U : Under the rain
Bau tanah menyeruak pelan di antara kepungan bulir bulir hujan. Gumpalan debu yang tersapu angin berangsur angsur menghilang terhapus air, menyisakan semerbak wangi basah yang terlalu menggoda untuk dihirup.
Kau tidak membenci hujan, sungguh. Hanya saja jika material air itu jatuh di saat yang tidak tepat, hal itu bisa membuatmu jengkel juga. Seperti saat ini. Kau terjebak di depan gubuk tua untuk sekedar berlindung dari tetesan air langit itu.
"Apa hujannya akan bertahan lama?" Kau berkata tanpa melepas pandanganmu dari langit yang kelabu. Padahal waktu berangkat ke hutan cuacanya cerah cerah saja, tapi kenapa sekarang malah hujan?
"Mana kutahu. Aku kan bukan pawang hujan."
Mendengar jawaban itu, kau lantas mendelik pada orang yang berdiri di sampingmu. "Aku bertanya, bodoh."
"Dan aku menjawab."
"Jawabanmu membuatku emosi."
"Kau kan memang selalu emosi."
Kau menatap Yuno kesal tanpa bisa membalas kata-katanya. Sekarang kau menyesal mengiyakan permintaan Asta yang memintamu untuk menggantikannya mencari kayu bakar bersama Yuno karena laki-laki berisik itu sedang sakit. Kau tidak percaya orang seperti Asta ternyata bisa sakit juga.
Memilih mengabaikan pengguna sihir angin itu, kau lantas kembali menatap lurus ke depan. Memandangi hujan tampaknya lebih menenangkan dari pada memandang laki-laki di sampingmu.
Yah, meski kau tidak bisa mengelak bahwa Yuno itu tampan. Tapi tetap saja tutur katanya kadang kala membuatmu kesal bukan kepalang.
'Bagaimana bisa aku jatuh cinta pada orang seperti Yuno?!'
Eh?
Kau mengerjap begitu pemikiran itu melintas di kepalamu.
'Apa yang baru saja kupikirkan?!'
Kau menggeleng keras, berusaha menyingkirkan pemikiran bodoh itu dari kepalamu.
Hal absurd yang kau lakukan ternyata tak lepas dari sepasang manik amber Yuno yang sedari tadi menatapmu dari sudut matanya.
Terlepas dari kekesalanmu, Yuno bisa melihat tubuhmu sedikit bergetar menahan hawa dingin yang mulai menusuk tulang.
Dalam situasi seperti ini, Yuno berharap ia adalah pengguna sihir api. Setidaknya ia bisa membuat api unggun untuk sekedar menghangatkan tubuh kalian.
Blarrrrr!
Yuno tersentak, tubuhnya mendadak kaku dan tidak bisa bergerak. Bukan karena laki-laki itu tersambar petir, melainkan karena sepasang tangan yang kini memeluknya dengan erat.
"Ah, aku benci petir!" Kau memekik seraya mengubur kepalamu di dada Yuno tanpa sadar.
Mungkin kau benci petir, tapi sepertinya tidak dengan laki-laki yang kini mencoba menyembunyikan rona merah di wajah tampannya itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top