21). D-Day

Sepertinya pesona Nevan Anindira bertambah tiga kali lipat pasca mengubah karakter tsundere-nya menjadi ceria. Tidak cukup dengan fakta itu, dia juga mengagetkan semua orang dengan keaktifannya di kelas.

Seperti sekarang ini.

Pak Kevin yang mengajar di kelas mereka pagi ini dibuat terbengong-bengong dengan keikutsertaan Nevan dalam forum diskusi secara tidak terduga. Sebelumnya, jangankan ikut mengeluarkan pendapat, memperhatikan beliau mengajar saja tidak akan mungkin karena pemandangan di luar jendela selalu lebih menarik di mata Nevan.

Oleh karena rasa penasaran yang tinggi alias kepo, Pak Kevin bertanya langsung pada cowok itu, "Nevan Anindira?"

"Yes, Sir?" jawab Nevan. Ekspresinya bahkan jauh berbeda dari biasanya.

"Is there anything fun? Because it's my first time to see your very big smile."

Nevan tersenyum lebih lebar lagi, membuat para cewek mengeluarkan suara antara histeris dan gemas, hingga suasana kelas tampak lebih heboh.

"Yeah, it is. I feel like all the burden has been lifted," jawab Nevan setelah menimbang-nimbang sebentar apakah dia perlu mengungkapkannya atau tidak. Namun siapa sangka dalam pertimbangannya itu, dia sengaja melirik ke arah Tamara yang duduk di sebelahnya dengan tatapan iseng yang kentara, membuat Pak Kevin mau tidak mau semakin penasaran dengan gelagat cowok itu.

"And... does it relate to your seatmate? Oh, I think I can smell something romance here."

Tamara yang sadar sedang diperhatikan satu kelas karena ulah Nevan, kini menatap cowok itu dengan jengah sementara yang ditatap tertawa dan begitu menikmati situasi ini. Mereka semua tidak sadar kalau sedari tadi Naura memperhatikan semuanya dari balik salah satu jendela yang terhubung langsung ke koridor.

Naura sedang dalam perjalanan menuju kelas lain dan bahkan seharusnya sudah berada di sana lima menit yang lalu, tetapi wanita itu kelihatannya masih menikmati adegan ini, yang untuk kali pertama membuatnya terlambat sebagai giru killer yang prioritas kedisiplinannya berada di urutan pertama.

Bisa dibilang, Naura juga sudah lama tidak melihat Nevan tertawa seperti itu dan pemandangan tersebut telah memenuhi rasa kangennya dengan begitu menyentuh hingga tidak sadar matanya berkaca-kaca, sembari mengucap syukur dalam hati karena masih diberi kesempatan untuk melihat adik semata wayangnya kembali dengan kedua matanya sendiri.

"Are you happy now?" tanya sebuah suara dari balik bahu Naura yang kontan tersentak kaget dan teringat dengan kewajibannya sekarang.

Naura memutar tubuhnya dan langsung menghadap tubuh tinggi Rio yang sudah berdiri di dekatnya. Kedua tangannya diselipkan ke dalam saku jasnya yang berwarna kelabu.

"Maaf, Pak. Saya lalai hari ini, seharusnya saya sudah berada di kelas jam segini," ucap Naura yang membungkukkan punggungnya sebagai isyarat untuk permintaan maaf.

"Oh, no need to. I really understand for what are you feeling now. Even you deserve this," kata Rio dengan dengusan geli selagi mengatakan hal itu. "Saya kebetulan lewat sini, jadi ini bukan karena saya mau mengawasi kamu."

"Tapi saya seharusnya bersikap profesional, Pak. Jadi, tetap saja saya salah dan saya minta maaf. Kalo gitu saya masuk ke kelas sekarang ya, Pak."

Naura menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat sekali lagi dan hendak memutar balik tubuhnya, tetapi perkataan Rio setelahnya menghalangi aksinya.

"Menurut saya, jika Nevan udah melepas beban di pundaknya dengan hati yang lapang, bukankah kamu juga harus melakukan hal yang sama?"

Naura bergeming di tempatnya berpijak, mendadak tidak tahu harus merespons apa sementara Rio melangkahkan kakinya dan berhenti di hadapan wanita itu. "Udah saatnya kamu juga mencari kebahagiaan sendiri. Untuk bertahan hidup, misalnya."

"Saya sudah bahagia dengan apa yang saya miliki, apalagi setelah Nevan kembali menjadi dirinya sendiri. Itu udah lebih dari cukup bagi saya."

"Nggak, itu nggak cukup," kilah Rio tegas alih-alih mengalah. "Menurut saya, definisi kebahagiaan nggak pernah cukup sebelum kita bisa memenuhi ego kita sendiri, karena arti bahagia yang paripurna adalah ketika kita menjadi diri sendiri dan bebas melakukan apa yang kita mau. Jadi dalam hal ini, kebahagiaan Nevan tidak termasuk. Kebahagiaan dia adalah milik dia dan kebahagiaan kamu adalah milik kamu. Kamu hanya ikut berbahagia atas Nevan, tapi kamu belum menemukan sumber kebahagiaan itu dari diri kamu sendiri."

"Maaf, Pak. Saya harus ngajar," kata Naura sopan tetapi di sisi lain ada nada dingin yang tersirat. Wanita itu jelas tidak ingin memperpanjang debat ini.

"Anggap aja saya lagi ngajak kamu berbincang, jadi kamu terjepit halangan karena saya."

"I'm sorry, that's beyond me."

"Kalo gitu jam istirahat nanti temui saya di kantor. Dan ini perintah, oke?"

Rio tidak memberi Naura kesempatan untuk menolak. Pria itu kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan koridor, tidak lupa menghadiahi sebuah kedipan mata nakal pada Naura sebelumnya, membuat wanita itu merasa keki sendiri.

zZz


Acara bazaar amal SMA Berdikari akhirnya tiba. Semuanya tampak begitu excited dengan acara ini, termasuk para guru dan staf. Entahlah, mungkin saja dengan diadakan beberapa acara di sekolah bisa menjadi ajang pelepas stres dari dunia belajar mengajar, selain mempererat rasa solidaritas satu sama lain.

Sejak Nevan kembali ke pribadinya yang dulu--yang bahkan menjadi jauh lebih iseng, Tamara terkadang berpikir ulang apakah usahanya untuk menyembuhkan cowok itu sudah benar. Masalahnya, dia hampir sering dijahili setiap ada kesempatan dan bukankah yang namanya kesabaran ada batasnya?

"NEVAN!!!" teriak Tamara saat mendapati beberapa kacang kenari di bangku yang didudukinya untuk acara amal, sehingga bagian bokongnya harus merasakan nyeri yang membuatnya meradang.

Ini tentu saja ulah Nevan, siapa lagi?

Benar saja, yang dipanggil kontan tertawa terbahak-bahak hingga menekan sisi pinggangnya karena mulai sakit saking banyaknya tawa.

Tamara berdiri lantas emosi ketika melihat Nevan memungut plastik kecil yang berisikan kacang kenari di dalamnya alih-alih peduli apakah bokongnya mengalami cedera atau tidak. "Soalnya gue lagi survei apakah bokong lo bisa sekuat itu untuk memecahkan cangkang kenarinya. Hmm... rupanya salah, ya."

"Ya iyalah! Pecahin cangkangnya aja harus pake palu! Emangnya bokong gue sekuat palu, apa?" hardik Tamara marah, mulai mengundang perhatian orang-orang di sekitar mereka.

Tidak jauh dari sana, Vica yang kebetulan melewati stand Alvian untuk meminjam baskom kecil, menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tatapan prihatin. Cewek itu segera kembali ke stand-nya sendiri di mana ada Harris yang sedang memeriksa segala sesuatunya dengan teliti, takut ada yang kurang.

"Kenapa dengan ekspresi lo?" tanya Harris begitu ekor matanya menangkap reaksi lain dari Vica.

"Kasian Tamara, lama-lama dia bakal stres padahal dia belum lama sembuh dari traumanya. Gue kasih tau ya, Ris. Untung aja lo nggak ikut-ikutan kayak Nevan. Karena kalo lo gitu juga, gue bakal bener-bener gila."

Harris menghentikan kesibukannya lantas memelototi Vica dengan garang, "Sori banget ya, gue aja benci sama dia jadi untuk apa gue ikutan tingkah gilanya? Lagian dari segi muka aja udah nunjukin siapa yang lebih waras."

"Lah, apa hubungannya muka lo lebih waras dari muka Nevan? Emang gimana bedainnya?" tanya Vica polos, sukses membuat Harris kicep sendiri dengan omongannya.

"Iya juga ya, gimana bedainnya?" tanya Harris pelan, sama polosnya namun pada detik berikutnya cowok itu menggeram frustasi. "Pokoknya, gue lebih waras dari dia. Bener, kan?"

"Ya dong, lo kan gebetan gue. Mau jeleknya lo gimana, tetap aja selalu bagus di mata gue. Muehehe...."

Kemudian, kembali lagi ke Tamara dan Nevan. Tidak disangka-sangka, area mereka menjadi area yang populer untuk dikunjungi karena banyak pengunjung yang mengantri. Alvian yang merangkap tugas sebagai Manajer untuk mengawasi kelancaran acara stand-nya, lantas dibuat takjub sekaligus bangga.

Herannya, ada dua kubu yang otomatis terbentuk di antrian panjang mereka. Antrian milik Nevan adalah kubu cewek sedangkan Tamara memiliki kubu para cowok. Keduanya jelas memiliki pesona kuat bagi lawan jenis mereka.

"Lo cantik banget sih, Ra," puji salah satu pengunjung yang sedang diramal oleh Tamara. "Sayang banget ya cuma bisa narik satu kartu jadi nggak bisa lama-lama."

"Eh nggak usah banyak muji deh, buruan ya! Gue juga mau diramal sama Tamara!" protes pengunjung cowok yang mengantri di belakang, disambut protes lain yang menyusul di belakangnya lagi. Tamara jadi lega karena terselamatkan dari kewajiban merespons pujian tersebut.

Meja Nevan jauh lebih heboh karena teriakan absurd dari para cewek. Tamara jadi merasa seperti menonton acara tanda tangan artis terkenal.

"Kak Nevan, Kakak ganteng banget, sih. Senyum dong, aku paling suka sama senyum Kakak, apalagi tawa lepas kayak tadi di depan Kak Tamara," puji salah satu pengunjung cewek yang agak centil.

"Kita seumuran, nggak usah panggil 'Kakak'," protes Nevan yang nada bicaranya tiba-tiba dingin. Cowok itu memicingkan matanya ke gerombolan cowok yang mengantri panjang di depan mejanya Tamara.

Cemburu rupanya, batin Tamara dalam hatinya dan ini menjadi inspirasinya untuk membalas dendam atas perlakuan iseng Nevan padanya tadi.

"Makasih banget pujiannya," kata Tamara, sengaja menaikkan suaranya satu oktaf. "Namanya siapa, sori?"

"Gue Kyu."

"Kyu? Wah unik banget nama lo. Campuran, ya?" tanya Tamara berbasa-basi.

"He-em. Seperti kamu yang yang manis campur sama cantik. Jadinya perfect, deh."

"Wah, bisa aja," kata Tamara malu-malu, kemudian merasakan aura aneh di sebelah kanannya.

Ternyata aura tersebut berasal dari Nevan.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top