23). Bunny and Its Admire

Entah kenapa tingkah laku Nevan yang terang-terangan seperti itu memberikan Tamara sensasi menggelitik di bagian bawah perutnya dan mendadak merasa tergoda untuk menambah kekesalan cowok itu.

Ini berarti, Tamara telah menemukan senjata untuk melawan seorang Nevan Anindira supaya dia jera menjahilinya terus-terusan.

Nevan beranjak dari kursinya secara tiba-tiba disertai bunyi debam kursi yang bertubrukan langsung dengan tanah. Cowok itu lantas mendekati bangku milik Tamara yang tidak jauh darinya.

"Let's exchange our seats," perintah Nevan tanpa senyum, membuat Tamara sekilas mengira kalau cowok itu kembali ke karakter tsundere yang galak dan super dingin.

Perkataannya jelas tidak hanya mengagetkan Tamara tetapi juga semua pengunjung kartu tarot. Bahkan mereka tidak berhasil menyembunyikan ekspresi ketidakterimaan mereka.

"Dia kenapa sih?" tanya Kyu yang masih duduk di hadapan Tamara, bersiap untuk mendengarkan penjelasan rinci salah satu kartu tarot yang barusan dicabutnya dari kumpulan kartu yang terpapar di atas meja.

Jika biasanya Nevan menunjukkan ekspresi puas di wajahnya setiap berhasil mengerjai Tamara, kali ini gantian cewek itu yang memerankan perannya dengan sangat baik. Seringai lebar tercetak sempurna di bibirnya sekarang.

"Kenapa harus tukar?" tanya Tamara polos meski ekspresinya menunjukkan sebaliknya ke Nevan.

"Lo mancing gue?"

"Kenapa gue mancing lo? Gue lagi baca kartu tarot."

"Do you have to do this?" tanya Nevan galak, mengabaikan semua orang yang sekarang sedang mendapat kesempatan untuk menonton pertunjukan gratis.

"Gue bakal pindah kalo Kyu sama yang ngantri di belakangnya setuju untuk izinkan lo duduk di sini," kata Tamara yang segera membuat Nevan dejavu dengan situasi ini.

Benar. Ini persis seperti saat Tamara yang mengharapkan duduk sebangku dengan Nevan tetapi keduluan sama Alvian di hari pertama sekolah.

Kyu juga melakukan isyarat yang persis dengan dirinya waktu itu; mengendikkan kepalanya yang bermakna bahwa dia menginginkan Tamara yang tetap duduk di tempatnya, mengabaikan pelototan protes dari Nevan.

Tamara menolehkan kepalanya ke Nevan lantas menatapnya dengan seringai yang lebih lebar, jelas puas karena telah menang.

Dan Nevan harus puas kembali ke kursinya sendiri setelah sebelumnya memperbaiki posisi kursi tersebut dengan benar.

Untungnya, Nevan adalah pribadi yang pantang menyerah dan selalu saja berhasil menemukan solusi baru dengan caranya sendiri, sehingga yang dilakukannya adalah mendekatkan mejanya yang semula berjarak satu meter menjadi tidak kurang dari satu sentimeter.

Tentu saja Nevan sengaja melakukan itu untuk memenuhi win-win solution yang membuatnya bangga karena berhasil memunculkan ide itu. Selain bisa mengawasi Tamara untuk melakukan komunikasi mesra dengan cowok lain, dia juga bisa berlama-lama berdekatan dengannya.

Entah karena kubu cowok merasa minder dengan tatapan garang Nevan, atau karena kubu cewek merasa kalah dengan kedekatan keduanya, yang jelas antrian panjang tadi mendadak bubar dengan sendirinya.

Tamara tidak tahu apakah dia harus senang atau kesal, sehingga dia memilih untuk memasang ekspresi datarnya.

"Gue perlu ngucapin terima kasih nggak?" tanya Tamara bernada sarkastik.

"Oh, don't show your face like that. It doesn't suit you well."

"Like this?" tanya Tamara yang sengaja tersenyum lebar meski dengan setengah hati.

"Yeah. Looks like bunny," puji Nevan yang tampak bersungguh-sungguh hingga dia sendiri juga memunculkan senyum lebarnya.

"Kenapa sih lo panggil gue 'Bunny' terus? Nathan aja merasa nggak ada mirip-miripnya," protes Tamara tiba-tiba, sekejap melupakan rasa kesalnya pada Nevan.

"Lo mau tau?" tanya Nevan. "Oke, gue jelasin. Tapi habis ini lo harus penuhi satu permintaan gue."

"Janji dulu sama gue."

"Apa?"

"Jangan terlalu sering jahilin gue."

"Kenapa emang?"

"Jawab aja, kenapa sih lo selalu respons jawaban gue dengan bertanya lagi?"

"Karena gue seseneng itu berdebat sama lo," jawab Nevan enteng sehingga terkesan tidak baper padahal Tamara sedari tadi cetar-cetir tidak jelas karena tingkahnya.

"Jadi alasannya kenapa?"

"Jadi lo bersedia penuhi permintaan gue belum?"

"Emang lo udah janji sama gue?"

"Emang dasar ya, kelinci nakal." Nevan mau tidak mau mulai gereget dengan tingkah Tamara yang meniru kebiasaannya menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.

"Rasain lo! Itu yang selalu gue rasain tiap lo jawab pertanyaan gue dengan pertanyaan," sungut Tamara yang kadar kekesalannya masih mengental.

"Lo bilang jangan terlalu sering jahilin lo, kan? Oke, gue janji."

"Oke gue juga akan penuhi permintaan lo, tapi plis jangan yang keterlaluan, ya. Nah sekarang jelasin ke gue kenapa lo ngasih gue julukan itu. Ini bukan semata-mata karena gigi depan gue, kan?"

"Awalnya iya, karena kenyataannya kayak gitu," jawab Nevan dengan tatapan jenakanya yang kentara, mengabaikan tatapan penuh celaan dari Tamara. "Tapi setelah itu gue myadar kalo lo benar-benar lebih dari anak kelinci menurut gue. Lo tau perilaku khas dari kelinci yang sebenarnya?"

"Hmm banyak. Kelinci itu menggemaskan karena ceria dan suka melompat-lompat dengan penuh semangat. Perilaku ini disebut sebagai binkying, yang mana ketika sedang semangat kelinci akan menggerakkan tubuhnya, melompat berkali-kali, menggoyangkan kepalanya, bahkan menendang dan berputar-putar."

"Genius. That's what I admire about you."

"Yang lo kagumi itu kejeniusan gue atau ciri khas dari kelinci?" tanya Tamara jengah, tidak lupa menunjukkan dengusan konyol pada Nevan. "Rasanya gue nggak selebay itu deh setiap menunjukkan semangat gue."

"Keduanya," jawab Nevan yang lagi-lagi menjawabnya tanpa embel-embel baper dalam nada suaranya, seakan ini semua tidak memberikan kesan berarti padanya, membuat Tamara gagal paham dan keki sendiri karena sejak tadi dia yang merasakan gejolak dalam jantungnya.

"Tapi gue nggak lompat-lompat kayak gitu!" protes Tamara tidak terima.

"Lo kan nggak punya cermin jadi lo nggak bakal tau gimana kenyataannya," balas Nevan tidak mau kalah. "Makanya gue suka jahilin lo. Tingkah lo bener-bener mirip bunny, meski terkadang berbahaya karena suka menggigit-gigit."

"Maksud lo apa?" tanya Tamara yang tiba-tiba ngegas.

"Maksud gue, suka menggigit-gigit hati gue."

Tamara speechless dan mendadak membeku di kursinya, tetapi rona merah bebas merajalela di wajahnya sekarang.

"Aih, gemesin banget. Persis bunny," puji Nevan sembari mencubit pelan pipi Tamara gemas, memperparah rona wajahnya.

"Karena gue udah jawab, lo harus penuhi permintaan gue."

"Apa?" tanya Tamara yang berusaha meredakan rona merah di wajahnya.

"Sayangi gue," jawab Nevan, perkataannya sukses membuat Tamara terbatuk-batuk oleh salivanya sendiri.

Sepertinya efek permintaan dari Nevan begitu kuat dan berbahaya karena batuk Tamara sulit berhenti hingga cowok itu memberinya sebotol mineral kemasan yang segera diteguknya sebagian.

"Gue salut sama lo," kata Tamara tiba-tiba setelah berhasil menetralkan dirinya. "Gimana caranya sih lo bisa ngomong semua itu tanpa rasa baper atau setidaknya malu-malu? Lo udah sering ngucapin ginian ke banyak cewek, ya?"

"Cemburu nih?" ledek Nevan dengan ekspresi puas, senyumnya begitu lebar yang menyempurnakan visualnya, tetapi harus berhenti karena ekspresi selanjutnya dari Tamara yang terkesan horor. "Oke, santuy dong ah. Hmm... entahlah. Mungkin karena gue udah nyaman banget sama lo dan bukannya kita udah nggak canggung satu sama lain? Kita bahkan udah pelukan dan..."

Tamara mendorong bagian samping tubuh Nevan dengan geram sementara rona merahnya kambuh lagi. "Ya ampun, Nevan! Mulut lo enteng banget sih!"

"...dan gue nggak keberatan kalo harus nyium lo," lanjut Nevan, mengabaikan dorongan dari Tamara dan rona merah cewek itu.

"NEVAN ANINDIRAAAA!!!"

"YES, BUNNY?"

Area itu lantas menjadi area tontonan gratis untuk setiap orang yang lewat, di mana Tamara dan Nevan saling melempar kartu tarot hingga berantakan ke mana-mana.

Bersambung



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top