ACT I: CHAPTER 1

Risky whiskey, Sweety?”

Madison dengan perasaan yang total rusak duduk tanpa selera tatkala ruangan tengah bergejolak dengan instrumental kencang dan eksistensi komuniti lain yang menari-nari dengan koreografer tak terstruktur. Ia sekilas melirik pria di hadapan, lantas berpindah pada satu gelas kristal yang berisi likuid beresiko; beresiko merenggut kewarasan dan spirit. Dari apa yang Madison rasakan, memang pada dasarnya ia membutuhkan minuman itu. Ia bersyukur karena Jungkook Scheiffer mengerti atas diri Madison.

Madison hanya merasa kosong.

Pesta dadakan milik salah satu orang prominen Westfold News Centre hadir begitu saja. Kumpulan orang minim sumber entertainmen telak membuat bengkak ruangan kendati pestanya diberitakan kemarin, di mana itu bukanlah waktu yang cukup untuk memilih gaun dan aksesoris yang luksurius atau mencari pasangan artifisial bagi siapapun yang secara tragis tidak memiliki kekasih. Madison salah satu dari komuniti itu. Kenya tersebut antusias dengan pesta ini, pada awalnya. Ia bahkan sudah tidak terlalu memegang migrain sebab ia memiliki seratus juta jenis gaun atraktif yang cocok untuk pelbagai jenis pesta, secara hiperbolanya. Selain itu, Madison meyakini bahwa jantung hatinya sudah memiliki promis bahwa ia bisa menemani—terlebih memang keduanya adalah employe dari kompani warta paling eminen ini dan memang sudah mengikat diri masing-masing di altar; sesuatu yang wajar.

Sayangnya, Jung Taehyung memiliki keputusan lain, secara mendadak diberitahukan siang tadi. Pria itu ternyata mendapatkan projek jurnalisme baru dan ia menerima itu tanpa membicarakannya terlebih dahulu dengan Madison. Ia akan pergi ke luar kota selama kurang atau lebih seminggu dengan tim untuk investigasi awal berhubung Taehyung memang ekspert di bidang investigate journalism. Madison peduli terhadap responsibiliti Taehyung, tetapi sudah terlalu sering seorang Jung Taehyung tidak menjadikannya sebagai prioritas.

Madison merasa kosong dan ia terpaksa datang ke pesta sendiri hanya untuk memastikan bahwa dirinya akan tetap waras. Lagipula siapa juga yang berani berada sendirian pada malam hari di rumah besar yang berada di atas bekas lahan pertanian dengan tetangga-tetangga aneh, eksistensi pohon menyeramkan di bagian belakang rumah yang orang lain sebut sebagai pohon kematian, dan juga dalam total keadaan sendirian? No one, except the expert loner.

Ia pastikan Jung Taehyung akan mendapatkan karma.

Without an intercourse for a month? Bagus.

Smile, Sweety. Kau merusak citra gilamu dan itu bukanlah hal yang bagus.”

“Keparat gila.”

Bagus, itu yang ingin oleh Jungkook Scheiffer, yakni umpatan Madison. Tak aneh jika pria itu malah memberikan peroman gembira seraya mengangkat seloki demi bersulang kecil dengan Madison—dan untungnya Madison tidak lagi-lagi mengabaikan reporter sinting itu.

“Tidak berminat menjadi pusat atensi di bawah bal disko lagi dan melakukan tarian gila dengan Jemima, melakukan atraksi seperti tengah menjadi lesbian yang saling jatuh cinta?”

“Jangan memberi pengaruh buruk, Jung!” balas Madison.

Madison sudah mati-matian membuang habit lama, tetapi siklusnya selalu seperti ini alias si kurang kerjaan bernama Jungkook Scheiffer ini selalu memperkeruh atmosfer. Sudah acapkali Madison menyuruhnya untuk diam. Sayangnya Jungkook Scheiffer selalu berlagak seperti anak kambing yang terus-menerus mengembik hingga menimbulkan kegaduhan.

Madison seratus persen sudah menjadi orang yang lebih normal setelah pernikahan dua bulan lalu. Ia juga tidak ingin membuat Taehyung merasa tidak nyaman, kendati pria itu pada dasarnya tidak mempermasalahkan gaya hidup liberal Madison sebelumnya. Everybody has a choice, katanya.

Atensi Jungkook telak menuju sisi kiri, orang yang dibicarakan tepat berada di mintakat tersebut, similar suramnya seperti Madison. “She still loves you.”

Tolol. “And I already have a husband, Jungkook.”

Mungkin Madison juga memiliki sedikit perasaan eksentrik. Tidak enak? Madison yang memulai afiliasi persahabatan dengan wanodya dengan asma Jemima Dorsch itu dan berlagak seperti pria yang tengah menarik interes seorang gadis inosen. Itu hanya untuk merekatkan titel kawan, tetapi rupanya itu malah membuat Jemima mengubah orientasi seksualnya. She really became a lesbian because of Madison. “Lagipula ada seribu pria yang menawarkannya surga, kenapa melankolis karena aku?”

“Itu yang akan terjadi saat kau mengambil virginitas seseorang.”

“Hei! Itu kasar!” Madison mendelik. “Dia sudah rusak sejak awal, bukan karena mantan mainan-mainanku.”

“Serius?”

Kenya itu mengangguk konfidens. “Ya, ulah si atraktif Song Seokjin.”

Well. Membicarakan orang lain memang kultur terfavorit. Begitulah Jungkook Scheiffer dan Jung Madison Bee. Semenjak keduanya selalu berada dalam kelas serupa di Westfold University dan keduanya terkenal sebagai pemegang gagasan liberal dengan tahta tertinggi, mereka menjadi dekat. Sahabat satu jalur. Jalur setan. Kombinasi keduanya adalah hal paling perfek dan juga gila. Tetapi itu dulu. Pada dasarnya, pernikahan membuat orang menjadi berbeda. Madison lebih mirip seperti malaikat sekarang, ketimbang menjadi similar seperti anggota komuniti buruk.

“Ngomong-ngomong, Taehyung tidak ikut?”

Tolol. “Dan kau baru sadar?”

“Itu artinya whiskey lokal buatan Madam Puffin terbukti membuat tolol.”

Madison refleks terkekeh singkat hingga ia kemudian malah mengakhirinya dengan decihan yang kentara. Sejemang ia menghalangi langkah seorang employe yang kebetulan memegang dua seloki wiski dan Madison mengambil satu, tanpa izin tetapi pria tersebut tidak mempermasalahkannya. Kemudian Madison membalas, “Hanya kau. Aku tidak.”

“Nonsens. Sebentar lagi kau akan berlagak seperti kambing tersesat,” ucap Jungkook.

“Ya, benar. Terutama setelah mengingat-ngingat pria itu.”

“Kenapa, Sweety?”

“Bergabung dengan orang-orang yang tidak bisa membedakan mana waktu untuk bekerja dan mana waktu untuk bersenang-senang.” Oh, bagus, Madison kehilangan perasaan lagi. Namun, sumpah, Madison telah menyiapkan banyak daftar hal yang akan ia lakukan bersama Taehyung di pesta ini.

Tentu saja Jungkook bergidik. “Ya, menyebalkan.” Diksi itu keluar refleks yang diberi tanggapan anggukan oleh Madison. Sampai finalnya membuat Jungkook kembali mengutarakan hal yang ada di pikirannya. “Tetapi Taehyung memang begitu, kan? Jurnalis workaholik yang buta akan waktu istirahat. Kupikir dia berubah setelah menikahimu, maksudnya, kau seratus persen lebih cantik dan seksi daripada catatan jurnal dan, eh, di sana ada Coral—”

“Bisa diam tidak? Jangan sebut nama Coral!”

Jungkook tidak menyelesaikan sentensnya sebab diinterupsi Madison. Perempuan sensitif. Semerta-merta juga di situ Madison berdiri meninggalkan Jungkook dengan sebelumnya menyimpan gelas kristal luksurius itu di meja. Persetan dengan pesta, berniat ingin membuat pikiran tetap waras, Madison nyatanya tetap tidak siap untuk tidak memikirkan si bajingan tolol itu. Hingga ia memilih pergi ke toilet.

Madison mengepalkan tangannya dengan peroman iblis hingga orang-orang yang melaluinya otomatis pergi dengan cepat. Madison itu presiden, orang-orang mengenalnya. Tukang pencari perhatian. Satu ekspresi saja, orang yang melihatnya akan paham soal problematika Madison. Katanya, jangan mendekatinya jika sedang dalam perasaan buruk, kecuali jika kau ingin hancur.

Paras adiwarna nan kirana itu tervisualisasikan di cermin. Madison bergerak cepat mengambil ponselnya dan tentu langsung mencari kontak Taehyung. Kendati sialnya tatkala ia menekan ikon panggilan, pria rupawan itu sama sekali tak membalas.

Tidak sampai panggilan ketiga.

“Bersenang-senang dengan Coral, ya?”

“Dengan senang hati aku akan mengubah panggilan suara menjadi panggilan video. Aku sedang berkonversasi soal pekerjaan dengan tim,” balas Taehyung santai. “Memang ada Coral. Hanya pekerjaan, only that. Aku tahu kau sedang mengumpatiku di dalam hati karena aku meninggalkanmu selama seminggu. Aku minta maaf, ya, Maddie?”

“Tidak diterima.”

“Maddie-honnie?” Suaranya manis. “I do really apologize.”

Madison mengulum labium dan menahan agar kurva tidak terbentuk. Ia tidak memiliki basis rasional untuk melibatkan Coral dalam konversasi ini. Madison hanya ingin mendengarkan vokal pria pemilik figur dan daksa perfek itu. Register rendah dan manis yang memabukkan, apalagi dipadupadankan dengan permintaan maaf. Taehyung mulai cerdas memerlakukan perempuan seperti prinses.

“Seminggu, Tae.”

Taehyung mengumbang di seberang. “Ya, it’s crazy, definitely.”

“Sendirian di rumah.”

“Anggap saja ada aku,” balas Taehyung.

Madison terkekeh. “Aku yakin bahwa yang akan kupikirkan adalah hantu.”

“Oh, I love your joke, Maddie. No one and nothing can beat me.”

Funnyly, yes.” Taehyung is the one and only, kendati Madison selalu memikirkan gagasan konyol soal abiliti hantu untuk membuat kesamaan dengan rupa seseorang. Oh, ya, jika itu terjadi, Madison tidak akan sempat memikirkan itu Taehyung atau hantu. She definitely will fuck him immediately.

Madison menyimpan ponselnya di sandaran reflektor sementara waktu. Kenya tersebut menatap refleksi diri seraya merapihkan surai emas dengan sedikit spot-spot hitam. “Don’t you miss me?” Pada dasarnya memang beginilah kultur pasangan altar baru. Dan Madison kontinyu bicara lagi. “Show your face, Taengie.”

Detik selanjutnya, jelas sekali layar ponsel Madison penuh dengan citra keindahan Tuhan. Madison selalu tahu bahwa setidaknya Tuhan memiliki beberapa makhluk ciptaan kesayangannya, dan itu Taehyung, salah satunya. Poin krusialnya, pria itu bukan hanya mengingatkan soal gagasan kenirmalaan fisikal, tetapi hal lainnya. Madison itu neraka, Taehyung itu surga. Sifatnya yang sangat berkultur, visinya yang selalu benar, kebrengsekan alamiahnya tatkala keras, vokal bariton dengan register rendah yang kapabel menenggelamkan diri pada titik osean paling dalam, dan segalanya. Madison merindukan setiap aspek kendati keduanya belum terpisah genap dua puluh empat jam. Siapa yang sanggup memangnya? No one, except the idiot.

Taehyung bersiul, menyugar rambut ikal tebalnya hingga tercipta surai yang agak berantakan, kemudian bersuara. “Wajah, leher, gaun hijau. Er, aku jamin mimpiku akan panas.”

“Otak kotor,” balas Madison.

Taehyung menyulu inferno. “Siapa yang mengajarkan, hm?”

“Jung Madison Bee, of course.”

Pria itu mengulas senyum. Sejemang mengusap area bawah hidung yang otomatis juga mengenai permukaan kasar epidermis dengan kumis tipis di sana. Itu motion simpel yang sialnya bisa meningkatkan tensi seksual. “Ranjangku akan basah.”

Er, dirty talk.

“Pria payah,” komentar Madison berguyon.

Taehyung di sana nyaris gila. Memang ada sedikit rasa penyesalan. Momen-momen di mana keduanya mesti merajut plot awal pernikahan yang manis, Taehyung malah memberi sorotan utama pada pekerja. Mungkin belum terbiasa, sebab Jung Taehyung biasanya menjadi lajang paripurna. Hidup sendiri, kerja, tidak pernah ingat rumah. Sekarang situasinya berbeda, agaknya Taehyung harus lebih banyak membiasakan diri untuk memprioritaskan Madison. Apalagi ini bukan kali pertamanya Taehyung pergi meninggalkan kenya kaukasian itu.

Di sana, pria itu menguar vokal tawa. “Tapi aku serius. Kau komplit, cantik, dan bisa menimbulkan tegangan listrik. Bisa pulang saja?”

“Ya, tadinya aku berniat ingin pulang. Sayangnya aku belum mengantuk.” Begitulah intensi Madison, kembali ke rumah saat sudah mengantuk dan limbung agak mabuk. Setidaknya itu lebih baik.

Sejemang Madison terdistraksi orang lain yang masuk, sekumpulan employe, termasuk Jemima Dorsch. Madison otomatis mengambil ponsel, memasangkan earphone, membawa tasnya, dan keluar dari sana. Ia ingin mencoba menjauhi Jemima dan berlagak seperti orang asing kendati Jemima malah menatapnya penuh amarah. Selain itu, Madison sadar tentang bagaimana orang lain terlalu menumbuhkan kuriositas atas relasi romansanya dengan Taehyung, kadangkala membuat jengkel.

Madison menempati spot awal tatkala Jungkook Scheiffer sudah menghilang atau lebih tepatnya sedang menjadi spot atensi di antara para employe wanita. Sedikit hal lucu, atau mungkin menimbulkan vibrasi kesal, Jungkook Scheiffer memiliki seorang kekasih, tetapi lagaknya seperti seorang yang sendiri. Sudah watak. Untungnya kekasih dengan level tahta paling atas itu menerima kelikat eksentrik Jungkook.

“Ramai sekali,” Taehyung berbicara.

Madison mengumbang kecil. “Hm, tentu saja, ini pesta, Taengie.”

“Maddie, maaf, ya, aku tidak di sana.”

Taehyung mengulang permintaan maaf lagi. Tulus, seperti biasanya. 

“Menyebalkan, but it’s not a big deal.” Ia terkekeh.

Hari-hari masih tersisa panjang hingga limit yang tidak diketahui titiknya, Madison masih memiliki oportuniti lain untuk merekam fragmen lain, kalau dipikir-pikir. Ia hanya terlalu eksesif, mungkin karena nanti dia tidak berada di Westfold News lagi.

Kemudian Taehyung tersenyum tulus. “Nikmati pestanya, Maddie.”

I will,” balas Madison. “Kembalilah ke sana. Aku yakin Ma’am Clarisse mengumpatiku karena aku mengganggumu.”

Bagaimana Taehyung kontinyu menguar suara tawa dengan register rendah, Madison kapabel meluap eksesif. Such a sweet husband. Bahkan itu berlanjut dengan peroman eksklusif Taehyung beserta gestur dari badan bedegap Taehyung. Madison bisa mati. Sampai waktu menjadi mencair sepenuhnya, dan otomatis membuat ending konversasi, Taehyung berucap, “Maddie-honnie, I’ll be a better man next time. I love you.”

Dan Madison mulai lega sekarang. “I love you too.”

Taehyung belum benar-benar mau mengakhiri. “Love you more, Maddie.”

you'll be punished

Hantaman utama yang menyerang Madison adalah sebuah fakta yang mengatakan bahwa ia payah. Lagipula tubuhnya dimiliki oleh Taehyung, dan pria itu seolah mengontrol fisikal dan intuisi batin. Taehyung, Taehyung, Taehyung. Madison tidak pernah sadar bahwa Taehyung adalah basis utama mengapa ia bisa tidur dengan baik.

Sialan, Taehyung menyiksanya. Padahal sekembalinya dari pesta kecil antara employe Westfold itu, Madison yakin bahwa energinya sudah surut, mengantuk dan sedikit mabuk. Tetapi itu berubah tatkala sudah sampai di rumah. Taehyung menguasai regulasi daksa dan batiniahnya.

Ia pastikan Jung Taehyung akan mendapatkan karma.

Without an intercourse for a month? Bagus.

Madison berteriak dalam batin dengan angan-angan tolol di otak. Tidur dan terbangun seminggu kemudian tatkala Taehyung sudah kembali. Atau mungkin ia berharap bahwa Jung Taehyung akan menyambungkan koneksi panggilan dan menjadi lulabi bagi Madison. Tetapi mustahil, semuanya mustahil. Itu harapan tolol dan Taehyung tidak pernah melakukan itu. Ia lebih sering mengabari di pagi hari, memberitahukan fakta bahwa ia lelah dan tertidur otomatis, dan tamat. Kadang-kadang memang Taehyung masih melekat dengan kultur non-romantis.

Maka yang ada nyenyat yang mendominasi konstelasi. Madison memejam netra dengan pikiran was-was. Sebelum menikah, ia tinggal bersama orangtuanya, tidak pernah sendiri, jadi suatu hal yang normal bahwa Madison bersikap seperti ini. Acapkali ada gagasan ingin menginap di rumah Jemima, tetapi itu sungguh menakutkan lantaran perempuan itu katanya mencintai Madison. Ingin menginterupsi Jungkook Scheiffer, tetapi Madison yakin bahwa mansion si reporter nyentrik itu tengah penuh dengan teriakan Marigold Oscar, anak pemilik kompani swasta Wesfold News.

Mungkin harusnya ia membuat reservasi hotel. Tidur dengan aman dan damai tanpa interupsi bel di malam—yang sialan. “Sialan, siapa yang bertamu tengah malam?”

Madison menelan ludah. Panik. Ada momen memalukan di mana perempuan barbarik seperti Madison menyelimuti daksa dengan selimut tebal. Bertahan sekiranya lima detik. Dan sialnya, entah tamu sinting jenis apa yang mengunjunginya: orang mabuk, pencuri tolol, hantu kurang kerjaan, atau Taehyung pulang secara mendadak—jelas, ini tidak mungkin.

Tetapi belnya malah terus berbunyi.
Bel. Bel. Bel.

Kendati itu lebih baik daripada memasang lonceng.

Jadi Madison akan menunjukkan bagaimana dia akan menjadi femme fatale bagi para orang tolol atau hantu sekalipun. Ia turun dari ranjang dengan setelan gaun tidur minim yang otomatis dikaver dengan jubah bulu dengan aroma maskulin yang kentara—well, ia memilih menggunakan sandang Taehyung supaya ia merasa seolah-olah bersama pria keparat itu.

Namun, Madison jelas melangkah melindap-lindap. Tetap saja, payah. Berjalan ke luar kamar, ia tidak menyalakan lampu kendati di setiap sisi rumah menguar impresi horor. Jika harus disebut, memang ini tidak seburuk impresi di rumah film-film horor prominen. Ini lebih baik. Hanya saja kadangkala Madison mempertanyakan selera Taehyung. Jadi, mau bagaimanapun, Madison hanya kapabel membuat gerakan lambat seraya memikirkan hal-hal yang positif.

Sampai di bagian bawah rumah, tepat di atas bentala, Madison melirik ke sisi kiri. Dari jendela dengan tirai putih dan penerangan di luar, setidaknya itu sedikit memberikan indikasi perihal siapa yang tengah mengganggu Madison. Manusia, itu poin pentingnya. Kalau ia boleh memikirkan asumsi, ia inginnya menganggap itu adalah Taehyung atau tetangga misterius samping dengan asma Hanagami Joon yang mungkin salah masuk rumah karena influensi alkohol. 

Hanya saja siluetnya tidak membantu, terlalu general. Madison masih bersitegang di depan pintu, memeriksa apakah manusia anonimos itu akan pergi merayap dengan perasaan kesal, berdiam diri tolol di depan pintu, atau menunggu aksi untuk membobol masuk—andaikan dia penjahat.

Hingga kemudian indikasi absurd berubah menjadi putih.

“Madison.”

Sialan. Dia lagi.

“Maddie.”

Kenapa dia selalu berlagak seperti orang tak berotak?

“Maddie, aku tahu kau—”

“Ya.” Madison menginterupsi. “Apa yang kaulakukan, Jim?”

“Mengunjungi adik ipar.”

Sampah.

Well, karakter yang paling Madison hindari adalah Jung Jimin, kakak Jung Taehyung. Bukan sebab ada konflik internal, misalnya ada hubungan romansa di masa lalu yang membuat keduanya canggung dan mesti saling menghindari. Memang, pernah ada afiliasi di masa lalu, lebih tepatnya saat berada di universiti, tapi tidak lebih selain afiliasi sesama orang tolol nan gila. Madison lebih memikirkan soal Taehyung. Konflik eksternal lebih tepatnya. Sehubungan keduanya pernah ada afiliasi meski bukan sesuatu yang berkaitan dengan perasaan dan hati, menghindari Jimin itu sangat diperlukan. Apalagi pria ini mutlak satu tipe dengan Jungkook Scheiffer.

“Ini sudah malam, jangan gi—”

“Siapa bilang ini pagi?”

Madison ingin menangis. Jimin selalu seperti ini.

“Maksudnyaㅡ”

Madison terdistraksi lagi. Habit Jimin. “Buka pintunya, Maddie.”

“Tidak akan. Aku dan Taehyung tidak akan pernah menerima tamu lebih dari jam malam. Lebih baik kau pulang dan kembali membuat stori fantasimu soal Coral.”

“Kau sendirian dan kau tidak suka sendiri. Aku hanya ingin menjadi kakak yang baik.”

Madison mengernyit heran. Jimin selalu tahu apa yang dihadapi Madison. “Ada Taehyung.”

“Jungkook Scheiffer memberitahu sebuah  berita penting nan hangat bahwa seorang Madison ditinggalkan oleh suaminya demi pekerjaan, dan diketahui bahwa perempuan dengan asma Madison Bee ini memiliki tingkat penakut yang sangat tinggi. Jadi, aku berinisiatif untuk menjagamu.”

Jungkook sialan.

There is a serial killer outside, Maddie. Didn't you see the news this morning?”

Kecuali jika Madison memiliki abiliti untuk invisibel. Tetapi tidak.

Dalam satu hitungan, pintunya terbuka dan menampilkan pria perfek, saudara Taehyung yang lucunya memiliki kelikat jauh dengan Taehyung. Taehyung manis dan berkultur, Jimin tidak dan lebih sering membuat impresi berantakan. Taehyung adalah eden, Jimin adalah inferno. Katanya, saudara yang saling melengkapi, dan nampak menyegarkan—Madison tidak paham maksud asumsi kedua. Namun, mengingat sebuah realitas bahwa Jimin adalah visualisasi fragmen buruknya dan Taehyung adalah citra futur yang apik, Madison menampik soal gagasan melengkapi. Taehyung itu aksisnya dan Jimin selalu memberontak dan enggan membuat komplementer.

Kemudian, Jimin memindai seluruh spot rumah hingga berakhir pada Madison. Kaki dengan pantopel hitam itu di buat untuk mendorong pintu, sementara tangan-tangannya masuk pada saku-saku mantel eksklusif itu. Ia membuat tatapan intens hingga melangkah adagio ke depan. Madison otomatis membuat gerakan mundur, walaupun sialnya eksistensi tembok dengan dekorasi elegan itu terlanjur menjadi sekat antara tempat masuk rumah menuju ruang tamu.

“Pertama-tama, ada apa dengan tetangga  rumahmu yang tinggal di sisi kanan?”

Madison mengernyit, “Joon, kenapa?”

“Tidur di teras rumah.”

“Normal. Hanagami Joon itu pengangguran kelas kakap yang lucunya bisa membeli alkohol, dan dia selalu pulang malam dengan alkohol dan kadang tertidur di teras rumah.”

Dan nampaknya protasis Madison tidak terlalu penting. Jimin terdistraksi dengan pikirannya sendiri dan Madison. Secara konkret pria itu mengubah impresi netra. Kesannya menjadi tegas dan intimidatif.

Alhasil, secara otomatis Madison mencicit ngeri dengan kuriositas membumbung tinggi. “K-Kenapa?”

Jimin berdeham, memublikasikan vokal suara serak dan rendahnya.

“J-Jim?”

“Coral Johansson menarik, aku mencintainya.” Madison berkeledar sebab itu atau barangkali karena efek napas hangat dengan aromatik wiski yang menyapu seluruh tatanan regulasi serebrumnya. Namun, Jimin memang keparat bajingan. Abstensi Jimin selama beberapa sekon setelah diktum nyeleneh itu membuat Madison kaku atau yang lebih parah adalah Ia menerima. Dan Jimin memberi adisi dengan motion direk di wajah Madison. “Tapi aku merindukan partner aktiviti seksual.”

“Kau mabuk, Jim.”

“Tidak. Aku tetap waras dengan dua botol wiski, kau tahu itu.”

Jimin benar. Madison tahu itu.

Perempuan itu menggeleng defensif. Hanya ada konflik batin yang menguasai fenomena malam dengan jarum mulai menunjukkan pada angka satu itu. Pada hakikatnya, Jung Jimin memang spesies paling tidak tahu diri. Iya, dulu, friends with benefit, selain karena keduanya kebetulan akrab sejak masuk universiti dan menjadi sorotan terbesar bersama Jungkook Scheiffer. Mereka sahabat, hanya saja melebih batas untuk Jimin dan Madison.

Entah kenapa juga Tuhan membiarkan Madison akrab dengan Jimin dan sekaligus membiarkan Madison menjadi pasangan hidup adik Jimin—well, sekedar informasi, Taehyung berada di luar kota dengan ibunya, berbeda dengan Jimin yang tinggal di kota ini dengan ayahnya; itu mengapa Madison hanya bertemu Jimin di universiti. “Jim, aku bukan Madison yang kauharapkan lagi. Aku sudah menikah dengan adikmu.”

“Iya, jika kau memutar citra Taehyung di otakmu. But still, I’m your favorite.”

Kalakian, Madison pada intinya belum terbiasa dengan gaya hidup penuh aturan. Bahkan sebelumnya ia tidak memiliki pemikiran untuk mengikat dalam afiliasi pernikahan. Jika tidak bertemu dengan Taehyung, sudah dipastikan bahwa kenya yang belum mutlak menemukan jati diri final itu akan membuat ribuan momen aktiviti seksual dengan pria yang berbeda tanpa ikatan afeksi yang legal. Dan memang, kilas balik ke belakang, Jimin adalah favorinya.

Pada intinya, dalam hitungan dua bulan permulaan tatkala Madison mengalami konflik batin absurd, Madison finalnya membuat benih sentral inferno atas promis yang dibuat. Hanya sekali setelah terlewati beberapa perpindahan hari. Kesalahan ditutupi dengan zipper rapat, hingga ditambahkan penutup dengan rantai-rantai kuat. Namun, tetap saja, ini menakutkan.

“Kau akan mati, Jim.”

Jimin menggeleng. “Tidak, Tuhan menyayangiku, tidak mudah baginya untuk membuatku mati.” Ia menjeda dan mutlak membuka pintu inferno. “Sebaliknya, kau yang akan mati, Maddie.”

[TBC]

bisa tebak apa yang terjadi dengan madison dan jimin setelahnya?

ngomong-ngomong, jangan abaikan setiap detail di cerita ini, ya. they are important.

(maaf kalau ada banyak typos)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top