It's Time
Kamu mengajaknya duduk di sebuah kursi panjang. Yang mana sudah kamu hias sedemikian rupa. Hingga membuat gadismu itu memancarkan binar bahagia dan rona merah di wajahnya.
"Ini semua kamu yang membuatnya?" tanya gadismu dengan bibir yang tersenyum lebar.
Kamu menganggukkan kepala, "Iya. Kamu suka, sayang?"
"Suka sekali. Terima kasih." Gadismu menubrukkan dirinya pada dadamu. Hingga membuatmu harus menahan beban agar tidak terjatuh. Kamu tertawa, mengusap rambut panjang gadismu berulang.
Kamu melepaskan pelukannya, kemudian meraih jemarinya untuk kamu genggam. Mengajaknya untuk duduk di kursi panjang berlapiskan kain putih bermotif bunga tulip, kesukaan gadismu. Perlahan, kamu menyenderkan kepala gadismu pada dadamu.
"Kamu tau tempat ini, darimana?" tanya gadismu yang sekarang tengah memejamkan mata.
"Kamu tidak perlu tau. Yang penting kamu suka kan?"
Dapat kamu rasakan gadismu mengangguk. Sembari bergumam untuk menjawab pertanyaanmu.
Terjadi keheningan yang cukup lama diantara kalian. Gadismu memilih untuk menegakkan badannya dan melihat pemandangan di depannya.
Kamu memandang wajah cantiknya dari samping, melihatnya tersenyum, melihat helaian rambutnya yang melayang tertiup angin membuatmu ikut tersenyum.
Tanganmu terangkat untuk merapikan helaian rambutnya. Membuat gadismu menoleh terkejut, lalu kembali memancarkan rona merah di wajahnya.
Kamu meraih wajahnya, mengelus lembut kedua pipi gadismu lalu memutuskan jarak diantara kalian. Memberikan satu kecupan cukup lama di keningnya.
"Aku mencintaimu Anin. Sangat mencintaimu," gumammu diatas puncak kepalanya.
Sebuah rengkuhan tangan dapat kamu rasakan di tubuhmu. Dan juga sebuah senyuman yang dapat kamu rasakan di dadamu.
----------
Sebuah hamparan bunga tulip dan merahnya langit kini berada di depanmu. Lagi, kamu memberikan sebuah kejutan pada Anin, gadismu. Membuatnya tak berhenti tersenyum lebar dan memancarkan rona merah nan bahagia di wajah cantiknya.
"Terima kasih Ren. Terima kasih. Ini ... sungguh indah,"
Kamu membawa gadismu untuk duduk di atas hamparan rumput. Mendengarkan celotehannya tentang betapa sukanya dia dengan tempat ini. Betapa indahnya hamparan bunga tulip kesukaannya. Yang juga kamu tanggapi dengan sepenuh hati. Sesekali kamu merapikan helaian rambutnya. Membisikkan kata-kata yang dapat membuat wajahnya memerah.
Matahari mulai kembali keperaduannya. Meninggalkan bekas merah di atas langit. Dan semakin lama, langit menjadi gelap. Udara malam mulai menghunus kulit. Membuat gadismu merengek untuk pulang karena dinginnya malam.
Namun, kamu menolak. Ada satu kejutan lagi yang sudah kamu siapkan untuk gadismu. Kamu menyuruhnya menunggu, memberikan jaketmu untuk penghalang rasa dingin.
Malam semakin larut. Kamu dapat melihat gadismu bergerak tidak nyaman dalam duduknya, dan juga melihat sedikit ketakutan di matanya. Kamu menyentuh pelan lengannya, membisikkan kalimat penenang dan kata-kata indah lainnya.
Gadismu mengangguk sembari tersenyum samar. Gadismu mulai tenang dan percaya akan perkataanmu. Ia mulai mengajakmu berbicara tentang apapun, yang kamu tahu untuk pengalihan rasa takut pada dirinya.
Untuk kesekian kalinya, kamu mengambil tangan gadismu. Kali ini kamu membuka telapak tangannya.
"Kamu mau aku ramal?" tanyamu.
Dengan semangat, gadismu mengangguk. Membuka telapak tangannya lebar-lebar di hadapanmu. Dan kamu pun mulai meramalnya.
"Satu garis di atas ini namanya garis hati. Disini, kamu adalah pasangan yang cenderung egois dan dominan. Tapi kamu adalah pasangan yang setia," kamu berhenti sejenak.
"Satu garis di tengah ini namanya garis kepala. Kamu adalah orang yang kurang serius dan tidak berpikir panjang. Dan yang terakhir adalah garis ini. Ini menunjukkan bahwa kamu akan mengahadapi seseorang yang mungkin akan menyayangimu sekaligus membencimu," lanjutmu.
Kamu melepaskan tangannya. Membiarkannya berkutat sendiri di dalam benak gadismu, memikirkan tentang perkataan terakhir yang keluar dari mulutmu.
"Apa maksudnya?" tanyanya.
Kamu tersenyum padanya,"Akan ada seseorang yang menyayangimu sekaligus membencimu, yang akan mencelakai kamu."
Kernyitan di dahinya semakin dalam, "Siapa?"
Kamu menengadahkan kepalamu, lalu beranjak dari dudukmu. Berjalan ke arah mobil dan mengambil sesuatu dari sana.
Kamu telah menemukan benda yang kamu cari. Seringai kini muncul menghiasi bibirmu. Kamu keluar dan kembali menutup mobil, dengan tangan yang menenteng sebuah botol alkohol.
Kamu kembali duduk di samping gadismu, menoleh ke samping dan menemukan gadismu tengah menatap dirimu ketakutan.
"Tenang. Aku akan melindungimu. Dari siapapun," Kamu mulai membuka botol alkohol itu lalu menegukknya secara perlahan, "Ayo minum bersamaku."
Gadismu menggelengkan kepalanya kuat. Matanya mulai diselimuti kabut tipis, gadismu takut pada dirimu.
"Jangan takut Anin." Kamu mencoba meraih tangannya, "Aku tidak akan melukaimu. Aku ... hanya ingin bersenang-senang dengamu," sebuah seringai utuh muncul menghiasi wajahmu.
Gadismu membelalakkan matanya. Wajahnya pias dan ketakutan. Ia segera bangkit dan mencoba berlari dari dirimu. Namun kamu lebih cepat darinya.
Kamu menangkap tubuhnya, mendekapnya dari belakang. Menahan segala rontaan dari tubuh gadismu.
"Tenang, sayang. Ini tidak akan sakit." Kamu terkekeh.
Dengan tubuh yang masih berada dalam dekapanmu, kamu menyeret gadismu. Membawanya ketempat semula kalian duduk.
"Lepaskan!!"
Lagi, kekehan keji keluar dari mulutmu. Dengan kasar, kamu mendorong gadismu hingga dirinya jatuh di permukaan tanah.
Kamu menunduk. Mengambil kepala gadismu dalam raupanmu. Melihat wajahnya yang pucat dan sudah basah dengan air mata.
Dengan kuat. Kamu mengangkat kepalanya, lalu membantingnya dengan keras di atas tanah. Gadismu berteriak. Dan kamu terkekeh.
Kamu kembali mengangkat kepalanya, kini dengan cara menjambak rambutnya. Dan membantingnya secara lebih keras.
Belum puas, kamu memegang rambut gadismu dengan kedua tanganmu. Lalu menyentakkannya keras seperti merobeknya.
"Akkhh!"
Kamu menegakkan badanmu. Melihat dari bawah wajah gadismu yang memerah dan aliran cairan kental di belakang kepalanya. Kamu tersenyum.
Tanganmu meraih botol alkohol yang masih terisi. Menenggaknya habis dalam satu tegukan kemudian memecahkannya di kepala gadismu.
Matamu memandang takjub, beberapa pecahan botol kini menancap sempurna di dahi gadismu. Senyummu bertambah lebar.
Pecahan botol yang masih kamu pegang kini menjadi hal yang kamu sukai. Sangat kamu sukai. Kamu mengarahkannya ke wajah gadismu, menimang darimana kah kamu harus memulai.
Samar, kamu dapat melihat gelengan kepala gadismu yang tertancap pecahan.
"Kamu tau? Aku sangat mencintaimu." Kamu meraih jemari Anin, membuka telapak tangannya lembut. "Aku belum memberitahu satu ramalan lagi."
Kamu mengelus telapak tangan yang dingin itu dengan lembut. Mengecupnya, lalu secepat kilat kamu menusukkan pecahan botol itu hingga menembus punggung tangannya.
Tubuh gadismu mengejang. Tapi tidak mengeluarkan suara atau jeritan apapun. Dahimu mengernyit memandang gadis di bawahmu. Kamu mencabut keras pecahan itu, membuat darahnya langsung mengucur dengan deras. Lalu menusukkannya ke telapak tangan lainnya hingga menembus.
Sama. Gadismu tidak mengeluarkan suaranya sama sekali. Kamu melakukan hal yang sama. Mencabut pecahan itu hingga darahnya mengalir deras.
Suara geraman kasar keluar dari mulutmu. Meraih telapak tangan yang terus mengucurkan darah segar dan memeriksa denyut nadinya.
Seringai kembali muncul. Gadismu masih hidup.
Kamu menggeser posisimu, sekarang kamu berada di samping tubuh gadismu yang tergeletak. Kamu menelentangkan kedua tangannya, mengambil pecahan itu dengan senyuman lebar.
"Aku akan bernyanyi. Dengarkan ya, sayang."
Mulutmu mulai mengeluarkan nada. Melantunkan lagu ceria kesukaanmu. Dan kamu mulai melakukan hal kesukaanmu.
Menusukkan pecahan botol itu di sepanjang lengan gadismu hingga menembus tanah. Tusukanmu mengikuti irama lagu. Menusuknya lalu mencabutnya.
Ketika tusukanmu sampai pada lengan atas, kamu berhenti. Namun lantunan lagu terus kamu nyanyikan hingga sampai pada nada yang menghentak. Kamu kembali melanjutkan tusukanmu dengan irama menghentak, terus melanjutkan tusukanmu meskipun sampai pada wajah gadismu. Membuat tulang hidung, pipi dan mulutnya hancur. Terus. Kamu terus melanjutkan tusukanmu hingga ke lengan berikutnya dengan irama menghentak.
"Ren ...,"
Nyanyianmu terhenti seiring juga aktivitasmu. Dengan kasar, kamu mencabut botol yang tertancap di lengan gadismu. Menoleh dengan seringai tajammu.
"Sudah selesai?"
Seulas senyum tersungging di bibirmu, "Dengan gadis ini?" Kamu menjeda, "tentu saja sudah."
Gadis berambut pendek di depanmu melangkah mendekat. Dengan langkah berani dan senyum yang terpatri di bibirnya, gadis itu sampai di depanmu.
"Now. It's my time."
Selanjutnya, kamu dapat merasakan sebuah besi yang menghunus lehermu.
***
Karya: Dwinaini
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top