berjalan beriringan menuju tukang bakso yang mangkal di pinggir gang masuk rumah Aliza. Sesampainya di sana Aliza terkejut, menetralkan degup jantung yang berdetak dua kali lebih cepat.
"Ssttt, doinya Aliza."
Naishila mengedarkan pandangan, ternyata cowok bernama Fabian, adalah seseorang yang di taberaknya sewaktu pulang sekolah. Tamara membisikkan sesuatu pada Naishila.
Rasa setia kepada sahabat membuat dirinya menyetujui ucapan Tamara, apapun akan Naishila lakukan untuk sahabatnya. Tidak hanya Naishila, siapapun dari mereka akan mengorbankan sesuatu demi sang sahabat. Semoga tidak menimbulkan masalah.
"Lo yakin, Tam?" Tanya Aliza sedikit cemas.
"Kan tadi kita udah bahas ini, Ali," jawab Lauren, yang membuat Naishila bingung. "tadi pas, lo belum ke rumah Ali," lanjut Lauren menjelaskan pada Naishila.
"Oke, kalau gagal gimana? Kalau berhasil si gue seneng banget, apalagi buat sahabat, apa si yang enggak." Naishila mulai menghampiri Fabian, ada sedikit rasa takut. Tetapi Naishila akan mencoba demi sang sahabat.
Naishila menarik napas dalam dan mengembuskan. "Hai, lo Fabian?"
Fabian yang mendengar sapaan Naishila mengernyit heran. Tak membalas sapaannya.
"Ada yang suka sama, lo." Tidak pernah terpikirkan sama sekali, bahwa dirinya akan seberani ini.
Fabian mengangkat sebelah alisnya, Naishila yang tahu maksud Fabian, ia menunjuk ke arah Aliza. "Dia."
Fabian mengikuti arah tunjuk Naishila, tak menjawab Fabian menatap Aliza, kemudian Fabian memilih pergi mengendarai motornya. Punggung lebarnya terlihat semakin mengecil bahkan sudah menghilang.
"Nai!"
"U-ummi?"
"Pulang!"
Done publish!
Jangan lupa vote dan komen
TBC!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top