Help
Kau duduk di bawah rintikan hujan itu lagi membiarkan tubuhmu basah karna air tersebut, dari jauh aku masih memperhatikanmu lewat jendela kamarku, tubuhmu tak bergerak sedikitpun kucing yang berlumur darah di hadapanmu masih kau pandang tatapan kosong tentunya.
Dengan satu tangan kau mengambil kucing yang sudah tak bernyawa itu, meraba bagian kakinya dan krek. Kau menyeringai puas setelah mematahkan kaki kucing tak berdosa itu, tanpa sadar aku meringis ngeri melihat kejadian itu dengan mataku sendiri.
Kau itu psycho aku tau bahkan ketika dulu kau masih hidup, aku sering melihatmu melakukan hal itu pada binatang yang sedang sekarat dan membunuhnya dengan cara yang mengerikan, tapi sejak dulu aku tak pernah melihatmu menyiksa manusia, sejak dulu aku selalu ingin berbicara atau sekedar menegurmu mungkin, tapi itu tak pernah tercapai.
Sampai kau sudah tak memiliki jasad pun, kau masih tak ingin mengajakku berbicara.
Masih di posisi yang sama melihatmu di balik jendela tanpa berkedip sekalipun karna yang ku tau, ketika aku berkedip kau muncul di hadapanku saat itu juga.
Dan dugaanku benar.
Kau muncul di hadapanku, dengan wajah datar tak berekspresi, dengan tali yang melingkar di lehermu dengan tangan masih berbekas darah kucing itu, dan tanpa bola mata.
“Ada apa?” tanyaku pelan.
Kau masih terdiam menatapku tanpa berucap kata sedikitpun. “Apa kau mati karna bu—akh!” Hanya hitungan detik, kau mencekikku dengan tangan kecilmu semakin keras sampai aku nyaris kehabisan nafas, dan ketika aku sudah benar-benar melemah kau melepas cekikakan itu lalu menghilang bagaikan debu.
“Pagi sayang,” ucap Sania memeluk Hanta dengan manjanya.
“Emmm tumben pagi-pagi udah kesini?”
“Hanta, kamu sekarang kan hidup sendiri jadi mulai sekarang aku yang bakal ngurus kamu gantiin ibumu.”
“Makasih sayang,” ucapnya mengelus pucuk kepala gadisnya.
Sania mengangguk santai, dan menarik tangan Hanta meja makan untuk sarapan bersama, ketika mereka menuju meja makan, sekilas Hanta menatap jendela di depanya Nabila sedang mengamati mereka dari kejauhan, Hanta tersenyum lembut tapi gadis itu malah beranjak pergi.
“Hanta? Kamu senyum sama siapa?” ucap Sania menengok ke belakang, Hanta hanya menggeleng pelan lalu menyantap makanan masakan kekasihnya.
“San?” ucap Hanta membuka suara, mencoba menghilangkan suasana hening.
“Hmm,” balas Sania.
“Apa kematian Nabila itu benar-benar karna bunuh diri?” tanya Hanta penasaran.
“Kenapa kamu nanya gitu?”
“Aku ragu, habis arwahnya keliatan gak tenang,” ucap Hanta mengusap tengkuknya, dia mulai merinding karna kedatangan Nabila di sampingnya.
“Hanta, aku gak pernah bisa percaya kalau kamu itu indigo, bisa bicara sama setan atau bahkan berinteraksi dengan mereka, setan itu Cuma imajinasi yang kita buat sendiri gak ada yang nyata, ini kehidupan modern sampai kapan kamu percaya sama hal-hal yang kayak gitu?”
“Jadi aku nanya? Setelah manusia mati mereka akan kemana?”
“Neraka atau surga.”
“Dua hal itu mitos atau fakta? Kalo fakta buktinya mana, dan kalau mitos kenapa?”
Sania terdiam. Bukan … dia terdiam bukan karna pertanyaan Hanta, dia terdiam karna sosok Nabila yang menampakkan wujudnya dengan wajah pucat tanpa mata, dengan tali yang melingkar di lehernya. Sania tak berkutik sedikitpun manatap Nabil dengan wajah setengah tak percaya, dia menutup matanya menepuk-nepuk pipinya sendiri lalu kembali menatap Nabil yang berada di samping Hanta. Gadis itu menghilang.
“Hanya halusinasiku saja,” gumamnya pelan.
“Kau melihat dia?” tanya Hanta menunjuk sampingnya.
“Siapa? Di situ kosong?” Hanta menggeleng pelan, obrolan soal Nabil itu terhenti, tak ada lagi yang membahas soal gadis itu walaupun Hanta masih penasaran apa penyebab kematian Nabil seminggu yang lalu.
Seminggu yang lalu, 3 hari setelah kematian Ibu Hanta, Nabil ditemukan gantung diri di kamarnya, seisi rumah yang sangat berantakan. Nabil bukan tipe orang yang memilih mati dengan hal rendahan seperti itu, ketika dia sedang frustasi. Dan Nabil bukan sosok orang yang suka menghancurkan atau membuat rumahnya berantakan, Nabil suka kebersihan dan kematianya dengan keadaan rumah yang seperti kapal pecah dan dirinya yang sudah menggantung itu yang membuat Hanta penasaran, apa penyebab dia mati.
Hanta menyudahi makanya dan beranjak menuju ruang membaca di lantai dua untuk sekedar bersantai, baru saja dia ingin menginjak anak tangga pertama untuk naik ke atas, sosok Nabil sudah muncul divlantai dua, menatapnya dari atas dengan gaun putih kusam dan rambut yang berantakan, gadis itu turun mendekati Hanta dan ketika jarak mereka sudah sangat dekat Nabil membuka suara “He—“
“Han? Kamu ngapain diem aja disitu?” Potong Sania menatap Hanta yang masih berdiri di tangga tanpa melangkah sedikitpun.
“Ha?” Hanta hanya menoleh melihat Sania lalu kembali melihat kedepan, Nabil menghilang lagi.
“Gadis itu suka sekali menghilang tiba-tiba,” gumam Hanta pelan.
“Siapa?”
“Ah tak apa.”
Hanta mengurungkan niatnya untuk membaca di ruang lantai dua, dia beralih berjalan keluar menuju rumah kosong di samping rumahnya –rumah Nabil.
Rumah itu masih sama, masih berantakan dan sangat terlihat hancur, Tv dengan lacar yang pecah, berbagai guci yang sudah hancur, kursi yang bentuknya entah sudah seperti apa, persis seperti medan tempur hanya saja ada yang berbeda, tongkat besball, yah Hanta tak pernah melihat tongkat ini sebelumnya. Di samping tongkat yang tergeletak itu terdapat sebuah gelang yang sudah putus, gelang yang terlihat tak asing.
“Help.”
Suara Nabil mulai terdengar, suara yang terlihat sangat lembut dan ketakutan, Hanta mengalihkan pandanganya ke sebuah lorong cukup gelap.
“Help me.”
Suara itu semakin jelas, suara yang terdengar dari kamar Nabil, tanpa takut sedikitpun Hanta membuka kamar itu menemukan sosok Nabil yang memeluk kakinya sendiri Nabil yang terlihat sangat ketakutan duduk di pojok kamar dengan badan bergetar. Dia seperti sosok lain dari Nabil yang sering Hanta lihat di rumahnya.
“Nabil ….” Gadis itu mengangkat kepalanya, menatap Hanta dengan wajah kaget dan yang aneh adalah dia memiliki mata, mata yang utuh, tak ada wajah menyeramkan atau tatapan dingin seperti Nabil yang ditemukanya di rumahnya.
“Help,” ucapnya dengan bibir masih bergetar, gadis itu menatap Hanta lembut Hanta mendekatkan dirinya berjongkok di depan Nabil dengan tatapan heran.
“Kau memiliki dua sisi yang berbeda? Dan ini sisi lainmu yang terkurung di dalam kamarmu sendiri?” tanya Hanta dan gadis itu hanya mengangguk.
“Siapa yang membunuhmu?”
“Dia…” Nabil menutup mulutnya seperti memberi tau siapa orang dibalik kematianya adalah hal yang tak bisa dia lakukan.
Sania berjalan keluar rumah menuju rumah Nabil untuk melihat Hanta, sejujurnya dia sangat takut mengunjungi rumah itu tapi juga dia khawatir pada kekasihnya.
“Han—akh!” teriaknya tanpa sadar ketika dia merasa rambutnya ditarik kencang oleh seseorang di belakangnya, tarikan itu semakin kencang membuat Sania terjatuh dan terseret membawanya kembali menuju rumah Hanta, Tubuh Sania dihempaskan di dinding dapur rumah Hanta. Sakit? Sangat sakit.
“Agrrrttttt! Siapa ka—“ Sania bungkam ketika melihat sosok yang berada di hadapannya.
“Nabil!? Bagaimana bisa!?” ucapnya tanpa sadar, Nabil meraih leher gadis di hadapanya lalu mencekiknya, mengangkatnya untuk berdiri, dan menghantamkannya ke diding di hadapanya.
“Ampun … Kumohon … Hiks … Hiks …” ucapnya menangis tak kuat dengan sakit yang di kepala dan tubuhnya.
“Minta … Maaflah.”
“Siapa yang membunuhmu?”
“Dia—“ Nabil menutup mulutnya seperti memberi tau siapa orang dibalik kematianya adalah hal yang tak bisa dia lakukan.
“Nabil! Katakan padaku!” ucap Hanta menatap gadis di hadapanya yang terlihat mulai menghilang, rohnya seperti ingin diambil alih oleh roh lain.
“Sa … nia,” ucapnya terdengar samar-samar ketika Nabil mulai menghilang sepenuhnya.
Hanta membeku. Siapa yang percaya bahwa Sania kekasihnya sendiri yang membunuh tetangganya? Apa alasan dia membunuh Nabil? Apa keuntunganya? Apa gunanya? Hanta berjalan cepat menuju rumahnya menanyakan hal itu pada Sania, berharap perkataan Nabil bukan hal yang benar, berharap bukan Sania pembunuh gadis kecil itu, berharap semuanya tak seperti yang dia pikiran.
“Sa? Nabil!” ucapnya tanpa sadar ketika menyadari Nabil masih saja menyiksa Sania tanpa ampun, kekasihnya itu terlihat menyedihkan, dengan wajah dan leher penuh cakaran, rambut yang berantakan, tangan yang membiru karna dicengram begitu kuat.
Nabil menghilang dengan seringai kepuasan, dia meninggalkan Sania yang kini terbaring lemah dengan tubuh penuh darah. Sangat menyakitkan.
“Apa yang terjadi? Ah lupakan sekarang aku harus membawamu kerumah sakit lebih dahulu.” Sania menahan tangan Hanta yang ingin mengangkatnya mengisyaratkan untuk membiarkannya berbaring dalam keadaan seperti itu.
“Ak … u Ak … kan men … ce … rita … kan se … mua … nya du … lu,” ucap Sania tergagap, dia berpikir mungkin akan lebih berbahaya jika Hanta membawanya sekarang, sebelum dia menceritakan semuanya mungkin saja Nabil bisa membalikkan mobil yang mereka tumpangi dan membunuh mereka berdua bersamaan.
“Kau harus selamat du—hmmptt,” mulutnya ditutup oleh Sania agar pria itu tak mengoceh lagi dan membuang-buang waktunya.
“Aku mengaku. Aku adalah orang yang membunuh Nabil.”
“Aku cemburu sayang, aku cemburu kau selalu memperhatikan gadis itu, aku cemburu kau selalu bertanya tentangnya, padahal aku ada di sini aku ada untukmu.”
“Rasanya aku ingin melenyapkannya, aku ingin membunuhnya, aku mengunjungi rumahnya saat dimana dia ingin sekali menyapamu untuk pertama kalinya, aku mencekiknya dan membunuhnya saat itu juga.”
“Maaf … aku memang bisa segila itu ketika jiwa anehku tiba-tiba keluar, aku bisa membunuh siapapun yang kubenci tanpa ampun, dan Nabil adalah korban yang entah keberapa. Dan ….”
Kesadarannya pun menghilang.
Sania pingsan sebelum menyelesaikan ceritanya, dalam keadaan antara kaget karna pelakunya adalah satu-satunya orang yang sangat dia cintai dan panik karna tubuh Sania mulai melemah, Tanpa berpikir panjang Hanta membawa gadis itu ke rumah sakit.
“Dia mengalami masa kritis,” ucap dokter itu.
Hanta hanya diam, entah apa yang dipikirkannya semuanya begitu membingungkan, disisi lain dia tak ingin kehilangan Sania tapi dilain sisi dia juga kecewa karna tingkah Sania ternyata seperti itu. Tak terduga.
“Dan? Dan apa? Dan apa yang dia maksud?” ucapnya tanpa sadar.
“Dan dia sama sepertiku, seorang pscyho bermuka dua,” suara lembut Nabil, suara lembut yang pertama kali Hanta dengar, suara yang terdengar sangat tenang tanpa rasa tertekan ataupun kesakitan.
“Maaf.”
***
Karya: Kamelzy1
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top