Naga

"Erau identik dengan naganya. Simbol naga di Tenggarong merupakan representasi magisnya keturunan Aji Batara Agung Dewa Sakti dan Putri Karang Melenu."

"Mengulur naga adalah acara puncak. Dua replika naga akan dibawa dari Keraton Kutai ke Kutai Lama lewat jalur Sungai Mahakam. Jika ini sudah dilakukan, maka pesta Erau sebentar lagi akan berakhir."

"Terlihat menyenangkan ya? Akan lebih menyenangkan jika Aku menyelipkan bom. Apakah kalian bisa menemukannya? Aku menantang kalian, Orang-Orang Munafik! Temukan atau Aku merusak momen berharga ini."

Di suatu ruang di Keraton Kutai Kartanegara Ing Martadipura, dua pria sedang duduk berhadapan. Satunya berseragam polisi, satunya lagi berbaju adat petinggi Kutai. Deru kipas di atas plafon mengisi suasana di ruang itu si mana salah satu fokus membaca sebuah surat dan satunya menatap cemas.

Petinggi Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura yang sekaligus menjadi penyelenggara utama Erau tahun ini dibuat pucat. Ia melipat kembali kertas ancaman di tangannya, memandang Kepala Keamanan Erau dari kepolisian Kutai Kartanegara dengan wajah gundah. "Kalau begitu, batalkan saja acaranya," katanya, spontan. Air mukanya tidak ingin pesta Erau menjadi momen menakutkan dan memakan korban jiwa.

"Pastikan Anda membaca paragraf terakhir di pesan itu." Terselip penolakan dari Kepala Keamanan Erau. Petinggi Kesultanan membuka kembali kertas ancaman dan menggulirkan mata ke paragraf terakhir.

Di sana tertulis, "Acara harus tetap berlangsung. Aku hanya meminta kalian menemukannya atau menemukan kontrolernya di suatu tempat. Jika acara dibatalkan, selain kalian membuat kesal masyarakat, kalian akan mendapat bom lain di beberapa titik wilayah. Mau memakan korban jiwa lebih banyak? Aku tidak keberatan membunuh banyak orang."

Petinggi Kesultanan meneguk ludah dengan susah payah.

"Saran saya, acara ini tetap diadakan," saran Kepala Keamanan Erau. "Yang diperlukan hanya membatasi massa yang berdatangan. Kalau dihentikan, ditakutkan bom lain akan meledak dan kita tidak tahu itu tersebar di mana saja."

Petinggi Kesultanan melepas kacamata bacanya dan memijit pelipis. "Ayo, kita diskusikan dengan petinggi lain. Acara ini memang seharusnya tetap berlangsung, tapi kalau begini keadaannya, ini sama sekali tidak memungkinkan." Ia meraih ponselnya dan mulai mencari kontak para petinggi lainnya.

Kepala Keamanan Erau hanya mengangguk setuju. Ia memang butuh pendapat banyak kepala. Semoga solusi terbaik hadir dari pendapat-pendapat mereka.

***

Aldi dan Arin, dua pasangan suami-istri ini benar-benar tidak sabar menunggu pesta Erau. Untuk mengawali pesta Erau tahun ini, pemerintah mengadakan sebuah pertunjukan di Stadion Bola Rondong Demang, yaitu pertunjukan tari massal.

Aldi sebenarnya bertugas mengamankan pesta Erau dari awal sampai akhir selaku perwakilan kepolisian Samarinda yang bekerjasama dengan kepolisian Kutai Kartanegara. Namun, hari ini dia dibolehkan menemani istrinya dan bisa ganti menjaga saat pesta Erau diadakan di salah satu museum di Tenggarong, yaitu Museum Mulawarman.

Saat terkagum-kagum dengan pertunjukan tari di stadion, Aldi merasakan teleponnya bergetar. Ia langsung merogohnya dan mengernyit saat melihat nama pemanggil.

Kepala Keamanan Erau meneleponnya--itu telepon grup, dirinya tidak dipanggil sendirian. Aldi langsung mencolek Arin dan wanita itu menoleh. "Aku ditelepon. Nanti ke sini lagi," katanya setengah berteriak karena suasana sedang ramai tepuk tangan.

Perempuan berhijab itu langsung memasang wajah jengkel. "Pasti atasan, 'kan?"

Aldi menghela napas, lalu mengangguk.

Arin mendengkus. Inilah resiko bersuami seorang polisi. Dia tidak akan bisa bebas dari tugasnya meskipun diberi waktu libur. "Ya sudah, nanti kembali lagi ke sini." Arin kembali fokus kepada pertunjukan dan bertepuk tangan.

Aldi langsung menerima panggilan telepon tersebut dan mencari tempat yang jauh dari keramaian untuk dapat mendengar Kepala Keamanan Erau.

"Halo? Apa semuanya ada di sini? Saya ingin menyampaikan sesuatu." Kepala Keamanan tidak berbasa-basi. "Untuk yang belum masuk panggilan grup, bisa diberitahu lewat pesan."

Aldi mendengarkan dengan seksama di parkiran motor yang letaknya 10 meter dari pintu utama stadion.

"Saya ingin sore ini kita berkumpul di kantor Kepolisian Kutai Kartanegara. Ini menyangkut pengamanan Erau. Kita mendapat kabar bahwa ada bom di pesta Erau kali ini. Jadi, kita harus berkumpul untuk merencanakan strategi dan menemukan bom itu."

Darah Aldi rasanya berhenti sejenak. Ia menjauhkan telepon dari telinga sejenak untuk mencerna ulang.

"Siap laksanakan!" Belum sempat mencerna, salah satu rekan langsung menanggapi. Kalimat yang sama terus berbunyi di ponsel sampai Aldi juga mengucapkannya.

Tak berselang lama, telepon pun dimatikan. Aldi memeriksa pesan grup di WhatsApp tempat rekan-rekannya heboh perihal informasi barusan. Aldi menarik napas dan membuka chat itu sebelum mematikan ponselnya.

***

Jam 11 tadi malam, sekuriti kantor kepolisian Kutai Kartanegara tertidur di posnya sebelum terbangun karena temannya menoyor kepalanya, iseng. "Tuh, kertas atas meja. Ndi tau punya siapa." Pemuda bermata sipit itu duduk di sebelah temannya yang tertidur. Temannya menggeram kesal sebelum meraih kertas yang dimaksud dan membacanya dalam hati.

Beberapa detik kemudian, ia terbelalak dan mengerutkan dahi. "Ini surat ancaman," gumamnya. Temannya yang menyeruput secangkir kopi di tangan langsung menoleh dan mereka pun saling bertatapan.

Mereka langsung ke pihak berwenang, mengadukan apa yang ditemukan dan minta izin untuk memeriksa CCTV. Namun, sayang sekali, CCTV pos sekuriti sedang rusak dan belum diganti. Mereka jadi kehilangan petunjuk siapa yang sudah memberikan kertas itu kepada mereka.

Sore ini, pertemuan di kantor kepolisian Kutai Kartanegara diadakan secara mendadak untuk membahas hal itu. Kepala Keamanan Erau sudah berdiskusi dengan para petinggi Kutai dan saatnya membicarakan itu kepada para pengaman.

Naga. Semua orang di ruangan itu tertuju pada satu hal, yakni replika naga bini dan naga laki untuk acara puncak Erau. Naga itu nantinya akan dihanyutkan dari Keraton Kutai ke Kutai Lama lewat Sungai Mahakam. Akan sangat mengerikan jika ada bom di replika tersebut mengingat nantinya replika naga berdekatan dengan massa.

"Acara ini tidak bisa dihentikan. Pengancam memiliki rencana lain untuk 'mengisi Erau' tahun ini jika pestanya dibatalkan, yaitu meledakkan bom-bom lain di beberapa wilayah." Kepala Keamanan Erau menerangkan. Wajah-wajah dalam ruangan seketika cemas.

Bisik-bisik mulai terdengar. Ada yang bergumam, "Pengancam dapat keberanian dari mana melakukan dan merencanakan hal seperti ini?" Ada yang menyahut, "Paling orang caper--ya tetap harus diurus sih."

"Tidak ada pengirim? Atau lokasi bom mungkin?" tanya salah satu dari mereka kepada Kepala Keamanan Erau.

"Tidak, ini membuat kita harus bekerja ekstra," jawab Kepala Keamanan Erau. "Pelaku bisa menaruh bom di mana saja. Yang perlu kita lakukan adalah mengawasi beberapa tempat ramai dan memastikan tempat tersebut aman."

"Tapi, ini hanya seputaran Tenggarong, 'kan?" tanya Aldi.

"Ya, hanya seputaran kota ini." Kepala Keamanan Erau mengangguk.

"Bagus, setidaknya kita bisa mempersempit lokasi kemungkinan ada bom," timpal pria dengan kacamata hitam di atas kepalanya. "Mungkin yang ramai di acara Erau kali ini hanya di Museum Mulawarman, bekas Keraton."

"Kita benar-benar harus mengamankan lokasi itu malam ini, memastikan tempat itu steril dan memindai sudut-sudut ruangan menggunakan alat pemindai logam, terutama memindai replika naganya."

"Struktur naganya pakai kayu, supaya tidak berat saat ditaruh di perahu." Seorang rekan memberikan informasi yang didapat dari internet.

"Ya." Aldi tahu itu. "Kita hanya memastikan tidak ada bom di replika itu."

Usul Aldi disetujui oleh Kepala Keamanan Erau dan mereka langsung membentuk tim pencari dan penjinak bom. Mulai malam itu, mereka tersebar ke beberapa tempat populer di Tenggarong, seperti Monumen Pancasila, Masjid Agung, kantor bupati, jembatan penyeberangan, dan Taman Kota Raja. Sebagian besar diutus ke Museum Mulawarman untuk menetralkan tempat tersebut sebelum malam besok didatangi oleh keluarga kesultanan. Aldi dan rekan-rekannya langsung memusatkan perhatian ke replika naga laki dan naga bini.

Alat pemindai logam digerakkan ke sekitaran replika. Untuk melihat bagian dalam replika, mereka menggunakan alat canggih pendeteksi struktur replika. Karena replika naga menggunakan kain sebagai bahan penutup, mudah untuk mereka mengetahui bahan penyusunnya.

"Naga bini clear!" seru seseorang yang memeriksa salah satu replika naga. Yang mendengar hanya memberikan isyarat jempol sebagai tanggapan.

"Naga laki sedikit mencurigakan." Atensi semua orang langsung kepada tim yang memeriksa replika naga laki.

Aldi sebagai salah satu pemeriksa replika naga laki mengamati desain sang naga. Antara naga bini dan naga laki memiliki perbedaan pada warna mahkotanya. Naga laki memiliki warna mahkota yang lebih terang daripada naga bini. Setidaknya itu saja perbedaan yang bisa dia identifikasi saat ini.

"Bagian kepala naganya ada sesuatu yang tidak bisa dipindai." Hardian, polisi muda yang sedari tadi memeriksa naga laki dengan alat canggih pendeteksi struktur mengerutkan dahi.

"Coba lihat." Aldi mendekat. Ia melihat hasil pemindaian di tablet Hardian. Semacam ada sesuatu berbentuk bundar lempeng yang menempel di kepala naga.

"Itu juga ada di kepala naga bini, kok." Salah satu anggota pemindai naga bini bernama Tyo. Ia memperlihatkan salah satu hasil pemindaiannya kepada mereka berdua.

"Tapi, ini unsur logamnya lumayan kuat," sanggah Hardian. Lelaki itu menyuruh temannya untuk memindai bagian kepala naga laki dengan pemindai logam dan suaranya berdering berkali-kali dengan ritme cepat pertanda unsur logam di dalam replika cukup kuat.

Tyo mengernyit. Ia pun menyuruh rekannya untuk memindai kepala naga bini dan hasilnya, tetap mengeluarkan suara berdering, hanya saja ritmenya lebih pelan.

Sebelumnya, mereka semua sempat berkoordinasi langsung dengan para pembuat replika tentang barang-barang logam yang mungkin digunakan dalam replika naga. Memang ada sedikit logam di kepala naga, itu untuk menopang kepala dan mahkotanya agar tidak jatuh atau terhempas saat terkena angin.

"Apa perlu kita minta izin untuk membongkar kepala naga ini?" Semua orang di sana langsung memiliki kecurigaan kuat kalau di kepala naga bini-lah bom itu berada.

"Ini sudah dibuat." Tyo sedikit keberatan. "Akan butuh waktu lama jika harus dibongkar dan dipasang lagi." Namun, ia sudah siap dengan ponselnya. Pria itu bersedia jika seandainya mereka tetap harus meminta izin untuk membongkar naga bini.

"Berapa lama sebelum naga ini dihanyutkan?" tanya Aldi lagi. Ini untuk menyempurnakan keputusannya.

"Tiga hari," jawab Tyo.

"Lebih baik minta izin. Naga begini bisa dibuat lagi dalam waktu tiga hari." Aldi memantapkan keputusannya. Apapun resikonya, ini demi keamanan penyelenggara dan penikmat acara. Lagipula, mereka pasti akan diizinkan karena menyangkut keselamatan.

Tyo pun menghubungi Kepala Keamanan Erau dan menyampaikan kegundahan mereka. Tak berselang lama, para replikator naga datang dan berseru setuju. "Apapun itu, ini untuk keselamatan yang lain." Aldi dan tim langsung bersama-sama membongkar bagian kepala naga bini. Mereka seketika lega karena kecurigaan mereka terbukti. Memang ada satu bom berbentuk bundar lempeng yang tertanam di sana dengan durasi meledak sekitar 82 jam lagi.

***

Kabar tentang ada bom dalam replika naga bini langsung menyebar ke masyarakat. Mereka seketika memberikan respons; ada yang bersyukur karena bomnya akhirnya ditemukan dan ada yang protes kenapa replikator tidak tahu siapa yang menyelipkan bom di dalam replika naga.

Ini merupakan pertanyaan tersendiri bagi kepolisian. Ada banyak sidik jari yang tertinggal di bom bundar lempeng yang mereka temukan. Sidik jari itu tentu tidak dapat diidentifikasi dalam sekejap. Untuk mempersingkat waktu, kepolisian memanggil para replikator naga dan mewawancarai mereka satu-persatu.

Tidak ada yang aneh. Orang-orang yang mengaku sempat memegang bom itu pun mengaku bahwa yang mereka pegang hanya seperti bahan penyusun replika naga pada umumnya. Itu ditempelkan ke bagian atas kepala naga untuk membentuk replika mahkota.

Ini membuat kepolisian bingung. Sepertinya semua replikator naga yang mereka wawancara tidak tahu bahwa salah satu bahan penyusun replika adalah bom. Dapat diambil kesimpulan kalau rencana pengeboman ini sudah dipertimbangkan jauh hari sebelum pembukaan Erau. Pelaku, siapapun itu, sudah mengetahui komponen replika naga dan tahu bagaimana caranya menyelipkan bom diam-diam.

Kepala Keamanan Erau pun memerintahkan sebagian besar kepolisian untuk melacak dari mana bahan-bahan penyusun berasal. Mungkin mereka bisa menemukan asal bom bundar lempeng yang sudah dijinakkan itu.

Tiga hari setelahnya, tidak ada yang terjadi. Asal bom pun tidak ditemukan. Pencarian masih dilakukan oleh kepolisian. Regulasi kesultanan keluar, berisikan pembatasan penonton di dekat Museum Mulawarman dan dermaga.

Sebenarnya ada sedikit kejanggalan mengenai bom di replika naga. Bom itu mudah sekali didapat seakan-akan pelaku hanya ingin mengerjai polisi. Bom-bom yang katanya ada di beberapa titik tidak jadi meledak--atau itu hanya gertakan belaka? Kepolisian masih memastikan apakah memang ada bom di titik-titik yang mereka perkirakan atau tidak. Ini membuat mereka mengeluarkan regulasi larangan berwisata ke beberapa tempat.

Pesta Erau berjalan lancar sampai acara puncak, sampai naga laki dan naga bini akan dihanyutkan dari Keraton Kutai di Museum Mulawarman ke Kutai Lama. Ini merupakan momen sakral dan hanya para keturunan kesultanan yang dapat berkecimpung, sedangkan sisanya menonton dari tepian sungai. Masyarakat akan beramai-ramai mendokumentasikan acara puncak ini dengan smartphone-nya masing-masing.

Tiba saatnya naga laki dan naga bini diangkat keluar dari Keraton Kutai dan diarak menuju sebuah perahu. Panjang masing-masing replika adalah 37,5 meter dan masing-masing replika diangkut oleh banyak orang. Sesampainya di dermaga yang letaknya tepat di depan Museum Mulawarman, replika tersebut diturunkan ke perahu kecil dan diikat dengan sebuah kapal mesin. Nantinya replika itu akan singgah ke beberapa tempat dewa (wanita pengabdi ritual) dan belian (pria pengabdi ritual) agar mereka bisa berkomunikasi dengan dunia gaib.

Setelah semuanya siap, replika naga laki dan naga bini pun dibawa ke Kutai Lama. Kapal mesin membawa mereka memecah arus sungai Mahakam yang deras. Para polisi kemarin yang bertugas mencari dan menjinakkan bom juga ikut serta menonton sang naga yang akan dibawa kembali ke tempat asalnya. Aldi dan rekan-rekannya menghela napas lega karena sepertinya acara puncak Erau terlaksana dengan lancar.

Duar!

Saat kapal mesin mulai melewati Pulau Kumala di mana di ujung pulau tersebut, ada patung Putri Karang Melenu beserta dua naganya, sesuatu yang mengejutkan tiba-tiba terjadi. Kepala salah satu naga tiba-tiba meledak dan hancur, membuat semua orang yang saat itu melihatnya menjadi kaget dan ketakutan.

Semua mata pada saat itu menatap kepergian kapal mesin para naga yang menuju ke hulu sungai Mahakam dan tentu mereka juga menatap ujung Pulau Kumala. Orang-orang langsung menyoroti kepala salah satu naga yang sudah tidak berbentuk di Pulau Kumala dan Aldi serta rekan-rekan kepolisian langsung bertindak untuk mencari tahu.

Dalam hati Aldi mengumpat. "Asu! Ternyata naga yang dimaksud adalah patung naga di Pulau Kumala!" Ia benar-benar tidak sempat kepikiran kalau naga yang dimaksud pengancam tempo hari adalah patung naga di Pulau Kumala. Ini gara-gara pengancam menyelipkan kata 'replika' pada suratnya. Memang ditemukan bom di dalam replika naga, tetapi siapa sangka ada bom juga di patung naga.

Setelah berlarian di jembatan Repo-Repo penyambung antara Tenggarong dan Pulau Kumala dan sampai ke lokasi tempat patung yang dibom itu berada, mereka disambut oleh bongkahan patung dan banyak hamparan foto serta kertas-kertas bertulis tangan. Aldi dan rekan-rekannya memeriksa, mereka terbelalak karena beberapa foto itu menunjukkan mereka yang sedang memeriksa replika naga bini dan naga laki beberapa hari yang lalu. Mereka semakin terbelalak saat membaca beberapa tulisan tangan di kertas-kertas yang berserakan. Semua itu menyiratkan kesenangan penulis terhadap kepolisian yang berhasil dibodohi.

"Sihannya (Kasihan). Sempit beneh pikiran sampai ndi terpikirkan kalau bomnya jua ada di patung naga (Sempit sekali pikiran sampai tidak terpikirkan kalau bomnya juga ada di patung naga). Syukurnya ndi ada orang ke sini karena memang ndi dibolehkan (Syukurnya tidak ada orang ke sini karena memang tidak diperbolehkan). Semangat renovasi patung naganya, we-ka-we-ka. Semangat jua becari Aku." Aldi mengepalkan tangan. Pengancam tempo hari kembali. Dia memang ingin menantang kepolisian.

"Tunggu saja kau, Sialan!" Aldi mendongak dan menatap Kepala Keamanan Erau yang sudah datang. Beliau langsung memerintahkan agar lokasi diamankan dan dipasangi garis polisi. Penyelidikan terbaru akan berpusat pada Pulau Kumala.

SELESAI

Dokumentasi Erau Adat Pelas Benua, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Pengangkatan naga bini dan naga laki dari Keraton Kutai (Museum Mulawarman) ke dermaga.

Patung naga dan patung Putri Karang Melenu di Pulau Kumala.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top