24). Friendzone
Meskipun Vio Harvey termasuk murid populer di SMA Berdikari berkat latar belakangnya sebagai anak Kepala Sekolah, sebenarnya dia tidak begitu unggul dalam akademik. Prestasinya jelas jauh jika dibandingkan dengan Tamara Felisha, yang mana telah diakuinya secara resmi menjadi saudari angkatnya.
Umumnya kita akan menemukan kelebihan di antara kekurangan, begitu pula sebaliknya. Jika Vio lemah dalam menghapal teori dan rumus, dia begitu tangkas dalam seni apa pun, termasuk keterampilan yang mengandalkan tangan mau pun bermain alat musik serta tarian.
Oleh sebab itu, Vio sama sekali tidak mengalami kendala dalam melakukan teknik coffee brewing yang diembankan Alvian padanya barusan sehingga semua pesanan telah diselesaikannya dalam waktu yang terbilang cukup singkat.
Bahkan Talitha terbengong-bengong melihat kegesitan Vio hingga berpikir kalau cowok itu pernah bekerja menjadi barista sebelumnya.
"Sama sekali belum pernah," jawab Vio enteng atas pertanyaan dari Talitha sementara cewek itu menerima talenan darinya sebagai wadah untuk membawa paper cup pada para pemesan sekaligus. "It's my first time after watching Alvian's performance."
Talitha tidak merespons atau bertanya lagi setelahnya karena harus mengantar minuman ke meja kecil yang tersedia di dekat stand, terkhusus untuk mereka yang lebih suka minum di tempat.
Begitu Talitha kembali, Vio tidak sendirian karena kemunculan Tamara dan Nevan yang berdiri di dekat mesin Espresso.
"Perlu bantuan?" tanya Tamara pada Vio. Level kecanggungan di antara mereka sudah berada di level terendah sekarang, bahkan bisa disimpulkan minus.
Vio tersenyum lebar pada Tamara, menggeser tubuhnya untuk mempersilahkan cewek itu bergabung bersamanya di balik mesin kopi.
"Lo mau belajar? Gue ajarin," tawar Vio pada Tamara dengan lembut, yang segera memberi peringatan berbahaya pada Nevan untuk mengawasi keduanya.
"Hmm... gue nggak yakin bisa soalnya gue payah soal ginian," tolak Tamara secara halus, mengabaikan ekspresi Nevan yang sekarang berdiri mematung dengan gaya bego karena sedang keki sendiri.
"Nggak susah kok," kata Vio santai, lantas memberikan portafilter pada Tamara. "Walau lo merasa payah dalam seni ginian, gue yakin lo bakal cepat belajar karena lo jago banget dalam menghapal. You just need to memorize the points."
Tamara mengangguk-anggukkan kepalanya lantas menoleh ke arah Nevan sebelum melanjutkan sesi pembelajarannya dengan Vio. "Nevan, lo mau gabung?"
Nevan menatapnya dengan tatapan seakan Tamara adalah cewek paling tidak peka sedunia. "Big no, thanks. I think I will be the one who bothering you all."
Tamara lantas mengalihkan tatapannya pada Vio dengan tatapan memohon pengertian dari cowok itu. "Lo maklumi aja ya, Yo. Dia sesensitif itu kalo liat gue deket sama cowok dan gue juga baru menyadarinya hari ini."
"Kalo tau kenapa masih lengket sama dia?" protes Nevan yang kerutan di antara alisnya semakin tercetak sementara Talitha menonton semua itu dalam diam.
"Because he's my brother, not crush." Tamara menjawab dengan nada tegas sekaligus gemas, sukses membuat Nevan dan Vio kicep meski dalam situasi yang berbeda; Nevan dengan ekspresinya yang seperti ditampar sementara Vio dengan ekspresinya yang terharu sekaligus bahagia.
Tidak disangka-sangka, Talitha diam-diam menunjukkan ekspresi yang mirip dengan ekspresi lega.
"Kalo udah paham, lo bantuin Talitha nawarin menu ke pengunjung aja, ya? Siapa tau bisa lebih membantu," usul Tamara sembari mengangkat sebelah alisnya.
Tepat pada saat itu, duo Alvian dan Clarissa telah menunjukkan eksistensi mereka.
"Ra, kenapa lo di sini sama Nevan?" tanya Alvian pada Tamara dengan sebelah alis terangkat karena meja section kartu tarot sudah tidak berpenghuni.
"Gara-gara dia," tuduh Tamara sambil mengarahkan dagunya sebagai isyarat untuk menunjuk pelaku yang sebenarnya, sementara yang ditunjuk segera mengambil menu lain dan bergabung dengan Talitha.
Alvian mengeluarkan suara seperti geraman ke arah punggung Nevan, tetapi memutuskan untuk tidak protes. Mungkin saja karena terselamatkan oleh fakta kalau sekarang section kopi mereka mendadak populer yang didominasi oleh para cewek gara-gara eksistensi Nevan.
Clarissa jadi teringat salah satu adegan drama Meteor Garden yang mana gerai tempat San Chai dan Xiao You bekerja menjadi penuh dengan pengunjung wanita jablay karena anggota F4. Semua minuman yang mereka jual segera ludes tanpa sisa.
"Hari ini kenapa banyak adegan dejavu, ya?" bisik Clarissa dengan ekspresi bapernya yang kentara, lantas menggeleng-gelengkan kepalanya dengan penuh penghayatan.
Visual Nevan dengan Talitha memang berhasil menarik pengunjung untuk mampir ke stand mereka, seakan ada magnet tak tampak yang memaksa mereka untuk setidaknya membeli satu jenis minuman.
Semua anggota jadi sibuk dengan tugas mereka masing-masing; Tamara mengurus kasir (cewek itu membatalkan niatnya untuk belajar seni brewing karena ramainya pengunjung), Vio dan Alvian bagian menyiapkan Espresso di balik mesinnya (keduanya tampak begitu tampan dan cekatan, lengkap dengan apron yang melekat pada tubuh mereka), serta Clarissa yang bolak-balik di antara mesin dan meja kasir untuk membantu melengkapi kegiatan sepele seperti mengantarkan talenan berisi minuman ke duo visual atau membereskan paper cup yang berserakan di meja.
Alvian dan Vio juga populer, yang kelihatan seksi di balik mesin Espresso-nya. Lengan seragam mereka digulung hingga ke siku, yang mana memperlihatkan dengan jelas urat-urat kejantanan mereka. Apron yang mereka kenakan tercetak begitu pas sehingga tidak sedikit yang memekik gemas pada mereka dengan ekspresi malu-malu, bahkan ada beberapa cewek yang berani mendekat untuk berbasa-basi manja.
Alvian tidak henti-hentinya menunjukkan deretan giginya yang rapi atas keyakinannya kalau dia telah memenangkan jabatan Ketua OSIS tahun ini.
Tidak akan diragukan lagi posisi itu akan menjadi miliknya.
Acara amal selesai dengan cara yang mengesankan, yang lantas diakhiri dengan pidato penutup singkat Naura yang mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam acara amal tersebut.
Waktu menunjukkan pukul tiga sore setelah semua murid bahu-membahu membereskan residu dan menurunkan pilar-pilar stand mereka masing-masing. Harris dan Vica yang selesai lebih dulu berbaik hati untuk membantu sisa pekerjaan Alvian cs.
"Karena kita berbaik hati, lo harus tepati janji lo soal event berkaitan dengan kuliner setelah lo jadi Ketua OSIS, ya." Harris memperingatkan ketika Alvian mengucapkan terima kasih karena telah bersedia membantu.
"Makanan mulu dalam otak lo," protes Tamara gemas di antara mereka.
"Nggak cuma dia, gue juga pikir makanan mulu." Vica mengoreksi, membuat Tamara memutar bola matanya dengan jengah.
"Jodoh dong kalian," kata Tamara yang memenuhi keinginan terselubung dari Vica. Cewek itu jelas sengaja memberi kode keras kalau dia ingin disama-samakan terus sama Harris.
Harris tampak ingin protes, tetapi sekali lagi dia tidak bisa membantah. Entah kenapa akhir-akhir ini sejak Vica mengungkapkan perasaannya, cowok itu jadi tidak tega menunjukkan penolakan padanya.
Meski dia masih punya perasaan pada Tamara.
Mata Harris mengunci mata Nevan tepat pada saat itu, yang dibalas dengan tatapan tajam plus galak.
Tepat seperti yang dibilang Tamara, Nevan sesensitif itu pada tiap cowok yang secara otomatis mengaktifkan alarm padanya agar dia harus waspada.
Nevan merangkul bagian belakang bahu Tamara dengan tatapan yang masih terpancang pada Harris. "Yuk, kita pulang."
Vica yang melihat hal itu segera merangkul salah satu lengan Harris lantas berkata manja, "Yuk, kita pulang."
Ini sengaja dilakukan Vica untuk menyelamatkan harga diri Harris yang raut wajahnya mulai berubah. Rahangnya saja sudah mengeras tanpa bisa dicegah.
"Jadi ceritanya kalian lagi pamer pacar, nih?" ledek Alvian yang menatap duo pasangan di hadapannya dengan memicingkan matanya. "Gue juga nggak mau kalah."
Alvian lantas menarik lengan Clarissa yang tepat pada saat itu mendekati kerumunan mereka sembari mengalungkan tas selempangnya ke sepanjang lehernya. Tarikan tersebut hampir saja membuat cewek itu menjatuhkan tasnya kalau tidak dibantu oleh Alvian yang cekatan menyelamatkan barang pribadinya.
"Ups, sori. Gue hampir aja jatuhin tasnya 'Sayang'-ku," ucap Alvian dengan nada yang sengaja dilebaykan hingga berhasil membelalakkan mata semua orang termasuk Vio dan Talitha yang baru saja bergabung di antara mereka.
"Jangan bilang kalian pacaran juga?" tanya Vica dengan ekspresi syok yang mulutnya terbuka lebar.
"'Juga'? Jadi lo pacaran sama Harris, dong?" tanya Clarissa balik sembari berusaha mengusir kecanggungan aneh di antara mereka.
Vica terkekeh. "Hmm... nggak juga sih. Lebih tepatnya masih on the way."
"Kalo lo?" tanya Clarissa pada Tamara yang kontan dibuat bungkam dan bergeming.
"Ya jelaslah kami pacaran, kami bahkan udah—–" Nevan menjawab dengan pede, tetapi berakhir dengan gebukan di perut tanpa ampun oleh Tamara.
Semua mata melotot lagi mendengar pernyataan yang tidak terduga-duga semakin panas.
"Hmm... kami pulang dulu ya," ucap Vio, yang refleks memecah fokus mereka untuk memandangnya dan Talitha.
Semuanya lantas berseru secara bersamaan, "KALIAN PACARAN JUGA???"
Vio tampak syok, sedangkan Talitha tampak melongo.
"Bu-bukan," jawab Vio pada akhirnya setelah mengendalikan dirinya. "Gue cuma antar Talitha pulang, kok. Seperti biasa."
Alvian menepuk bahu Vio dengan tatapan simpatik layaknya seorang abang pada adiknya lantas berkata, "Good luck ya sebelum lo terlibat friendzone terlalu dalam."
Setelah itu Alvian mengajak Clarissa untuk pulang bareng, meninggalkan mereka semua.
Tamara hanya mengacungkan jempolnya pada Vio, ikut pamit bersama Nevan yang menyusul di belakangnya sementara Harris yang masih terlibat sengit dengan Vio, tidak berkata apa-apa kecuali menatapnya dengan tatapan sengit.
Vica merasa harus mengucapkan sesuatu sehingga dia berkata, "Moga kalian jadian juga ya biar bisa kencan bareng empat pasang. Seru ya kayaknya?"
Harris menoleh pada Vica cepat, seakan hendak protes lagi tetapi mendadak merasa itu bukanlah hal buruk sehingga dia melanjutkan langkahnya, tetapi Vica mengejarnya supaya bisa jalan bareng.
Apakah aneh jika Harris merasa seperti itu?
Vio tidak berkata apa-apa meski hatinya juga mengharapkan hal yang sama sementara Talitha tampak clueless di sebelahnya.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top