= 𝕊𝕖𝕧𝕖𝕟 =

" 𝕷𝖚𝖑𝖑𝖆𝖇𝖞 "
.
.
.
.
.

Lumine mulai sedikit gelisah, malam kian larut dan mata gadis itu semakin berat tapi gadis itu tidak berani terlena ke alam mimpi.

Gadis itu mengkhawatirkan soal mimpi buruknya dan dia khawatir dia akan terbangun tengah malam sambil berteriak hingga mengganggu teman sekamarnya.

Rose maupun Hu Tao sudah terlelap sejak tadi bersama anak perempuan lainnya, sedangkan Lumine masih berusaha mempertahankan matanya agar tetap terjaga.

Karna mulai kesulitan menjaga kesadarannya, gadis itu pun bangkit meraih jaketnya dan berjalan keluar dari penginapan sembari berharap semoga Pak Zhongli tidak memergokinya untuk kembali ke kamar.

Lumine menyusuri pesisir pantai dengan pikiran menerawang mengingat hari ini adalah pertama kalinya dia bisa sedikit akrab dengan Childe secara normal.

Ternyata Childe tidak seburuk itu dan entah kenapa rasanya ada perasaan tidak asing setiap kali bersama Childe, rasanya seperti sesuatu yang sudah lama hilang kembali Lumine temukan.

"Ojou-chan?"

Suara Childe barusan membuyarkan lamunannya serta menghentikan langkahnya, ternyata ada Childe yang juga sedang menyusuri pesisir pantai.

"Ah Childe, tak kusangka masih ada yang belum tidur selain aku"

Childe terkekeh.

"Yahh aku tidak biasa tidur awal, biasanya jam segini aku masih keluar dengan teman-temanku di Fatui"

Childe pun mengajak Lumine untuk di bebatuan yang berlindung di bawah pepohonan, sejenak mereka hening menikmati angin malam sambil sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Ngomong-ngomong, kenapa Ojou-chan belum tidur? Kupikir kau tipe orang yang rajin tidur awal"Tanya Childe akhirnya, Lumine menghela nafas.

"Sebenarnya memang begitu, tapi beberapa minggu ini aku sering mimpi buruk jadi aku takut jika aku tidur nanti akan mengganggu mereka dengan teriakanku"Keluh Lumine, Childe tertawa kecil.

"Kenapa kau malah tertawa?"Gerutu Lumine.

"Maaf maaf, aku jadi ingat adik perempuanku Tonia karna dulu sewaktu kecil dia selalu merenggek di bacakan cerita atau menyuruhku bersenandung jika dia mimpi buruk"

"Ahh begitu, eh? Aku baru tahu kau bisa menyanyi"

Childe mengibas-ngibaskan tangannya sambil nyengir.

"Bukan menyanyi, aku hanya bergumam saja terkadang sambil memainkan gitar sih"

"Hee ternyata kau bisa memainkan gitar, aku jadi penasaran"

Childe tersenyum.

"Kau membawa headseat?"

"Hm sepertinya tadi aku tidak sengaja membawa headseat Aether, kenapa?"

"Kembalilah ke kamar, nanti aku akan menelponmu! Tapi pakai headseatmu agar tidak mengganggu yang lain"

Lumine mengerutkan alisnya menatap Childe heran, Childe terkekeh.

"Turuti saja kata-kataku, aku janji kau tidak akan menyesali ini"Ucap Childe mantap, Lumine menghela nafas lalu tersenyum mengangguk.

"Baiklah aku percaya padamu, aku juga rasanya mulai tidak tahan dengan kantukku"

Childe mengacungkan jempolnya, mereka pun berpisah untuk kembali ke penginapan masing-masing.

Begitu masuk kamar Lumine segera membongkar isi tasnya mencari headseat Aether, tapi sesaat kemudian Lumine baru ingat jika siang tadi dia sudah mengembalikannya pada Aether.

Drtt drtt drrtt

Ponsel Lumine bergetar, gadis itu mulai panik mengangkat telfonnya dan mengecilkan volumenya agar tidak mengganggu yang lain.

"Maaf Childe ternyata headseatnya sudah ku kembalikan tadi siang, aku lupa"Bisik Lumine, Childe tertawa kecil.

"Baiklah tidak apa-apa, cukup kecilkan saja volumenya dan letakkan ponselmu di samping telingamu"

"Hm? Baiklah"

Lumine menyamankan posisi tidurnya lalu meletakkan ponselnya di samping kepalanya, terdengar suara Childe yang menghembuskan nafasnya sebelum akhirnya terdengar suara senar gitar yang di petik.

Lumine membulatkan matanya namun kemudian tersenyum, suara petikan gitar serta gumaman Childe benar-benar menenangkan Lumine.

Lambat laun mata Lumine mulai terasa berat, tak lama kemudian gadis itu mulai tenggelam dalam bunga tidurnya.

= × 🌼 × =

"Dunia memang kejam"

"Sekaligus indah bukan?"

Dia tertawa.

"Kau benar, dunia memang kejam tapi dia tidak seburuk itu dan aku harus berterima kasih pada semesta yang masih menyisakan sedikit keindahannya untuk kumiliki seorang"

"Kau berlebihan, dasar pembual"

"Aku tidak membual, aku hanya mengatakan kenyataan yang harus kukatakan"

Kini berganti aku yang tertawa.

"Lalu maukah kau berjanji?"

"Berjanji apa?"

"Berjanjilah.."

Suaranya kembali samar tapi aku yakin dia tersenyum dan mengaitkan jari kelingkingnya padaku.

"Aku berjanji, aku pasti..."

Kalimat yang tak pernah tuntas, tapi aku begitu mempercayainya.

"Dunia bukan milik kita berdua, semua punya durasi tapi semoga..."

Aku tak mengerti, siapa yang mematahkan janjinya atau siapa yang terlalu berharap kepada suatu ketidak mungkinan.

"Tinggal sebentar lagi aku janji"

Apanya yang sebentar lagi? Kenapa aku mendengar suatu keraguan pada kalimat itu?.

"Kau yakin?"

"Tidak juga sih, tapi kita tidak akan tahu sebelum kita mencobanya kan?"

Aku tertawa berusaha mempercayai perkataan yang terdengar penuh keraguan itu.

"Kau benar, mungkin aku terlalu berlebihan".

▌│█║▌║▌║ L O A D I N G . . . ║▌║▌║█│▌

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top