In The Midnight
Krrringgg... kkrrringgg....
Telepon berbunyi. Mama yang duduk tepat di sebelah meja telepon, mengangkatnya. Setelah menutup telepon, ia mengatakan bahwa nenekku sakit. Kedua orangtuaku bergegas berangkat ke Bandung. Tapi aku tidak bisa ikut karena besok ada kegiatan di sekolah.
"Hati-hati ya, jendela sama pintu jangan lupa dikunci, jangan main laptop apalagi nonton film horor." Mama mengingatkan sebelum masuk mobil.
"Iya, Mama," sahutku. Setelah mobil berjalan jauh, aku masuk ke rumah.
Aku memeriksa semua jendela dan pintu. Setelah kupastikan semuanya terkunci, aku masuk ke kamar dan tidur. Baru beberapa menit kupejamkan mataku ada suara aneh yang menganggu.
Krrtttkkk.... Kkrrttttkkk... Kaca jendela bergemeratak tertiup angin. Udara menjadi dingin ditambah lagi dengan pendingin udara yang menyala . Aku menarik remot pendingin udara dari atas meja dan mematikannya.
Wuuussshhhh.... Angin merembet masuk ke kamar. Tirai jendela beterbangan. Sepertinya, jendela kamar terbuka. Dengan langkah gontai, aku menutup jendela. Namun, saat aku sedang merapatkan tirai jendela, aku menangkap sesosok bayangan di atas pohon mangga. Bayangan itu seolah menari ditiup angin.
Aku langsung melompat ke tempat tidur dan menutup seluruh tubuhku dengan selimut. Tiba-tiba, lampu kamarku padam membuat suasana lebih mencekam. Aroma bunga melati perlahan-lahan menyeruak memenuhi indera penciumanku.
Teng... teng... teng....
Aku dengar jam berdentang dua belas kali.
Wah, kau terlalu serius memandangi layar laptopmu. Apakah ada yang aneh dengan layar laptopmu? Oh, aku tahu, ternyata kau sedang membaca sebuah cerita. Boleh aku tahu cerita apa itu? Ayolah, bergeser sedikit aku juga ingin membacanya.
Hei, jangan menatapku begitu. Aku hanya ingin ikut membaca bersamamu. Tapi tunggu, suara apa itu? Ah, ternyata hanya suara anjing tetangga yang melolong. Tidak biasanya anjing itu melolong di tengah malam seperti ini. Sepertinya anjing itu ingin menemanimu di malam yang sunyi ini. Nah, ayo lanjutkan membacanya.
Ini bukan pertanda baik. Aku harus menelpon orangtuaku. Sayangnya, telepon genggamku ada di meja makan. Apakah aku harus berjalan ke dapur di tengah suasana seperti ini?
Oke, tenang. Tarik nafas dalam-dalam. Lalu hembuskan perlahan. Tidak akan terjadi apa-apa. Aku berulang kali mengingat kalimat itu di dalam hatiku. Aku turun dari tempat tidur. Dinginnya lantai mengecup telapak kakiku dan menjalar ke seluruh tubuh. Aku berjalan menuju ke lemari bajuku untuk mencari senter. Setelah meraba-raba beberapa rak, aku tak menemukannya.
"Aduh...."
Sebuah benda jatuh ke atas kepalaku dan mendarat di dekat kakiku. Ternyata itu senter yang kucari. Aneh, kenapa bisa jatuh ke kepalaku? Sedangkan aku saja belum menariknya dari dalam lemari.
Aku mencoba berpikir positif. Kukumpulkan semua keberanianku menuju dapur. Langkah demi langkah terasa begitu lama. Nah, itu dia telepon genggamku. Aku langsung mengambilnya dari atas meja dapur.
Hap, aku merasa ada yang menyentuh pundak kananku. Sentuhannya begitu lembut namun terasa dingin. Lama kelamaan sentuhan itu terasa seperti es. Aku melirik ke arah pundakku. Sebuah tangan yang cukup besar bertengger di pundakku. Tangan itu entah memang berwarna hitam atau pengaruh gelapnya malam. Jari-jarinya kurus dengan kuku-kuku yang panjang. Tak lama kemudian, aku merasakan sentuhan di pipi kiriku. Tangan itu membelai pipiku dan kurasakan kukunya yang panjang menggores wajahku.
Lalu, sosok itu memaksa tubuhku untuk berbalik ke arahnya. Aku hanya menunduk. Sekali lagi aku merasakan tangan itu menyentuh daguku dan mengangkatnya. Memaksa wajahku untuk menatap wajahnya.
Betapa terkejutnya aku saat melihat wajahnya. Wajah itu tampak seperti...
Tuk tuk tuk...
Suara jam semakin menambah suasana malam dan sepertinya aku mendengar suara dentuman yang lain. Sebentar, suara apa ya ini? Terdengar dekat dan keras sekali. Oho, ternyata jantungmu berdetak kencang. Kenapa, kau merasa takut? Tenang saja, kau tidak sendirian kok.
Kenapa? Kau merasa kedinginan? Mungkin akan lebih baik jika kau mematikan pendingin ruangannya. Nah, seperti ini lebih baik. Sekarang lanjutkan membacanya.
Apa lagi ini? Kau mencium bau bunga melati? Bukankah sudah ku katakan jika kau tidak sendirian?
Loh, kenapa kau mematikan laptopmu? Ceritanya kan belum habis kau baca. Ayolah, jangan begitu. Selesaikanlah apa yang kau mulai. Jangan membuat dirimu menjadi penasaran.
Sekarang aku melihat kau menyimpan laptopmu dan kau berbaring di atas tempat tidur dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhmu. Baiklah, mungkin kau sudah mengantuk. Aku pikir aku ingin menginap disini. Izinkan aku bergabung bersamamu, ya. Wah, ternyata sangat nyaman berbaring di kasur seperti ini.
Hei, kenapa kau memandangi dinding kamarmu seperti itu? Oh, kau hanya ingin melihat jam. Kau tahu, sekarang sudah pukul dua malam. Kau mematikan lampu kamarmu dan kembali tidur. Detik demi detik berlalu. Kau berusaha untuk memejamkan matamu tapi tidak bisa.
Kau ingin aku nyanyikan lagu pengantar tidur? Mungkin tidurmu bisa lebih nyenyak. Kenapa kau menutup telingamu? Apakah suaraku jelek? Baiklah, aku paham sekarang. Semua orang selalu menutup telinganya saat aku bernyanyi. Sekarang aku sadar suaraku mungkin sangat jelek.
Lalu kenapa wajahmu seperti orang yang ketakutan begitu? Kau takut sendirian? Tenang saja, kau kan tidak sendirian. Hei, jangan teriak-teriak memanggil orangtuamu seperti itu. Kau lupa kalau orangtuamu sedang melakukan perjalanan dinas? Kau kan hanya sendirian di rumah. Para pelayanmu kan tinggal di paviliun belakang. Mereka tidak akan mendengarkan teriakanmu.
Sudahlah, tenang saja. Ada aku disini. Lebih baik kau tidur lagi. Wah, kau sudah terlelap rupanya. Hei, kenapa kau terbangun? Kenapa? Ada suara aneh yang mengganggumu? Kulihat tubuhmu gemetar dan keringat dingin mulai keluar membasahi tubuhmu. Ku katakan sekali lagi, tidak ada hal aneh kecuali suara desahan berat itu.
Seperti suara orang bernapas tapi terdengar menakutkan. Sekarang apa yang kau pikirkan? Cerita yang kau baca menjadi kenyataan? Bodoh, itu hanya cerita. Hal nyata itu berbeda dengan cerita khayalan. Kecuali dalam beberapa hal, khayalan itu terinspirasi dari hal nyata yang terjadi.
Kemudian kau melihat ke sekeliling kamarmu. Tidak ada hal aneh bukan? Selain jam yang bergerak lebih lambat dari biasanya. Kau hanya menunggu dan berharap pagi segera datang. Kau ingin ketakutan ini segera selesai.
Sayangnya, keinginanmu tidak terwujud. Suara desahan napas itu terasa semakin berat, semakin keras, dan semakin dekat. Hingga membuat lehermu terasa hangat. Bulu kudukmu perlahan-lahan berdiri menyusul sebuah bisikan di telingamu.
Ssssshhhh... jangan takut.
Bukannya merasa tenang, kau justru semakin ketakutan. Apakah suaraku membuatmu takut? Ternyata selain jelek, suaraku juga menakutkan. Mungkin lebih baik aku sembunyi di bawah tempat tidur saja.
Srrreeeettt... Kenapa? Kau takut dengan suara di bawah tempat tidurmu? Tenang saja, itu hanya suaraku kok. Apa? Kau tertarik dengan tempat persembunyianku? Kenapa kau mencoba melihat ke bawah tempat tidurmu? Baiklah, mungkin kau penasaran. Akan kutunjukkan.
Kemarilah. Tundukkan kepalamu perlahan-lahan. Ya, seperti itu. Sekarang, lihatlah ke bawah tempat tidurmu. Sangat gelap bukan? Aku akan memperlihatkan wujudku kepadamu. Eits... jangan melihat ke sekelilingmu. Teman-temanku sedang memperhatikanmu. Kemudian kau melihat ke bawah tempat tidurmu. Sepasang mata bersinar merah menatap ke arahmu. Bibirnya menyunggingkan senyum.
Kau alihkan pandanganmu ke arah lain. Pada akhirnya kau pun menyadari bahwa ada yang 'menemanimu' saat membaca cerita ini.
***
Karya: rizaputricahyani
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top